Seiring berkembangnya teknologi di era digital saat ini, komunikasi menjadi sebuah aspek besar yang ikut berkembang dan terpengaruh. Bentuk perkembangan teknologi komunikasi yang paling masif adalah media baru atau new media, yang menjadi awal kelahiran bagi media sosial. Hal ini tentu menjadi pengaruh besar dalam bidang politik yang tidak bisa terlepas dari aspek komunikasi. Politikus serta partai – partai politik saat ini gencar melakukan pendekatan terhadap masyarakat melalui media sosial dengan berbagai cara mulai dari aktif menggunakan akun media sosial sampai melakukan kampanye melalui tren – tren yang sedang naik daun di media sosial. Meskipun hal ini terasa sangat efektif dan menjadi pendekatan yang eksklusif untuk memengaruhi masyarakat, politikus serta partai – partai politik harus jeli dalam memerhatikan langkah mereka saat melakukan kegiatan di media sosial agar tidak salah kaprah dan berakibat mendapatkan pandangan buruk dari masyarakat.

Media sosial mengalami masa booming di tahun 2012, dan sejak itu telah berkembang pesat sampai saat ini media sosial tidak dapat dipisahkan saat kita berbicara mengenai komunikasi. Dalam hal ini, bukan hanya masyarakat yang harus mengikuti perkembangan zaman namun juga pemerintahan. Masyarakat akan lebih tertarik terhadap suatu hal yang sedang ramai dan naik daun, maka dari itu penting bagi politikus dan partai politik untuk mengikuti perkembangan yang ada di media sosial. Sebagai contoh, Ridwan Kamil, Gubernur Provinsi Jawa Barat saat ini kerap sekali membagikan kesehariannya dalam berpolitik melalui akun Instagram pribadinya. Ridwan Kamil membentuk citra yang ia miliki sebagai seorang politikus yang santai dan seringkali melemparkan candaan. Tak hanya itu, ia juga membentuk pandangan masyarakat bahwa seorang politikus juga mengalami hal – hal yang dekat dengan kehidupan masyarakat. Hal ini mungkin terlihat sepele untuk seorang gubernur namun strategi ini terbukti berkerja karena melalui postingannya, Ridwan Kamil dapat membentuk sebuah kedekatan dengan masyarakat yang lebih dari sekedar hubungan antara pemerintahan dan masyarakat. Hubungan ini menjadi keuntungan saat seorang politikus atau partai politik menjalankan kampanye, kedekatan yang dirasakan oleh masyarakat akan membuat mereka mendukung kampanye tersebut.

Dalam prakteknya, berkampanye dan berpolitik di media sosial sangat membutuhkan ketelitian yang mendalam dari dua pihak yaitu politikus dan juga masyarakat. Politikus harus mempunyai sejumlah tim untuk mengatur apa saja yang ia unggah di media sosialnya agar tidak menjadi serangan balik apabila yang disampaikan keliru. Seringkali saat berpolitik melalui media sosial, politikus mengeluarkan pernyataan – pernyataan maupun opini yang menyinggung sejumlah masyarakat dan hal ini menjadi serangan balik bagi politikus itu sendiri. Sebagai masyarakat juga harus berhati – hati dalam mengolah informasi. Kecepatan akses berita yang beredar di media sosial membuat masyarakat seringkali menelan mentah – mentah berita yang belum pasti keabsahannya. Direktorat Reskrimsus Polda Metro Jaya mendeteksi adanya ribaun akun media sosial telah menyebarkan berita palsu dan provokasi. Media sosial memiliki pola penyebaran pesan yang bebas dalam artian siapapun bisa mengunggah dan membaca sebuah unggahan mengenai politik dan kerap kali menyebabkan perseteruan. Media sosial dapat menjadi ladang dengan potensi yang sangat besar bagi kegiatan berpolitik para politikus, partai politik, hingga masyarakat apabila digunakan secara tepat. Sebaliknya, media sosial juga dapat menjadi sumber perseteruan apabila pihak – pihak yang terlibat tidak mementingkan akurasi melainkan kepentingannya masing – masing.

SUMBER PUSTAKA

Susanto, E. H. (2017). Media sosial sebagai pendukung jaringan komunikasi politik. Jurnal

Aspikom3(3), 379-398.

Alfiyani, N. (2018). Media sosial sebagai strategi komunikasi politik. Potret Pemikiran22(1).

Ardha, B. (2014). Social Media sebagai media kampanye partai politik 2014 di Indonesia. Jurnal

Visi Komunikasi13(1), 105-120.