Seperti yang kita semua ketahui bahwa gen Z memiliki pola hidup yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Salah satu contohnya dapat terlihat pada gaya hidup gen Z yang cenderung mengutamakan kemewahan ketimbang mementingkan kebutuhan hidup. Maka tidak jarang pada generasi Z ini banyak yang terjerat kasus pinjol (pinjaman online) akibat dari gaya hidup yang terlalu dipaksakan dan tidak menyesuaikan pendapatan.

Diduga maraknya gen Z yang mengutamakan gaya hidup ketimbang kebutuhan hidup ditimbulkan karena beberapa faktor, yaitu adanya perasaan Fear of Missing Out (FOMO) yang merupakan perasaan cemas hingga takut yang timbul akibat tidak mengikuti aktivitas yang dilakukan orang sekitar, sehingga merasa tertinggal hal baru seperti trend, berita, dan sebagainya. Adapun faktor lain, yaitu dengan adanya perkembangan teknologi yang mendorong generasi Z cenderung mengumbar segala hal di media sosial sehingga semakin tinggi kemungkinan timbulnya perasaan FOMO pada kalangan gen Z. Ditambah dengan kurangnya wawasan generasi Z dalam pengelolaan penghasilan serta investasi jangka panjang semakin mendorong generasi Z cenderung menghabiskan penghasilan pada pengeluaran untuk memenuhi gaya hidup saja. Didorong dengan kemudahan akses berbelanja yang dapat diakses melalui media sosial ataupun e-commerce yang semakin memupuk kebiasaan mengutamakan gaya hidup ketimbang kebutuhan hidup pada generasi Z.

Terdapat beberapa upaya pencegahan agar gen Z tidak terus menerus mengutamakan gaya hidup dan dapat lebih mementingkan kebutuhan hidup, antara lain:

  1. Mengenali Diri Sendiri dan Kebutuhan Diri

Langkah ini sangat dibutuhkan setiap individu terutama para generasi Z, mengingat banyak dari kalangan generasi Z yang kurang mengenal diri sendiri akibat banyaknya tuntutan yang didapatkan. Tuntutan tersebut datang dari berbagai sumber, mengingat bahwa rentang usia generasi Z ini menginjak pada usia produktif yaitu 12 hingga 27 tahun. Pada usia ini, mereka dituntut memiliki banyak kemampuan yang dapat memecahkan permasalahan di sekitarnya. Namun, sayangnya dengan banyaknya tuntutan tersebut membuat para generasi Z lupa untuk memperhatikan diri sendiri. Padahal justru diri sendiri yang seharusnya menjadi hal paling utama untuk diperhatikan.

Permasalahan ini tidak dapat dihindari, mengingat tuntutan zaman yang semakin tinggi yang memaksa generasi Z terus mengasah kemampuan diri agar dapat memecahkan permasalahan-permasalahan yang terjadi di sekitarnya. Maka dari itu, dibutuhkannya pendampingan dari orang sekitar yang dapat menuntun generasi Z agar tidak lupa mementingkan diri sendiri. Pendampingan ini bisa berasal dari kalangan keluarga seperti orang tua, saudara, dan lainnya, ataupun dari kalangan lingkungan tempat generasi Z kerap melakukan aktivitas seperti teman, pasangan, guru/dosen, dan lainnya. Pendampingan ini sangat dibutuhkan agar generasi Z memiliki sosok yang dapat mengingatkan dan dapat mengarahkan agar tidak lupa mementingkan diri sendiri. Dengan pengingat ini secara tidak langsung akan mendorong generasi Z untuk terus belajar mengenali diri sendiri dan memikirkan kebutuhan dirinya sendiri, sehingga tidak mudah terhasut oleh gaya hidup yang tidak sesuai dengan kebutuhan dirinya.

  1. Membedakan Antara Kebutuhan dan Keinginan

Setelah menginjak pada tahap mengenali diri sendiri dan mengetahui kebutuhan diri, kita menginjak pada tahap membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Hal ini diperlukan generasi Z agar dapat memilah dan memilih sesuatu yang benar-benar dibutuhkan dalam hidupnya atau hanya keinginan semata. Upaya membedakan kebutuhan dan keinginan ini juga salah satu faktor yang dapat membantu generasi Z tidak mengikuti gaya hidup yang sedang digandrungi kalangan pemuda lainnya.

Salah satu upaya agar dapat membedakan antara kebutuhan dan keingin yaitu mengetahui skala prioritas dalam hidup. Dengan skala prioritas ini, generasi Z dapat mengurutkan hal apa yang paling penting dalam hidupnya hingga hal yang kurang penting. Melalui penentuan skala prioritas tersebut generasi Z dapat lebih mudah memilah dan memilih sesuatu yang benar-benar dibutuhkan dalam hidupnya atau hanya keinginan semata.

  1. Mengenalkan Dengan Investasi Jangka Panjang

Marak pada kalangan generasi Z yang memiliki niat atau upaya menabung hanya untuk membeli sesuatu yang bersifat deflasi atau penurunan harga. Hal tersebut sangat disayangkan, mengingat sebaiknya tabungan dapat dialokasikan kepada investasi jangka panjang yang bersifat memiliki peningkatan harga jual. Dengan adanya pengenalan wawasan tentang investasi jangka panjang ini juga dapat membantu upaya generasi Z mengetahui kemana alokasi tabungan yang seharusnya dilakukan.

Memiliki wawasan mengenai investasi jangka panjang ini juga dapat mencegah generasi Z mengutamakan gaya hidup karena adanya pola pikir yang terarah pada investasi jangka panjang dari penghasilan yang didapat. Adapun contoh investasi jangka panjang ini dapat berupa properti, saham, emas/logam mulia, dan sesuatu yang memiliki nilai jual yang cenderung naik pada waktu yang akan datang.

Pengenalan wawasan mengenai investasi jangka panjang ini tentunya akan sangat menguntungkan bagi generasi Z, agar kelak saat memasuki usia matang dan berkeluarga, para generasi Z tidak keberatan menanggung beban biaya hidup, karena terbantu dengan adanya investasi yang sudah dimilikinya sejak masih menginjak usia produktif. Tidak terlepas dari adanya peran orang terdekat terutama orang tua agar generasi Z dapat terus konsisten mengalokasikan penghasilannya untuk investasi jangka panjang.

Maka dapat diambil kesimpulan, bahwa untuk menjaga konsistensi generasi Z agar tetap mengutamakan kebutuhan hidup dan mengesampingkan gaya hidup membutuhkan pendampingan, terutama pendampingan orang terdekat seperti orang tua. Dalam hal ini, orang tua tidak hanya berperan mendampingi tetapi juga mampu mendorong generasi Z untuk terus belajar mengenali diri sendiri dan memikirkan kebutuhan dirinya sendiri, sehingga tidak mudah terhasut oleh gaya hidup yang tidak sesuai dengan kebutuhan dirinya. Selanjutnya, dapat dibantu dengan mengenalkan tentang skala prioritas dalam hidup yang dapat membantu generasi Z membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Hal ini sangat membantu menghindari generasi Z untuk mementingkan daya hidup karena tidak semua gaya hidup yang diikuti sesuai dengan kebutuhan hidup generasi Z. Terakhir, pengenalan mengenai investasi jangka panjang yang dapat dilakukan oleh orang tua ataupun didapatkan dari kalangan lain yang dapat membantu membuka wawasan generasi Z mengenai alokasi penghasilan.

Melalui tahapan-tahapan yang telah dijelaskan pada artikel di atas, diharapkan dapat membantu mencegah generasi Z mengutamakan gaya hidup dan mengesampingkan kebutuhan hidup demi masa depan generasi Z di Indonesia yang lebih berpikiran terbuka dan berwawasan luas. Tidak luput juga bagi orang tua yang diharapkan dapat memberi kontribusi lebih dalam tumbuh kembang anak-anak generasi Z. Mengingat bahwa generasi Z saat ini menginjak pada usia produktif, maka sangat disayangkan apabila pada masa produktifnya, potensi generasi Z tidak digali secara maksimal demi masa depan yang lebih terarah.