Generasi Z atau sebagai gen Z (lahir antara 1996-2012) disebut punya mental yang lemah. Terdapat banyak orang, khususnya generasi-generasi sebelumnya yang memberi cap mental sensitive. Aktivis HAM dan penggiat inklusi Bahrul Fuad, mengungkapkan bahwa hal itu hanyalah stigma. Dia mengungkapkan cap ini terjadi lantaran perhatian dan kesadaran soal kesehatan mental di masa lalu belum seperti sekarang. Saat ini, Gen Z dianggap lebih sadar soal kesehatan mental sehingga negatifnya mereka tak jarang menjadikan kesehatan mental untuk melindungi dirinya.

Presiden Asosiasi Pencegahan Bunuh Diri Indonesia (INASP) Sandersan Onie mengungkapkan bahwa mental gen Z saat ini memang lebih rentan depresi. Berbagai tantangan dan persaingan yang jauh lebih berat dianggap jadi penyebab utama mental Gen Z disebut lemah. Selain itu, media sosial yang membuat mereka jadi sibuk membandingkan diri sendiri dengan persona sempurna yang diunggah di dunia maya.

“Anak saat bertumbuh tidak cuma dibandingkan dengan kakak, adik atau teman, tapi di media sosial dibandingkan dengan anak dari seluruh dunia,” katanya. Meski demikian, mental Gen Z dianggap lebih berani mengakui kerapuhan dirinya karena mereka terpapar informasi mengenai kesehatan mental. Hal ini, katanya, patut diapresiasi lantaran butuh keberanian untuk mengakuinya.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, menunjukkan lebih dari 19 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami gangguan mental emosional, dan lebih dari 12 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami depresi. Selain itu berdasarkan Sistem Registrasi Sampel yang dilakukan Badan Litbangkes tahun 2016, diperoleh data bunuh diri pertahun sebanyak 1.800 orang atau setiap hari ada 5 orang melakukan bunuh diri, serta 47,7% korban bunuh diri adalah pada usia 10-39 tahun yang merupakan usia anak remaja dan usia produktif. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Dr.Celestinus Eigya Munthe menjelaskan masalah kesehatan jiwa di Indonesia terkait dengan masalah tingginya prevalensi orang dengan gangguan jiwa. Untuk saat ini Indonesia memiliki prevalensi orang dengan gangguan jiwa sekitar 1 dari 5 penduduk, artinya sekitar 20% populasi di Indonesia itu mempunyai potensi-potensi masalah gangguan jiwa.

Kini, akses informasi melalui internet lebih terbuka, apalagi di daerah Jakarta Selatan. Hal ini bisa jadi salah satu pemicu meningkatnya kesadaran akan kesehatan mental. Seiring dengan perubahan zaman, peristiwa-peristiwa yang memicu stres dan depresi akan mengarah pada peningkatan kekhawatiran psikologis. Pada akhirnya, kebutuhan akan layanan untuk kesehatan mental menjadi meningkat dan tidak ditabukan lagi. Kesadaran akan masalah kesehatan mental telah berkembang, sehingga apa yang dulu mungkin diabaikan kini telah diakui sebagai masalah dan diperlakukan dengan perawatan tertentu. Ketika orang-orang di internet berbicara tentang perjuangan kesehatan mental mereka, ini juga memudahkan orang lain di seluruh dunia untuk membicarakan perjuangan yang sama. Tidak bisa dimungkiri media sosial dan internet telah menghubungkan Gen Z dengan cerita orang lain, baik itu orang asing di internet atau public figure.

Conclusion

Namun, Kesehatan mental juga dapat dihindari dengan cara-cara yang terbilang cukup efektif dan tidak harus mengeluarkan biaya yang mahal. Dengan ber-mindset ­kecemasan adalah hal yang wajar dapat menghindarkan para Gen Z dari Kesehatan mental yang dapat mengganggunya. Selain itu, mencari teman sebanyak mungkin dan bersosialisasi juga dapat mengurangi resiko Kesehatan mental terganggu. Karena para Gen Z bisa menghabiskan waktu bersama dan juga berbagi pengalaman tentang Kesehatan mental yang belakangan ini sedang naik daun. Kemudian, menaruh fokus pada diri sendiri juga dapat mengindarkan Gen Z dari penyakit mental. Pada dasarnya, waktu remaja adalah waktu yang tepat untuk mereka yang senang mencoba dan belajar hal-hal baru. Jadi, dengan menaruh fokus berlebih pada diri sendiri juga dapat menghindari mereka dari yang namanya kecemasan yang dapat berdampak kepada terganggunya Kesehatan mental.

 

Referensi:

Benarkah Mental Gen Z Lebih Lemah? (2022, October 11). Gaya Hidup. Retrieved October 20, 2022, from https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20221011074003-255-858838/benarkah-mental-gen-z-lebih-lemah

Kemenkes Beberkan Masalah Permasalahan Kesehatan Jiwa di Indonesia. (2021, October 7). Sehat Negeriku. Retrieved October 20, 2022, from https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20211007/1338675/kemenkes-beberkan-masalah-permasalahan-kesehatan-jiwa-di-indonesia/

6 tips remaja bisa menjaga kesehatan mental selama coronavirus (COVID-19). (n.d.). UNICEF Indonesia. Retrieved October 20, 2022, from https://www.unicef.org/indonesia/id/coronavirus/tips-remaja-menjaga-kesehatan-mental-selama-covid-19