Rokok memang memiliki daya magnet yang kuat terhadap penggunanya, walaupun sudah diketahui bahwa banyak sekali dampak negatif dari rokok, dan bahkan jelas dalam kemasannya tertulis “Merokok Membunuhmu!” Ia tak juga kehilangan daya tariknya, magnetnya yang begitu kuat akan selalu menarik penggunanya, baik yang lama atau yang baru saja belajar , seperti yang kita lihat ketika nongkrong di warung-warung pinggir sekolah, tempat dimana para pelajar yang tidak hanya belajar di kelas, namun juga menghayati kebudayaan dan kehidupan sosial remaja sembari menghisap sebatang dua batang rokok ketengan, bicara tentang rencana kemana-kita-sepulang-sekolah, pun tidak bisa lepas dari salah satu barang ‘adiktif’ tersebut, yaitu rokok. Terbukti, sebuah penelitian yang dilakukan oleh WHO, jumlah perokok di dunia saat ini mencapai 1,4 miliar orang per tahun 2020. Wow. Kampanye soal bahaya rokok yang tersebar di seluruh dunia pun rasanya hanya seperti menggali mata air di padang pasir.

Indonesia menjadi Negara terbesar dalam pengembangbiakan perokok di ASEAN, kini jumlahnya mencapai 65,2 juta orang. Angka tersebut setara dengan 34% dari total seluruh penduduk Indonesia pada tahun 2016. Wow. Bukan main ya? Bayangkan, jika 65,2 juta orang merokok di waktu yang bersamaan di tempat yang berbeda-beda, dari sabang sampai merauke, dan let’s say seperempatnya membuang puntung rokoknya di sembarang tempat, seperti di got, pinggir jalan, halaman rumah, taman kota, atau bisa jadi di hutan! Bisa dikatakan bahwa terdapat 15 juta puntung rokok yang tersebar di seluruh bagian Negara Indonesia, dan hanya membutuhkan satu kali merokok bagi 15 juta orang tersebut untuk mencemarkan lingkungan secara tidak sadar, atau mungkin pura-pura tidak sadar. Wow.

Bicara tentang lingkungan, saya sebagai mahasiswa yang seringkali nongkrong di warung-warung sekitaran Binus pun seringkali melihat banyaknya puntung rokok yang terlantar di pinggir jalan tanpa bisa menemukan tempat yang seharusnya, karena banyaknya mahasiswa-mahasiswa arogan yang tak memiliki kepedulian terhadap lingkungan, entah mungkin karena sudah terbiasa, atau mungkin merasa ada petugas kebersihan yang siap untuk merapihkan tiap buah puntung tersebut. Entahlah. Saya seringkali merasa terganggu dengan aktivitas membuang puntung sembarangan tersebut, sampai saya berpikir seharusnya kampanye anti rokok dibarengi dengan kampanye “Buanglah Puntung Pada Tempatnya!”

Memang, terkadang saya sebagai perokok pun mendapatkan kesulitan dalam usaha membuang puntung rokok, karena memang seringkali perokok tidak menemukan perhentian terakhir puntung yang seharusnya, yaitu tempat sampah. Sedikitnya tempat sampah di areal merokok menjadi halangan pertama bagi perokok yang ingin membuang puntung pada tempatnya. Tetapi, saya tidak kehilangan akal, kesulitan itu membawa saya ke kesadaran untuk membawa tempat puntung rokok sendiri, walaupun sifatnya mengakali, seperti tempat film roll bekas yang saya jadikan sebagai tempat puntung rokok pribadi saya, tetapi setidaknya saya sudah tidak lagi membuang puntung rokok sembarangan, dan lebih menyadari bahwa kesehatan lingkungan didasari dari kesadaran akan kebersihan lingkungan. Sekarang, saya mengajak kepada kalian semua para perokok-perokok di kampus untuk lebih peduli kepada kebersihan, peduli kepada tugas kebersihan, peduli kepada lingkungan, peduli kepada kesehatan, baik jasmani maupun rohani, dengan membuang puntung rokok pada tempatnya, simple kan?

By: M. Chairul Bari