David Mugti

Halo, aku David. Mahasiswa Communication Department, BINUS University. Selama masa pandemi, aku ngelakuinsemua aktivitas di rumah, termasuk kegiatan-kegiatan yang biasanya dilakukan di kampus. Waktu awal-awal Learning from Home (LFH) rasanya sihbiasa aja, malah senang nggakharus selalu bangun pagi, mandi, dan nggak harus ke kampus. Baru deh, setelah beberapa hari kemudian mulai ngerasajenuh.

Aktivitas Selama Learning from Home

Selama di rumah aku sibuk dengan kegiatan perkuliahan. Selain kuliah, kadang aku juga bantu-bantu orangtua kerja di rumah. Kebetulan orangtuaku punya usaha di rumah. Sebenarnya apa yang aku lakuin selama di rumah nggak jauh beda sama apa yang aku kerjaindi kampus. Aku banyak di depan laptop dan ngerjain tugas-tugas dari kampus. Cuma bedanya sekarang aku ngerjain itu semua di rumah. Bisa dibilang cuma beda suasana aja sih sebenarnya. Tapi tetap aja, walau cuma beda suasana aku ngerasa kuliah di rumah nggak seefektif kuliah di kampus. Apalagi cara belajarku yang sebenarnya perlu banget untuk face to facesama pengajarnya. Aku merasa seperti nggak ada engagementaja ketika kuliah disampaikan secara daring dan setelah itu ngerjain tugas. Sekarang karna situasinya lagi pandemi dan memang harus belajar dengan metode daring aku tetap jalani sesuai prosedur aja. Pelan-pelan ternyata jadi terbiasa juga.

Tantangan menjalani Learning from Home

Kalau untuk tantangannya, lebih ke internet yang kurang stabil, banyak distraksi di rumah, dan nggak ketemu orang alias social distancing. Karena tinggal di daerah, aku punya kendala di bagian jaringan internet yang kadang kencang, lemot, terus tiba-tiba bisa aja ilang. Selain jaringan internet, yang lebih nyata itu adalah distractiondi rumah. Karena keluargaku cukup besar, aku ngerasa setiap sesi kuliah di rumah, selalu ada-ada saja yang bikin aku kedistract, dan akhirnya mengganggu aktivitas kuliah. Misalnya, setiap video conferencebanyak suara adik-adik yang lagi lari-larian, suara mama kalau lagi terima telfon, suara lagi main game, dan banyak lagi sura-suara semacam itu yang akhirnya bikin aku jadi terdistract. Masih tentang distraction, selama di rumah orang tua juga cukup sering minta bantuan, padahal aku lagi dalam sesi video conference. Tapi, aku cukup memahami karena mereka gak taukuliah online itu seperti apa. Solusinya aku menjelaskan ke orang tuaku kondisi perkuliahan, jadi walaupun mereka kadang ingat kadang lupa, setidaknya makin ke sini, mereka makin memahami.

Masalah terakhir dan yang paling berasa adalah keterbatasan untuk bertemu orang lain alias social distancing. Karena sejujurnya, aku adalah orang yang nggakbisa nggakketemu orang seperti teman-teman, orang baru, dan lingkungan sosial lainnya. Aku rasa teman-teman yang lain juga kaya gitu, stress nggakketemu orang karna selalu di rumah aja. Aku nggak ketemu siapa-siapa kecuali keluarga selama di rumah. Hal itu ternyata mempengaruhi kondisi mentalku secara perlahan. Sama halnya dengan kuliah, sama-sama nggakketemu orangnya. Tapi kalau kuliah masih bisa digantiin sama sama online sedangkan kalau urusan sosial menurutku nggak. Memang, kita biasanya interaksi lewat social media (online), tapi setelah menjalani aturan baru selama pandemi ini, baru berasa face to facedengan orang sekitar itu ternyata penting sekali. Jadi merasa nggakada teman karena nggakada interaksi langsung sama mereka.

Gimana cara mengatasinya?

Untuk jaringan internet memang aku nggak bisa apa-apa, selain berharap jaringan segera membaik. Untuk distractionselama kuliah di rumah aku mengatasinya dengan ngobrol sama orang yang ada di rumah tentang kesibukanku selama kuliah, berapa lama aku belajar, dan apa aja yang aku perluin biar aku bisa belajar dengan tenang. Karena mereka melihat sendiri, akhirnya mereka paham juga dan udah ngerti aja kalau aku udah nongkrong depan laptop seharian. Terus, aku mulai merancang tempat belajar aku sendiri di rumah. Di situ udah lengkap peralatan yang aku butuhin dan set up-nya perlu diperhatiin biar nyamannya seharian. Jadi kalau aku udah mulai sama pertugasan kampus, aku get readysama set-upyang udah aku ciptain sendiri.

Khusus untuk masalah social distancing, sejujurnya aku benar-benar merasa nggak sehat secara mental karena itu. Tapi, bukan berarti aku pasrah aja untuk yang satu ini. Upaya yang aku lakuin adalah mengatur pola belajar dengan pola istirahat aku, termasuk pola makan. Menurutku belajar dan bikin tugas seharian, udah cukup bikin suntuk. Ditambah lagi dengan kurangnya interaksi bareng teman-teman. Karena aku harus di rumah aja dan gabisa ketemu mereka, aku belajar untuk tidak terlalu memforsir diri ketika mengerjakan tugas-tugas kuliah dan memberikan ruang kepada diri sendiri untuk melakukan apa yang ‘diri’ mau, salah satunya adalah dengan “Me Time”. Bisa dengan nonton, baca buku self-help, kadang tidur seharian, malas-malasan, dan menjauhkan diri dari gadget. Satu lagi, aku nemuin metode baru untuk menjaga kesehatan mentalku saat ini yaitu ‘reward yourself’. Artinya adalah memberikan penghargaan kepada diri sendiri atas pencapaian yang sudah dilakukan. Aku merasa bahwa diri kita layak untuk diberikan penghargaan atas apa yang telah dicapainya, sekecil apapun. Kalau buatku bentuknya memberikan diri sendiri satu minuman favorite setiap Hari Jum’at. Menurutku, itu bisa membantuku menjaga kesehatan dan membuat aku jadi lebih awaredengan diri sendiri. Oh iya, kenapa hari Jum’at karena menurut kepercayaanku Hari Jum’at adalah hari yang paling baik diantara semua hari. Itu aja sharing singkat pengalaman LFH dari aku. Semoga pandemi ini cepat berlalu ya!

Ditulis oleh David Mugti.