Seiring berkembangnya jaman, tentunya akan selalu memicu adanya tren-tren baru yang dianggap eksis dimasa itu. Perkembangan ini bisa dari segala macam ide, dari teknologi hingga cara berpenampilan. Dari setiap perkembangan tersebut, tentunya menimbulkan rasa ketertarikan tersendiri bagi siapa saja yang melirik dan tentunya dianggap keren jika mengikuti alur perkembangan tersebut. Maka dari itu, tak sedikit orang-orang yang selalu mengikuti perkembangan tren tersebut, apalagi dikalangan remaja yang sifatnya penasaran atau selalu ingin tahu.

 

Salah satu perkembangan yang dominan terlihat ialah cara berpakaian atau fashion yang sering digandrungi oleh anak-anak muda jaman sekarang. Penampilan tersebut meliputi baju, celana, dress, rok, dan aksesoris lainnya serta berbagai hal yang berkaitan dengannya. Dengan cara memadukan hal-hal tersebut, tentunya akan membuat gaya tersendiri atau nilai fashion bagi mereka. Fashion seolah-olah telah menjadi sebuah ciri khas dan kepribadian mereka. Sesuai dengan makna dari fashion itu sendiri, yaitu bersifat unik dan berani tampil beda. Hal tersebut merupakan pengaruh positif dari perkembangan fashion dikalangan remaja, yang juga mnejadikan mereka kreatif dan berani menampilkan jati diri sesuai dengan passsion mereka.

 

Bebas dalam bergaya atau memadukan hal-hal yang berkaitan dengan fashion yang membuat para remaja menjadi kreatif, bukan berarti tidak memiliki dampak negatifnya. Seperti yang dilansir oleh salah satu majalah online, The Guidon, dimana topik mereka ialah “Hype Me Up: The Hypebeast Phenomenon”. Istilah Hypebeast itu sendiri telah digunakan sejak awal 2000-an untuk menggambarkan “Pemburu Tren” seperti streetwear atau istilah untuk gaya-gaya yang biasa disebut seperti “gaya keseharian”, yaitu orang-orang, kebanyakan yang muda dengan usia mulai 13 hingga 18 tahun, yang berpakaian dengan brand-brand tertentu tetapi cenderung “berlebihan,” menurut dunia fashion. Perbedaan memakai streetwear seperti memadukan kemeja, celana jeans, sepatu kets untuk kenyamanan demi fashion yang jelas tujuannya adalah untuk mengenakan pakaian terbaru, sering kali high-end dan bermerek.

 

Dari permasalahan itu, muncul dampak dimana mereka yang disebut-sebut sebagai penggemar fashion atau “hypebeast” membentuk seperti kelompok dan menyebarkan identitas mereka didepan umum. Hingga sebagian besar anggota mereka adalah anak-anak sekolah dan ketika ditanya apa yang mendorong mereka untuk ikut bergabung dengan tren seperti ini, biasanya akan menjawab karena adanya pengaruh dari lingkaran pertemanannya. Pada tahun 2000-an banyak nama – nama baru yang muncul sebagai desainer berbakat di Indonesia yang memiliki karakteristik tersendiri dan gayanya yang independen yaitu seperti Sally Koeswanto, Tri Handoko dan Irsan. Sementara yang lain membuat desain yang mengadopsi gaya barat seperti Edward Hutabarat dan Anne Avantie, yang mendedikasikan kreasi mereka dengan mendesain kostum tradisional dengan nama ‘Blus Kebaya’ dan terdapat sentuhan modern. Dengan adanya kostum tersebut, membuat busana tradisional Indonesia terlahir kembali dan dicintai oleh kalangan muda sehingga mereka lebih menghargai seni tradisional.

 

Perkembangan fashion tidak luput dari istilah “hipster” , Hipster adalah seseorang yang memiliki pengetahuan lebih tentang sesuatu yang lebih trending dibanding dengan orang lain. Orang-orangan hipster juga tersebar luas di seantero Indonesia, terutama di Jakarta. Akan tetapi, hal ini memiliki dua efek yaitu positif dan negatif, terkadang orang yang terlalu trending akan memiliki sifat westernisasi yaitu sifat kebarat-baratan dimana mereka tidak menghargai  budayanya sendiri, hal ini sangatlah berbahaya karena telah menyimpang dari nilai-nilai nenek luhur kita. Budaya barat yang menjadi kiblat budaya dunia telah menjadi momok mengerikan bagi negara kita, budaya dimana semakin menggunakan pakaian yang bersifat you can see adalah yang semakin modern. Hal tersebut sangatlah dipandang negatif bila di budaya kita, sangatlah tidak masuk akal apabila terjadi asimilasi karena akan melibatkan berbagai pro  dan kontra dari asimilasi yang ada.

 

 

Saya pribadi suka dengan budaya luar, bukan berarti saya ingin mengikuti budaya luar seperti yang dilakukan orangorang hipster, saya sendiri bangga akan budaya saya. Sebagai bukti saya bangga mengenakan baju batik apabila berpergian ke kampus, saya sangatlah menghargai nilai filosofi yang terkandung dalam pakaian batik. Negara kita adalah negara yang sangat kaya akan budaya yang tersebar luas di seluruh Nusantara. Setiap daerah hampir memiliki budaya khas masing-masing. Saya juga tertarik budaya selain fashion seperti musik, upacara adat, dll karena menurut saya hal tersebut merupakan hal yang unik. Saya senang melihat hal-hal tersebut.

 

Inti dari artikel ini adalah apabila anda menyukai budaya luar sebaiknya anda lebih menyukai budaya sendiri karena budaya kita menyangkut nilai-nilai luhur kita dan mencakup juga nilai perjuangan dalam kemerdekaan Indonesia. Kita sebagai rakyat Indonesia yang tercinta haruslah cinta akan buadaya kita sendiri. Boleh saja menyukai budaya luar asalkan dapat menghilangkan sifat westernisasi, karena sifat itu berbahaya bagi keutuhan nilai dan norma budaya kita. Bagaimiana caranya? Tentu dengan hal-hal sederhana seperti mendalami nilai-nilai adat dalam buadaya daerah kita, atau lebih baiknya budaya daerah lain dan menancapkan sifat cultural sensitivity dan cultural awareness. Dengan adanya sifat tersebut saya yakin budaya kita dapat menjadi lebih baik dari budaya luar dan akan lebih banyak orang luar yang ingin mempelajari budaya kita.

 

Dani Rachmat Ramadhan

2101696550