Melihat fakta bahwa Indonesia adalah negara dengan keanekaragaman suku dan budaya yang sangat tinggi, pluralisme tentu sangat perlu diwujudkan sepenuhnya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pluralisme sebagaimana definisinya yaitu suatu paham atau pandangan hidup yang mengakui dan menerima adanya kemajemukan atau keanekaragaman dalam suatu kelompok masyarakat (Abdullah, 2014). Namun sayangnya konsep pluralisme ini sering disalahartikan. Ada kecenderungan masyarakat yang menganggap pluralisme dapat menghapus kelompok asli atau dominan.

Banyak masyarakat menganggap bahwa konsep pluralisme sama maknanya dengan akulturasi atau asimilasi. Tetapi, ketiga konsep tersebut adalah hal yang berbeda. Jika pada akulturasi dan asimilasi, kebudayaan lama kita dapat semakin terkikis dan bahkan menciptakan kebudayaan baru. Dalam pluralisme, kita tidak mengkirkan  kebudayaan lama kita, namun cenderung mendorong terbukanya mata kita akan perbedaan dengan budaya lain yang ada dalam masyarakat. Dengan terbukanya kita dengan perbedaan yang ada, maka kita akan lebih menerima perbedaan tersebut dan mendapatkan nilai-nilai baik yang dapat dikembangkan bersama untuk membentuk hubungan kemasyarakatan yang baik. Semangat pluralisme akan memperkaya nilai dari negeri kita. Dengan adanya pluralisme, setiap suku dan budaya akan menunjukkan jati dirinya tanpa didiskriminasi dan itu merupakan hal positif karena dengan demikian penurunan jumlah suku di Indonesia dapat dicegah.

Kita sebagai generasi muda penerus bangsa, memegang peranan yang sangat penting untuk mencanangkan konsep pluralisme menjadi lebih dari sekedar konsep namun menjadi realitas yang dapat benar-benar dirasakan dalam masyarakat dengan nyata. Hal termudah untuk mewujudkan ini adalah dengan menerapkannya ke pribadi kita masing-masing. Dengan menerapkannya, kita akan menunjukkan sifat-sifat yang selaras dengan nilai pluralisme dan semboyan serta dasar negara kita yang berkaitan dengan persatuan, contohnya menerima pendapat atau pandangan yang diberikan oleh masyarakat yang berbeda latar belakangnya dengan kita. Selain itu, ingatlah selalu semangat pemuda ketika mengikrarkan Sumpah Pemuda. Pada saat itu mahasiswa dan generasi muda sangat bersemangat meyatakan bahwa Kami Putra-Putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, berbangsa yang satu, dan tentunya menjunjung tinggi bahasa persatuan Indonesia.

Setelah menerapkannya dalam diri kita pribadi, kita dapat menyebarkan semangat persatuan kepada masyarakat di sekitar kita. Cara menyebarkannya pun dapat sangat beragam. Walaupun membawa perubahan adalah hal yang susah, saya yakin jika kita bekerja sama, maka perubahan yang positif ini dapat terjadi. Selain itu, kita sebagai generasi muda yang semakin terbuka akan globalisasi dan mobilitas dapat menggunakan berbagai saluran untuk menyuarakan pluralisme di masyarakat. Contohnya ada Ernest Prakarsa, seorang Stand Up Comedian yang juga menjadi aktor sekaligus sutradara. Beliau adalah sosok generasi muda keturunan Tionghoa yang mengangkat cerita kehidupannya menjadi suatu karya film yang berjudul “NGENEST, Kadang Hidup Perlu Ditertawakan”.

Film yang diproduksi Based on True Story ini menceritakan banyaknya bully yang diterima oleh Ernest ketika ia masih kecil hanya karena ia merupakan kaum minoritas (keturunan Cina). Ernest takut jika kelak ketika ia memiliki anak, anaknya akan dibully juga seperti apa yang telah dialaminya. Oleh karena itu, ia selalu memikirkan jalan keluarnya. NGENEST adalah film yang sarat akan pesan moral namun dikemas dengan ringan dan menghibur, sesuai dengan genrenya yaitu drama dan komedi. Banyak sekali pelajaran-pelajaran yang dapat diambil seputar isu harmonisasi serta pluralisme dalam masyarakat kita yang heterogen ini. Film ini bisa dijadikan suatu sarana untuk “menyentil” pelaku bully untuk sadar bahwa perlakuan mereka akan berdampak panjang bagi korban bully kedepannya.

Perbedaan yang ada seharusnya tidak ditanggapi serius dengan jalan yang negatif. Apalagi kita,  mahasiswa yang memiliki nalar dan berbagai ilmu yang dapat membuka cara berpikirnya. Harusnya setiap perbedaan kita terima secara positif agar kita dapat mengambil setiap nilai baik yang pasti ada di dalam suku atau budaya yang sangat kaya di Indonesia ini. (CE)

 

Referensi

Abdullah, C. (2014, June 28). Pluralisme, Negara dan Agama. Retrieved October 27, 2017, from Kompasiana: https://www.kompasiana.com/heruab/pluralisme-negara-dan-agama_54f6d77da33311c45c8b4999

 

By: Clarisa Emeralda