Indonesia memiliki tingkat pertumbuhan pengguna perangkat teknologi yang cukup besar. Saat ini, negara kita memiliki sekitar 41,3 juta pengguna smartphone dan enam juta pemilik tablet (techninasia.com, Juni 2014). Namun, televisi tetap memainkan peran sangat penting bagi masyarakat. CEO MNC Group Hary Tanoesoedibjo mengatakan, masyarakat Indonesia yang jumlahnya hampir mencapai 250 juta, mencapai 95 persen dari jumlah penduduk merupakan pemirsa televisi yang mendapatkan informasi dari televisi. Kedua, masyarakat mendapat informasi dari Internet (30 persen), kemudian berturut-turut radio (23 persen) dan cetak (12 persen) (kompas.com, Agustus 2013). Dengan jumlah pemirsa yang sangat banyak, televisi memiliki posisi strategis untuk menjadi agen sosialisasi ideologis suatu nilai-nilai tertentu di masyarakat melalui fungsi sebagai penerus warisan sosial (transmission of the social  heritage). Televisi memang memiliki pengaruh lebih besar  dibandingkan media massa yang lain. Hal ini disebabkan sifat audio-visualnya yang mampu mengatasi hambatan literasi khalayaknya

            Baru-baru ini KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) bersama Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) melakukan survei tentang “Indeks Kualitas Program Siaran televisi” untuk periode Maret-April 2015. Hasil survei tersebut diumumkan ke publik pada 9 Juni 2015 lalu. Hasil survei yang diumumkan itu menyebutkan hasil nilai rata-rata indeks kualitas program acara televisi dari 45 program acara dari 15 televisi berjaringan dengan nilai 3,25 atau di bawah standar baik yang diterapkan KPI, 4,0. Program Acara Religi:4,10; Program Acara Wisata: 4,09; Talkshow: 3,78; Program Acara Berita: 3,58; Program Acara Komedi:3,13, Program Acara Anak-anak:3,03; Program acara Variety Show:2,68; Program Acara Sinetron/FTV/Film: 2,51; Program Acara Infotainment:2,34.

Program televisi yang dinilai berkualitas baik adalah tayangan religi dan wisata budaya, yang masing-masing mendapatkan nilai indeks 4,10 dan 4,09. Namun, itu hanyalah dua dari sembilan kategori program yang dinilai dalam survei tersebut. Bahkan untuk program sinetron, infotainment dan variety show, hasil survey KPI menunjukkan nilai indeks yang paling rendah. Padahal tiga program ini justru tampil di waktu-waktu utama (prime time) televisi dengan jumlah yang banyak pula. Sementara untuk siaran budaya dan religi yang dinilai masyarakat sebagai program berkualitas justru kehadirannya tidak sesering tiga program dengan indeks rendah tersebut. Hal ini memberikan kesimpulan bahwa program televisi cenderung mempertontonkan tayangan sensasional dan berkualitas rendah.

            Harian kompas, dalam tajuk rencananya menyampaikan bahwa hasil survei KPI ini membenarkan keluhan banyak orang tentang minimnya perhatian industri televisi sebagai pendidik. Industri media dipandang lebih mendahulukan usaha ekonominya, sehingga sisi idealisme justru dikesampingkan. Hasil survei ini seakan membuktikan bahwa selama ini televisi menjadi alat pembodohan dan perusak moral. Menurut ketua KPI Pusat Judhariksawan, masyarakat dicekoki dengan tayangan-tayangan yang justru tidak memberikan manfaat bagi peningkatan kualitas kepribadian bangsa. Rendahnya nilai rata-rata indeks kualitas itu akan menjadi perhatian KPI lebih lanjut untuk memberikan masukan dan pembinaankepada sejumlah Lembaga Penyiaran yang memiliki program acara dengan indeks di bawah standar ukuran KPI. (Sumber : Komisi Penyiaran Indonesia)

Lu’lu F Jannah D5443