Cyberbullying atau Kebebasan Berpendapat
Sosial media sudah menyebarluas dimana-mana. Sosial media merupakan salah satu sarana yang memudahkan kita untuk mengeluarkan suara kita secara bebas. Kemudahan penggunaan dan adanya fitur-fitur menarik yang disediakan oleh sosial media serta jangkauannya yang luas, membuat orang tidak ragu untuk menggunakannya. Namun, tak jarang permasalahan dan pertikaian baru muncul karena tulisan yang dimuat. Banyak kasuss berujung di pengadilan atau kematian.
Di sosial media, ada cyberbullying. Menurut Wikipedia, cyberbullying merupakan segala bentuk kekerasan yang dialami anak atau remaja, dan dilakukan oleh teman seusia, melalui dunia maya atau internet. Atau kejadian dimana seorang anak atau remaja diejek, dihina, diintimidasi, atau dipermalukan oleh anak atau remaja lain melalui media internet, teknologi digital atau telepon seluler.
Pada dasarnya, cyberbullying terjadi karena adanya kebebasan seseorang dalam menggunakan media sosial. Memang, kita sebagai pengguna media sosial memiliki kebebasan penuh atas apa yang mau kita kirim, baik itu tulisan, gambar, video maupun rekaman suara. Namun, kebebasan yang diberikan ini kadangkala membuat orang tidak mengetahui batasan, sehingga apa yang mereka bagikan di dunia maya dengan atau tanpa mereka sadari dapat melukai orang lain.
Mungkin beberapa dari kita akan terpikir, “Loh, ini kan hanya tulisan di internet. Kalau tidak suka, ya tidak usah dibaca. Tidak usah terlalu baper (bawa perasaan), santai saja.”
Sayangnya, tidak semua orang yang menjadi korban dari cyberbullying bisa merespon dengan sesantai itu. Apalagi jika berbicara mengenai jangkauan internet yang sangat luas. Informasi yang berada di satu titik bisa dengan mudah disebarkan ke berbagai penjuru dunia dalam waktu yang singkat. Mungkin contoh kasus nyata berikut bisa membantu kita memahami dampak cyberbullying itu.
Brandy Vela adalah seorang gadis berusia 18 tahun dari Texas. Sebagai seorang pelajar biasa, ternyata Brandy memiliki sekumpulan orang yang tidak menyukainya. Kemudian orang-orang tersebut membuat sebuah akun Facebook palsu yang mengatasnamakan Brandy dan bertingkah seolah-olah akun tersebut betul milik Brandy. Di dalam akun itu, mereka menampilkan citra Brandy sebagai perempuan yang “nakal”. Banyak orang mempercayai bahwa akun tersebut merupakan akun asli Brandy. Brandy pun mulai dibully di sekolahnya dan menjadi bahan omongan orang satu kota.
Lama-kelamaan hal itu membuat Brandy depresi. Ia bingung tak tahu caranya menghentikan kekacauan itu. Akhirnya, di usianya yang ke 18 tahun, Brandy memutuskan untuk mengakhiri nyawanya dengan menembak dirinya dengan pistol di rumahnya.
Pertanyaannya, apakah media sosial merupakan pembawa pengaruh buruk? Jawabannya tentu tidak. Pada dasarnya, sosial media diciptakan dengan tujuan memudahkan orang untuk berkomunikasi satu sama lain dengan mudah, bahkan dengan orang yang tinggal berjauhan sekalipun. Selain itu, media sosial juga membantu mengangkat kreativitas orang-orang untuk lebih berani berkarya. Hal ini dibuktikan dengan munculnya vlogger, beauty vlogger, penyanyi, pemain musik, dan masih banyak lagi yang mulai menata karir mereka melalui media sosial. Selain itu, media sosial juga dapat menjadi tempat seseorang untuk berani berbicara kepada publik secara digital. Dengan demikian, kesalahan bukan terletak pada media sosial sebagai alatnya, melainkan tanggung jawab dari masing-masing penggunanya.
Sebagai pengguna media sosial, kita berhak untuk mengatur dan mengelola media sosial yang kita miliki, termasuk mengenai apa yang mau kita kirimkan ke dunia maya. Namun, dalam pelaksanaannya, kita juga harus tetap memikirkan pengguna lain. Orang yang menggunakan dunia maya bukan hanya kita sendiri, melainkan ada ratusan juta pengguna lainnya yang tersebar di seluruh dunia.
Kita memang diperbolehkan untuk mengirim konten secara bebas ke dunia maya, tapi pastikan apa yang kita kirim tersebut tetap menghormati dan tidak menyinggung pihak manapun. Ibaratkan hak kita dalam menggunakan sosial media tersebut dengan hak asasi manusia yang kita miliki. Sebagai manusia, kita memiliki hak masing-masing yang harus kita dapatkan. Namun, sebagai balasannya kita juga tidak boleh merusak atau mengganggu hak orang lain. Sederhananya, jika tidak ingin dipukul orang, maka janganlah memukul. Jika kita tidak ingin dihina, maka janganlah dihina.
Cobalah untuk menempatkan diri kita di posisi orang lain sebelum berkata-kata. Apabila kita yang menerima ejekan, cacian atau hinaan, apakah kita bisa menerimanya dengan lapang dada? Kita juga harus belajar untuk jangan menyepelekan segala sesuatu. Jangan pernah berpikir bahwa candaan yang kita lontarkan hanya guyonan semata dan orang yang kita ejek akan menerima guyonan tersebut. Jangan sampai candaan itu melukai si penerima lebih dalam dari yang kita duga. Jika semua orang bisa memiliki pola pikir semacam ini, sebelum mengirimkan sesuatu ke dunia maya, pikirkanlah dengan matang jangan sampai informasi yang kita kirim itu mengakibatkan cyberbullying..
Comments :