Bebas, Bebas, Sebebas-bebasnya!
Kebebasan. Apa yang ada di pikiran Anda ketika mendengar kata bebas? Sebagian dari kita mungkin membayangkan burung di udara, narapaidana keluar dari sel tahanan, atau karya seni abstrak yang Anda sendiri tidak pahami. Kebebasan pada dasarnya berarti tanpa aturan, tanpa larangan apapun, tanpa keterikatan pada pihak manapun. Dan tak dapat dipungkiri segala yang bebas rasanya pasti nikmat. Kita bebas lakukan apapun yang kita mau, bertindak dan bicara apapun yang kita suka, mengekspresikan diri dan memenuhi kebutuhan dengan cara kita sendiri. Bebas! Tidak ada yang melarang. Nyatanya, kebebasan tidak semudah dibayangkannya. Dalam kehidupan, kebebasan yang tanpa syarat membawa kekacauan dunia. Bayangkan jika kita bebas mengambil barang kebutuhan tanpa perlu membayar, bebas membunuh, bebas bertutur kata. Betapa kacaunya dunia penuh egoisme diri dan kerakusan. Oleh karenanya kebebasan bagi saya, adalah konsep yang utopis.
Dalam tutur kata, misalnya. Kebebasan bukanlah sesuatu yang selalu menyenangkan. Malah untuk beberapa kasus, ia menjadi senjata makan tuan. Kebebasan berekspresi dianggap sebagai kemajuan yang baik: apapun yang hendak kita sampaikan pasti diterima publik, begitupun sebaliknya. Toh, ini negara yang membebaskan ekspresi diri dan penyampaian pendapat, bukan? Lihat sendiri buktinya dalam undang-undang. Tapi tunggu dulu. Dalam kenyataan, kebebasan ini bukan berarti tanpa syarat. Kita memang bebas berpendapat, namun haruslah mengikuti tata cara yang berlaku. Kita bebas bertindak, tapi bertanggung jawablah atas tindakan. Ketika kita hendak bertutur kata, yakinlah bahwa kata-kata yang kita gunakan tepat sesuai dengan konteks dan tujuan kita. Seperti kita ketahui bersama, dewasa ini banyak sekali kasus pencemaran nama baik, tuntutan atas fitnah, atau perkataan yang dianggap merusak citra pihak tertentu yang naik ke pengadilan. Akhirnya kebebasan bicara tanpa aturan itu dapat merenggut kebebasan individu secara harafiah, lewat jalur hukum akhirnya masuk penjara. Ini menjadi bukti konkret bahwa kebebasan haruslah kita hayati sebagai sesuatu yang melegakan, namun juga punya koridor batas yang harus kita ikuti langkah demi langkahnya.
Sebagai penulis, pasti banyak tantangan sehubungan dengan kebebasan. Jangan sampai kebebasan yang ada disalahgunakan dan menjadi pisau bermata dua yang menusuk kita dari depan. Agaknya, kebebasan haruslah disadari eksistensinya yang tidak membungkam kita lagi, namun disatu sisi tidak menghujat atau merugikan pihak lain. Bagi penulis, kebebasan adalah tantangan. Namun bagaimana caranya kita mengekspresikan kebebasan, serta bagaimana kebebasan mampu melepas rantai yang membelenggu gagasan kita, disitulah letak nikmatnya menjadi bebas. Maka berkaryalah, tulislah, nyatakannya sebebas-bebasnya dengan tentu saja memperhatikan jejak langkah aturan yang ada, agar kita tidak tersesat dan tidak jadi bumerang bagi diri sendiri. (SC)
Comments :