Toxic Masculinity Di Film The Batman
Sebagai lelaki, kita dituntut oleh masyarakat sosial untuk harus mempunyai jiwa pemimpin untuk bisa memimpin diri kita sendiri, orang lain, dan keluarga kita nanti. Kita dididik untuk mempunyai sifat yang kuat, berwibawa, pintar dalam istilah “street smart” dan berbagai macam lainnya. tapi terkadang dengan adanya kewajiban tersebut, tumbuhlah stigma yang buruk yang diciptakan oleh masyarakat sosial yang mengharuskan kita para lelaki untuk melakukan hal-hal yang bisa merugikan diri sendiri. Contoh dari stigma tersebut yaitu lahir kata “cowo tidak boleh menangis, tidak boleh menunjukkan emosi mereka karena dipandang lemah, atau cowo harus bisa berantem” dan lain-lain. Walau terkadang stigma tersebut bisa mendidik kita untuk menjadi lebih Tangguh lagi, tetapi secara keseluruhan stigma tersebut juga bisa membawa masalah yang lebih buruk lagi. Masalah tersebut yaitu lahirnya “toxic masculinity”.
Toxic masculinity sendiri merupakan sesuatu sikap yang sangat berbahaya untuk para lelaki. karena dengan adanya sifat tersebut, mereka mempunyai keterbatasan untuk bisa mengekspresikan emosi mereka sendiri secara sehat dan benar tanpa harus merasa malu dan dan dipandang lemah oleh orang lain. Para lelaki yang mempunyai sifat ini biasanya lebih milih untuk memendam perasaan mereka atau mereka biasanya mengekspresikan nya dengan cara yang salah alias kekerasan. Selain lahir dari pandangan atau tuntutan masyarakat, biasanya toxic masculinity juga lahir dari pengaruh media seperti film. Contohnya yaitu film the Batman yang keluar 2021 kemarin. Secara singkat, the batman menceritakan tentang karakter bruce wayne yang kehilangan orang tua nya yang dibunuh semenjak ia kecil dan akhirnya ia memutuskan untuk membalas dendam dengan menjadi sosok vigilante yang tugasnya yaitu membantu orang-orang sekitar dengan menggunakan kekerasan yang ditujukan terhadap karakter-karekter buruk di film tersebut seperti mafia, criminal, dan lain-lain. Benar, karakter bruce wayne ini atau the batman bisa dibilang mempunyai tujuan yang baik. Namun menurut analisis saya sendiri, karakter the batman ini adalah sosok yang rapuh, rusak, terganggu mental nya, gagal untuk bisa melupakan atau memaafkan masa lalu, sehingga cara ia mengekspresikan emosinya juga salah. Bayangkan saja, ia menghabiskan waktunya setiap hari untuk berkelahi di malam hari mengorbankan nyawanya sembari memakai jubah dia yang menyerupai sosok kelelawar. Apa yang dia lakukan di film tersebut tentu saja bisa membuat kita para audiens merasa terhibur. Tetapi jika kita bandingkan dengan kehidupan nyata, aksi yang dia lakukan tersebut merepresentasikan aksi dari seorang manusia yang rusak dan manusia yang terjerat dengan sifat toxic masculinity. Contohnya umumnya jika terdapat seorang yang kehilangan orang yang dicintainya, maka pertama ia akan menghabiskan waktunya untuk berduka. Dengan menangis, atau mungkin di iringi oleh rasa emosi lainnya seperti marah. Kemudian jika diperlukan, orang tersebut akan dikelilingi oleh orang-orang terdekatnya untuk bisa membantu melalui rasa kesedihan tersebut. Pada akhirnya kita semua adalah mahluk sosial yang membutuhkan orang lain juga untuk bisa mengatasi sebuah masalah. Kemudian bisa juga dibantu oleh seorang psikiater untuk membantu mengatasi masalah-masalah yang timbul setelah kita berduka untuk bisa melalui masalah tersebut sehingga kita bisa melalui proses healing dan menjadi lebih tenang lagi. Tetapi tidak dengan sosok the batman tersebut. Dia tidak pernah sekalipun menunjukkan ekspresi kesedihan nya dengan menangis. Menjauhkan diri dari masyarakat, tidak menjaga diri nya sendiri, merusak kesehetahan nya, meninggalkan kewajiban dia sebagai public figure and business man dan lain-lain. pada akhirnya ia memilih untuk memendam itu semua dan mencoba untuk mengatasi masalah dia sendiri dengan kekerasan.
Kita semua para lelaki tentu mempunyai tuntutan masing-masing dan kewajiban yang harus kita lakukan. Tetapi pada akhirnya, kita juga seorang manusia yang tidak lepas dari kesalahan. Kita adalah mahluk sosial yang juga membutuhkan orang lain. Memendam masalah tidak akan membuat diri kita menjadi lebih tangguh dan kuat. Sama hal nya dengan mengatasi masalah dengan kekerasan. Kedua tersebut hanya akan membuat kita lebih terpuruk dari sebelumnya. Belajar lah untuk bisa memaafkan diri sendiri, dan belajarlah untuk bisa mengekspresikan emosi kita dengan benar. Menangis tidak membuat kita lebih lemah melainkan membuat kita menjadi lebih tenang. Meminta bantuan bukan berarti kita gagal memimpin, melainkan menunjukkan bahwa kita juga mau untuk mendengarkan orang lain. menurut saya sendiri, film the batman merupakan film yang sangat layak di tonton. Tetapi film tersebut menunjukkan sebuah pesan tentang perilaku apa yang harus kita jauhi sebagai manusia.
Comments :