Implementasi Undang-undang di Indonesia ke Dalam Media Massa: Apakah Perlu?
Indonesia sebagai negara hukum tentu memiliki Undang-undang sebagai aturan negara yang sepatutnya ditaati oleh seluruh warga negaranya, karena undang-undang dibuat sebagai pedoman masyarakat dalam berperilaku guna menciptakan ketertiban dalam kehidupan sosial. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, adanya rancangan Undang-undang dapat dengan mudah diketahui oleh masyarakat melalui media massa, proses penyebaran pesannya yang lebih cepat dan efisien membuat pengguna teknologi digital tidak khawatir akan ketinggalan informasi. Media massa seolah mempermudah proses penggunanya dalam bertukar informasi hingga ke dalam aspek berniaga. Saat ini sebagian besar masyarakat tentu mengenal istilah e-commerce dan tak sedikit dari mereka yang lebih menyukai kegiatan jual beli melalui online karena dianggap lebih praktis dan murah.
Hadirnya toko online lambat laun mulai menggeser eksistensi toko retail yang lebih dulu digemari oleh masyarakat dalam hal jual beli, namun akibat digitalisasi perlahan kegiatan transaksi tradisional mulai ditinggalkan dan beralih ke transaksi online. Kemudahan informasi yang diberikan oleh teknologi memang memberikan berbagai macam keuntungan bagi penggunanya, misalnya saja pada pelaku bisnis yang mulai bekerja sama dengan media massa dalam promosi produknya.
Melalui media massa seseorang dapat saling bertukar informasi dengan pengguna lain dari berbagai belahan dunia, misalnya saja media massa yang sedang digandrungi oleh berbagai kalangan, yaitu tiktok. Konten yang disediakan tiktok berasal dari para creator tiktok yang berasal dari berbagai negara, melalui tiktok pengguna dapat mengetahui informasi dari negara lain yang diberikan oleh content creator tersebut.
Media massa memungkinkan penggunanya untuk memilih preferensi konten dari setiap penggunanya, maka tak heran jika kadang kala timeline media sosial seseorang menyesuaikan penggunanya. Akibat cepatnya proses informasi yang terjadi di media massa, membuat masyarakat sebagai penerima pesan tidak melakukan re-checking kembali terhadap pesan yang diterimanya melalui media, ironisnya tak sedikit berita yang disampaikan oleh media massa bersifat hoax atau berita palsu. Dilansir dari Kominf.go.id sebanyak 800.000 situs yang tersebar di media massa Indonesia yang terindikasi sebagai penyebar berita palsu. Kondisi ekosistem media digital di Indonesia saat ini membuat aktivitas jurnalistik mengalami perubahan, karena di era digitalisasi saat ini masyarakat berpotensi menyebarkan informasi melalui smartphone miliknya atau yang dikenal dengan istilah citizen journalism yang mana masyarakat menyebarkan sendiri informasi yang didapatkannya melalui media digital, seperti halnya yang saat ini lumrah terjadi yaitu konten di media sosial yang berisikan video mengenai musibah yang terjadi di suatu tempat yang disebarkan oleh masyarakat yang bukan berprofesi sebagai jurnalis.
Pers sendiri dalam undang-undang pers didefinisikan sebagai lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melakukan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik secara tulisan, suara, gambar, audio visual, serta data dan grafik atau pun dalam bentuk lainnya yang penyebarannya dilakukan melalui media elektronik, media cetak, serta media lainnya.
Melalui definisi pers di atas, maka dapat dikatakan bahwa berbagai jenis pers yang terdapat di Indonesia saat ini semua dilindungi oleh undang-undang pers, oleh karenanya penting bagi masyarakat agar lebih cermat dalam memilih media yang memiliki kredibilitas yang akan dijadikan tempat memperoleh informasi. Berita hoax yang tersebar di media massa sifatnya sangat berbahaya karena dapat menggiring opini serta pandangan buruk mengenai sesuatu yang berasal dari pesan informasi yang belum jelas kebenarannya.
Kejahatan yang terjadi di media massa seperti penyebaran berita hoax, penipuan di media online, serta cyber bullying memberikan dampak baru bagi penggunanya. Tak jarang seseorang berani melakukan kejahatan di media online karena sifatnya yang heterogen sehingga tidak dapat terdeteksi secara langsung pelaku kejahatan tersebut. Keberadaan fitur kolom komentar pada media sosial seolah membuka peluang bagi para pelaku cyber bullying untuk melancarkan aksinya di media massa. Akibat yang dialami oleh korban cyber bullying pun tidak bisa dianggap remeh, tak sedikit dari mereka yang merasa terganggu dengan ujaran kebencian di media sosial dan kemudian memilih untuk mengakhiri hidupnya karena tidak tahan dengan komentar negatif yang diberikan oleh para pelaku cyber bullying, seperti yang terjadi pada salah satu selebriti asal Korea Selatan yang mengalami bullying di media sosial pada akun instagram miliknya. Kolom komentar yang terdapat di fitur instagram, memungkinkan penggunanya untuk mengirimkan komentar pada setiap postingan yang dikirim di instagram. Tak hanya itu, kejahatan lainnya yang terjadi di media massa adalah penyebaran data pribadi yang kemudian berujung pada penipuan online. Kasus tersebut dinilai sebagai bentuk pelanggaran pencemaran nama baik sehingga pelaku dapat terjerat undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Data pribadi pengguna meliputi nomor telepon, usia, alamat email, serta nama pengguna akan terdaftar di media sosial miliknya, sehingga kemudian muncullah oknum tidak bertanggung jawab yang akan menjual data privasi pengguna media massa kepada yang membutuhkan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi pribadi pengguna media massa. Maka, tak heran jika pada era digitalisasi saat ini banyak terjadi penipuan online sebagai imbas dari mudahnya pertukaran informasi. Oleh karenanya, implementasi undang-undang di Indonesia perlu diimplementasikan ke dalam aturan bermedia sosial, agar meminimalisir kejahatan dan tindak pidana yang terjadi di media massa karena sebagian besar kasus yang terjadi di media massa merupakan kasus pencemaran nama baik atau penghinaan yang terjadi di media online.
Referensi:
Akbar, A. (2018). DIGITAL EKOSISTEM (T. Rahmawati (ed.)). Republika Penerbit.
A, Y. (2013). Ada 800.000 Situs Penyebar Hoax di Indonesia. https://www.kominfo.go.id/content/detail/12008/ada-800000-situs-penyebar-hoax-di-indonesia/0/sorotan_media
Nurlatifah, M. (2018). Posisi Undang-Undang Pers Indonesia Dalam Ekosistem Media Digital. Profetik: Jurnal Komunikasi, 11(1), 71. DOI: https://doi.org/10.14421/pjk.v11i1.1289
Sahputra, D. (2019). Perlindungan Hak-Hak Anak dalam Perspektif Komunikasi Massa. Jurnal HAM, 10(2), 233. DOI: https://doi.org/10.30641/ham.2019.10.233-248