Apakah anda pernah mendengar atau membaca komentar seperti, “Anak itu harus dikerasin biar mentalnya kuat!”, atau “Anak-anak zaman sekarang pada lembek ya, pas zaman saya..”, dan komentar-komentar lain yang mendukung cara mendidik anak dengan keras? Banyak orang dari generasi-generasi sebelumnya percaya bahwa anak akan menjadi kuat secara mental dengan didikan keras yang tidak terlepas dari hukuman fisik dan menghina anak, namun apakah kepercayaan mereka itu benar?

Kekerasan verbal maupun nonverbal dari orangtua ke anak yang ada dalam didikan para orangtua dari generasi-generasi sebelumnya tidak terlepas dari adanya komunikasi yang buruk. Tujuan utama dari komunikasi adalah memastikan bahwa komunikator dan komunikan memiliki pengertian yang sama terhadap pesan yang disampaikan; komunikasi juga melibatkan berbicara dan mendengar. Saat terjadi kesalahan dalam berbicara maupun mendengar, pesan tidak akan dimengerti dengan baik, yang berarti komunikator dan komunikan tidak memiliki pengertian serupa terhadap sebuah pesan. Dalam mendidik anak, miskomunikasi kerap terjadi saat orangtua maupun anak tidak mendengarkan satu sama lain atau orangtua tidak menyampaikan pesan dengan cara yang dimengerti oleh anak. Hal ini disebabkan oleh orangtua yang tidak bisa membaca kepribadian anak dan membuat pesan yang cocok dengan pola pikir anak mereka.

Mengapa bisa terjadi komunikasi yang buruk di rumah? Hal ini diantaranya disebabkan oleh individualisme, kurangnya kesabaran, lingkungan rumah yang buruk, dan kurangnya waktu yang dihabiskan bersama oleh anggota keluarga. Semua faktor ini dapat berkontribusi pada berkurangnya komunikasi di antara anggota keluarga. Komunikasi adalah keahlian yang harus dilatih dengan baik, dan saat seseorang lebih banyak berkomunikasi keahlian yang dia miliki juga akan berkembang. Sebaliknya, semakin sedikit seseorang berkomunikasi maka kemampuan yang dimiliki olehnya tidak akan mengalami perkembangan.

Komunikasi yang buruk diantara anggota keluarga tidak sekedar menyebabkan pertengakaran kecil sehari-hari, namun juga dapat menyebabkan kekerasan dalam rumah tangga. Dampak dari komunikasi yang buruk diantara orangtua dan anak adalah penyalahgunaan wewenang oleh orangtua, ketidakpercayaan pada sesama anggota keluarga, argumen yang dapat berujung ke kekerasan secara fisik, dan hilangnya ikatan emosional diantara sesama anggota keluarga.

Aksi yang dilakukan oleh orangtua berpendidikan keras yang menunjukkan komunikasi yang buruk merupakan mencemooh, meneriaki, memukul, dan mengabaikan anak. Fakta bahwa orangtua memilih untuk menggunakan kekerasan verbal maupun nonverbal agar anak menaati perintah menunjukkan bahwa mereka tidak bisa berkomunikasi dengan baik yaitu meyakinkan pihak lain, yaitu anak untuk menuruti mereka dan juga tujuan utama dari komunikasi, yaitu pengertian pesan oleh komunikator dan komunikan tidak tercapai. Anak-anak yang mengalami kekerasan verbal maupun nonverbal menuruti perintah orangtua, namun mereka tidak melakukannya karena mengerti alasannya namun karena mereka tidak ingin mengalami kekerasan dari orangtua.

Secara psikologis, anak yang mengalami kekerasan verbal maupun nonvernbal mengalami PTSD (post-traumatic stress disorder), gangguan kecemasan, OCD, rendahnya harga diri, dan juga kecenderungan narsistik, dan depresi (Bennetts, 2006; Brennan, 2001; Choi et al., 2009; Polcari et al., 2014; Teicher et al., 2006; Teicher et al., 2010; Tomada et al., 2011). Kekerasan verbal juga melukai harga diri seseorang, dan semakin banyak kekerasan verbal yang dialami oleh maka toleransi mereka terhadap perkataan-perkataan yang negatif makin tinggi. Mereka tidak yakin mengenai kenyataan dan mudah percaya dengan apa yang dikatakan oleh orang yang mencemooh mereka (Bennetts, 2006). Harga diri yang rendah dan kesehatan menta yang buruk akan membuat korban dari kekerasan verbal mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya, bahkan jika korban sudah tumbuh dewasa. Ada kemungkinan bahwa korban akan memiliki kecenderungan untuk memiliki batasan pribadi yang rendah, kesulitan untuk menolak dan merasa harus menyenangkan orang lain, dan kecemasan berlebihan saat harus berinteraksi dengan orang lain.

Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa didikan keras yang dilakukan oleh orangtua pada generasi-generasi sebelumnya tidak membuat anak kuat secara mental, namun sebaliknya. Didikan keras yang disertai dengan komunikasi yang buruk berdampak negatif dan justru melemahkan mental anak. Dengan kondisi mental yang buruk, ada kemungkinan besar bagi anak untuk tidak bisa bertahan dalam kehidupan sosial; didikan keras membuat anak tidak bisa mengkomunikasikan keinginannya dengan baik dan membuat anak menjadi lemah.

 

Referensi

A.Sari,et al. (2010). Pengaruh Pola Komunikasi Keluarga dalam Fungsi Sosialisasi Keluarga terhadap Perkembangan Anak. Jurnal Komunikasi Pembangunan, 8(2), 40–44.

Setyowati, Y. (2005). Pola Komunikasi Keluarga dan Perkembangan Emosi Anak (Studi Kasus Penerapan Pola Komunikasi Keluarga dan Pengaruhnya terhadap Perkembangan Emosi Anak pada Keluarga Jawa). Jurnal ILMU KOMUNIKASI, 2(1), 67–72.

Streep, P. (2016). The Enduring Pain of Childhood Verbal Abuse. Psychologytoday.com. https://www.psychologytoday.com/us/blog/tech-support/201611/the-enduring-pain-childhood-verbal-abuse

thesbcenter. (2018, September 20). The Springboard Center. The Springboard Center. https://www.springboardcenter.org/the-effects-of-poor-family-communication/

Thomason, L. (2018). Childhood Verbal Abuse and its Psychological Effects on Adults. Walden Dissertations and Doctoral Studies Collection, 1–3. https://scholarworks.waldenu.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=6555&context=dissertations

Youaremom. (2021, August 24). The Consequences of Poor Family Communication. You Are Mom. https://youaremom.com/parents/life-in-a-relationship/relationships/the-consequences-of-poor-family-communication/