Semenjak saya main media sosial, saya selalu merasa bahwa saya “perlu” mengupgrade atau membeli barang baru seperti, gadget, makeup, pakaian, dan lain-lain. Apalagi, melihat influencer membeli barang yang lucu. Ada muncul rasa iri padahal, sebenarnya saya tidak butuh-butuh amat. Jika dipikir-pikir, para influencer berhasil mempengaruhi audiensnya untuk membeli barang yang mereka pakai. Akan tetapi, akhir-akhir ini FYP tiktok saya dipenuhi oleh tren underconsumption core. Contoh sederhananya seperti memakai parfum sampai habis, memakai sepatu sampai rusak, menggunakan botol minum lama, dan masih banyak lagi. Tren ini merupakan antitesis dari overconsumption, yakni mengonsumsi secara berlebihan. Efek yang ditimbulkan dari overconsumption sangatlah berbahaya seperti kerusakan lingkungan bahkan hutang kartu kredit jika tidak diiringi dengan literasi finansial yang bagus. Film “Confession of Shopaholic” mendeskripsikan akibat dari perilaku overconsumption dan literasi finansial yang kurang bagus. Walaupun dirilis di tahun 2009, film ini sangatlah timeless dan mempresentasikan perilaku manusia jaman sekarang.

Menurut saya, underconsumption core ini sudah saya sering lakukan di rumah seperti menggunting sabun cuci muka untuk mengambil sisa, menggunakan air untuk merefill sabun, menjahit celana yang robek, dan masih banyak lain. Ini menjadi tren karena orang-orang sudah muak dengan kehidupan glamor yang terpampang di media sosial karena itu audiens ingin mencari konten yang lebih relatable seperti underconsumption core.

Media sosial selalu membuat kita merasa kurang dan membandingkan hidupnya orang lain. Akan tetapi, tren ini menjadi pengingat bahwa kita harus bersyukur dengan apa yang kita miliki dan jangan menjadikan media sosial sebagai standar hidup. Tetap  pakai sampai habis dan rusak dan beli jika diperlukan.