Pada 23 Agustus 2019, Presiden Republik Indonesia, Ir. Joko Widodo melalui pidato kenegaraan, menyampaikan bahwa Ibukota Republik Indonesia akan dipindah menuju Pulau Kalimantan, lebih tepatnya provinsi Kalimantan Timur. Kota baru ini nantinya akan diberi nama Nusantara. Menurut keterangan presiden, nama Nusantara dipilih karena 2 alasan, nama Nusantara telah terkenal di dunia internasional, serta nama Nusantara membantu mewujudkan Wawasan Nusantara yang merupakan cerminan Bangsa Indonesia sebagai negara kepulauan.

Presiden juga menambahkan alasan pemindahan ibukota Republik Indonesia menuju Kalimantan Timur. Pertama, gagasan pemindahan ibukota negara merupakan gagasan lama yang telah ada sejak era presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno. Kedua, beban Kota Jakarta sudah terlalu berat sebagai pusat bisnis serta pusat pemerintahan. Maka diharapkan, pemindahan ibukota negara ke Kalimantan mampu mengurangi beban Jakarta sebagai metropolitan terbesar di Indonesia. Alasan ketiga, pemerintah ingin menciptakan pembangunan yang bersifat Indonesia sentris, bukan Jawa sentris, mengingat selama ini pembangunan infrastruktur masih berpusat di Pulau Jawa.

Dengan selesainya Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemindahan Ibu Kota pada awal September 2021, pembangunan Ibu Kota Nusantara resmi dimulai pada Juli 2022, diawali dengan pembukaan lahan dan pembuatan akses jalan. Bambang Susantono juga dilantik menjadi kepala otorita IKN. Pembangunan IKN tahap pertama meliputi area pemerintahan yang terdiri dari kantor pemerintah, sekolah, serta rumah sakit. Tentunya, pemindahan dan pembangunan ibu kota negara menghasilan reaksi pro dan kontra di masyarakat.

Di pihak pro, pemindahan ibu kota negara dinilai mampu untuk mewujudkan pemerataan ekonomi, terutama masyarakat yang berada di luar Pulau Jawa. Pemindahan ibukota ke Kalimantan juga diharapkan mampu untuk membuka peluang niaga dan lapangan kerja baru. Mantan Menteri PPN/Bappenas 2014-2015, Andrinof Chaniago mengatakan bahwa Nusantara mampu mengatasi ketimpangan sumber daya manusia antara Jawa dengan luar Jawa. “Karena memang magnet Pulau Jawa itu luar biasa. Bagi yang mampu, akhirnya pergi ke Jawa,” tutur Chaniago.

Alasan lain menyebutkan, Kalimantan relatif lebih aman dibandingkan dengan Jawa yang rentan terkena gempa bumi dan bencana gunung berapi. Selain itu, populasi Pulau Jawa yang kian lama semakin padat, mengharuskan adanya program transmigrasi yang dapat didukung dengan pembangunan Ibu Kota Nusantara. Pemindahan ibukota menuju Kalimantan bukan berarti Jakarta akan menjadi kota mati. Hanya pusat pemerintahan yang akan dipindah ke Nusantara, Jakarta akan tetap menjadi pusat bisnis Indonesia. Alasan-alasan tersebut yang kira-kira menjadi argumen pendukung proyek pemindahan ibu kota negara.

Di sisi lain, terdapat pula kelompok yang menentang pemindahan ibukota negara dengan berbagai alasan. Alasan pertama yaitu permasalahan lingkungan, seperti yang dikatakan Hakim Konstitusi Arief Hidayat, Sugeng. “Perpindahan ibu kota negara ke Kalimantan akan beresiko merusak lingkungan hidup, rusaknya kehidupan fauna dan flora. Hal ini sebagai dampak pembangunan kota, perumahan penduduk, pertokoan, pasar. Hutan Kalimantan yang dikenal sebagai paru-paru dunia bisa jadi kedepannya hanya tinggal kenangan karena ulah manusia.” Intinya, pembangunan IKN dikhawatirkan akan merusak ekosistem hutan yang ada di Kalimantan, serta menganggu kehidupan flora dan fauna endemik Kalimantan.

Alasan lain juga menentang perpindahan ibukota negara dengan alasan ekonomi. Beberapa pakar ekonomi setuju bahwa langkah pemerintah Indonesia untuk memindahkan ibukota negara di tengah pandemi Covid-19 merupakan langkah yang terburu-buru serta beresiko. Walau memang payung hukumnya sudah jelas, pembangunan Nusantara dikhawatirkan akan mangkrak dikarenakan faktor ekonomi maupun politik yang tidak stabil, mengingat Presiden Jokowi akan lengser dari jabatan presiden pada tahun 2024. Associate Professor NTU Singapore Prof. Sulfikar Amir juga berpendapat bahwa pemindahan ibukota ke Kalimantan bukanlah langkah yang tepat jika ingin mengurangi beban Jakarta. “Jadi kalau ibukota negara dipindahkan karena Jakarta akan tenggelam, berarti pemerintah ini mau lari dari permasalahan besar yang belum selesai,” tutur Sulfikar. Prof. Sulfikar mengaku bahwa dirinya tidak menolak rencana pemindahan IKN. Namun, sebagai akademisi, ia menuntut alasan yang rasional serta proses pemindahan yang transparan.

Persoalan pemindahan ibukota memang wajar mengundang pro dan kontra di masyarakat, karena kepentingan dan pandangan masing-masing dari seluruh pihak. Per tanggal 29/11/2022, pembebasan lahan serta pembangunan akses jalan sudah mencapai angka 70%. Presiden Jokowi juga memiliki mimpi untuk dapat menggelar upacara 17 Agustus tahun 2024 di Nusantara nanti. Dibalik pro dan kontra terkait pemindahan ibukota, mari kita selaku warga negara Indonesia berharap untuk pembangunan ibukota negara Nusantara yang mampu membawa dampak positif dalam skala yang luas bagi masyarakat Indonesia.

 

Referensi

Anam, K. (2022). Pro Kontra Ibu Kota Baru RI, Simak Perdebatan Ini! https://www.cnbcindonesia.com/news/20220128201730-4-311394/pro-kontra-ibu-kota-baru-ri-simak-perdebatan-ini

Argawati, U. (2022). IKN Pindah ke Kalimantan Berisiko Merusak Lingkungan Hidup. https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=18127&menu=2