PEMENUHAN GIZI DI INDONESIA
Data kependudukan yang dirilis oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada tahun 2021 menunjukkan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai angka 273.879.750 jiwa. Dengan jumlah penduduk yang begitu banyak, Indonesia berhasil menempati posisi keempat sebagai negara dengan populasi terbesar di dunia. Posisi Indonesia hanya kalah dari Amerika Serikat di peringkat ketiga, India diperingkat kedua, dan Tiongkok di peringkat pertama.
Jumlah penduduk yang sedemikian besar sejatinya merupakan sebuah anugerah bagi Indonesia. Indonesia memiliki segudang potensi di bidang sumber daya manusia yang tentunya dapat memajukan bangsa ini di kemudian hari. Sumber daya yang besar juga menjadi penggerak utama dalam perekonomian Indonesia sehingga Indonesia mampu untuk menjadi salah satu negara dengan ekonomi terbesar di dunia.
Namun demikian, nyatanya jumlah penduduk yang besar ini juga menjadi bumerang bagi Indonesia. Indonesia harus siap dihadapi segudang permasalahan kependudukan. Adapun permasalahan kependudukan ini mencakupi berbagai aspek kehidupan, mulai dari kesejahteraan, pendidikan, ketenagakerjaan, hingga kesehatan dan gizi.
Dalam konteks gizi, Indonesia terbukti memiliki raport merah. Salah satu permasalahan gizi yang ada di Indonesia adalah stunting pada anak bayi. Berdasarkan data Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2021, prevalensi stunting Di Indonesia mencapai angka 24,4 persen atau sekitar 5,33 juta balita. Prevalensi stunting ini telah mengalami penurunan dari tahun-tahun sebelumnya. Meski demikian, nyatanya angka tersebut masih berada di atas rata-rata yang telah ditetapkan badan kesehatan dunia (WHO) yaitu pada angka di bawah 20 persen.
Hal ini tentu harus menjadi perhatian bersama, terlebih kekurangan gizi atau dalam bahasa kesehatannya lebih dikenal dengan stunting jam lintas pada anak-anak memiliki bahaya yang cukup besar. Anak-anak stunting berisiko lebih tinggi mengidap penyakit degeneratif, seperti kanker, diabetes, dan obesitas. Hal ini disebabkan karena kebutuhan zat gizi mikro dan makro dalam tubuh tidak terpenuhi secara maksimal sehingga pembentukan fungsi sel tubuh dan lainnya tidak sempurna (Aryastami dan Tarigan, 2017).
Dengan risiko yang sedemikian bahaya bangsa Indonesia yang sejatinya berkewajiban melindungi seluruh tumpah darahnya termasuk pada anak-anak yang menjadi tulang punggung dari bangsa ini di kemudian hari sudah sepatutnya mampu untuk mengatasi permasalahan ini (Puspaningtiyas, dkk, 2019).
Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Makanan yang diberikan sehari-hari harus mengandung zat gizi sesuai kebutuhan, sehingga menunjang pertumbuhan yang optimal dan dapat mencegah penyakit- penyakit defisiensi, mencegah keracunan, dan juga membantu mencegah timbulnya penyakit-penyakit yang dapat mengganggu kelangsungan hidup anak (Aryastami dan Tarigan, 2017).
Keadaan gizi dan kesehatan masyarakat tergantung pada tingkat konsumsi, Dewasa ini Indonesia menghadapi masalah gizi ganda. Hal ini bermakna bahwa sannya Indonesia dihadapi pada permasalahan gizi yang kurang dan juga permasalahan gizi yang berlebihan atau sering disebut obesitas. Ada pula faktor lain yang menyebabkan permasalahan gizi di Indonesia adalah kurang baiknya kualitas lingkungan hingga pengetahuan masyarakat yang masih sangat kurang mengenai gizi.
Permasalahan gizi ini juga menjadi suatu bentuk dari ketimpangan sosial yang ada di Indonesia dimana masyarakat dari kalangan ekonomi ke atas cenderung mengalami permasalahan gizi berlebih sedangkan masyarakat dari ekonomi ke bawah atau masyarakat miskin cenderung mengalami gizi yang kurang dan gizi buruk. Dengan demikian, sebaiknya masyarakat meningkatkan perhatian terhadap kesehatan guna mencegah terjadinya gizi salah (malnutrisi) dan risiko untuk menjadi kurang gizi
Masalah gizi merupakan masalah yang ada di tiap-tiap negara, baik negara miskin, negara berkembang dan negara maju. Negara miskin cenderung dengan masalah gizi kurang, hubungan dengan penyakit infeksi dan negara maju cenderung dengan masalah gizi lebih. Saat ini di dalam era globalisasi dimana terjadi perubahan gaya hidup dan pola makan, Indonesia menghadapi permasalahan gizi ganda (Aryastami dan Tarigan, 2017).
Di satu pihak masalah gizi kurang yang pada umumnya disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya persediaan pangan, kurang baiknya kualitas lingkungan, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi. Selain itu masalah gizi lebih yang disebabkan oleh kemajuan ekonomi pada lapisan masyarakat tertentu disertai dengan kurangnya pengetahuan tentang gizi.
Penanganan gizi buruk sangat terkait dengan strategi sebuah bangsa dalam menciptakan sumber daya manusia yang sehat, cerdas, dan produktif. Upaya peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas dimulai dengan cara penanganan pertumbuhan anak sebagai bagian dari keluarga dengan asupan gizi dan perawatan yang baik. Dengan lingkungan keluarga yang sehat, maka hadirnya infeksi menular ataupun penyakit masyarakat lainnya dapat dihindari (Setyaningsih dan Agustini, 2014).
Di tingkat masyarakat faktor-faktor seperti lingkungan yang higienis, ketahanan pangan keluarga, pola asuh terhadap anak dan pelayanan kesehatan primer sangat menentukan dalam membentuk anak yang tahan gizi buruk. Secara makro, dibutuhkan ketegasan kebijakan, strategi, regulasi, dan koordinasi lintas sektor dari pemerintah dan semua stakeholders untuk menjamin terlaksananya poin-poin penting seperti pemberdayaan masyarakat, pemberantasan kemiskinan, ketahanan pangan, dan pendidikan yang secara tidak langsung akan mengubah budaya buruk dan paradigma di tataran bawah dalam hal perawatan gizi terhadap keluarga termasuk anak
Sudah sepatutnya, pemerintah lebih konsisten dan fokus dalam menangani permasalahan gizi di Indonesia mengingat permasalahan ini sejatinya telah ada sejak zaman dahulu tetapi tidak kunjung diselesaikan dengan berbagai problematika yang terjadi. Adapun Hal ini dilakukan agar masyarakat Indonesia dapat memiliki gizi yang seimbang dan sesuai sehingga masa depan bangsa.
REFERENSI:
Aryastami, N. K., & Tarigan, I. (2017). Kajian kebijakan dan penanggulangan masalah gizi stunting di Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan, 45(4), 233-240.
Maulina, N. (2012). Interaksi Pemerintah dan Masyarakat Dalam Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk di Kota Surabaya: Kajian Biopolitik. Jurnal Politik Muda, 2(1), 147-157.
Rosmalina, Y., Luciasari, E., Aditianti, A., & Ernawati, F. (2018). Upaya Pencegahan Dan Penanggulangan Batita Stunting: Systematic Review. Gizi Indonesia, 41(1), 1-14.
Puspaningtyas, D. E., Sari, S. P., Afriani, Y., & Mukarromah, N. (2019). Edukasi Gizi Efektif Meningkatkan Pengetahuan Atlet Mengenai Gizi Seimbang dan Pemenuhan Kebutuhan Cairan. Jurnal Pengabdian Dharma Bakti, 2(2), 34-38.
Setyaningsih, S. R., & Agustini, N. (2014). Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Ibu dalam Pemenuhan Gizi Balita: Sebuah Survei. Jurnal Keperawatan Indonesia, 17(3), 88-94