Nasib Album Fisik Di Era Serba Digital
Siapa yang tidak suka mendengarkan musik? tentunya kita semua suka mendengarkan musik di setiap waktu. Kita semua mendengarkan musik saat kita bekerja, sedang dalam perjalanan, maupun belajar. Musik telah menjadi bagian dari kegiatan sehari-hari kita. Seolah-olah ada hal yang kurang jika kita mendengarkan musik sehari saja.
Kapan terakhir kali anda mendengarkan musik melalui kepingan fisik? Sudah cukup lama bukan? Di era serba digital seperti saat ini, kebutuhan akan album fisik semakin kurang diminati oleh para penikmat musik. Praktisnya mendapatkan akses untuk mendengarkan lagu dimanapun dan kapanpun menjadi sebuah nilai positif yang di disukai oleh para pecinta musik. Selain mudahnya mendengarkan musik, kita pun tidak diperlukan untuk mempunyai perangkat khusus untuk mendengarkan musik seperti Walkman, maupun kepingan CD dari musisi yang ingin kita dengarkan tersebut. Poin positif lain dari digitalisasi tersebut pun adalah, katalog yang bisa dikatakan lengkap dimulai dari lagu tahun 1950-an sampai saat ini.
Dampaknya pun sangat terlihat dengan berkurangnya toko-toko penjual CD album musik di Indonesia seperti Disc Tarra yang dulu sangat terkenal dan menjadi pilihan para penikmat musik untuk mendapatkan musik baru. Dan dengan berkurangnya label rekamanan musik yang memproduksi album fisik. Hal ini terjadi karena para label lebih memilih jalur streaming yang lebih mudah dan tidak memakan uang banyak untuk memproduksi kepingan album. Hanya dengan mempublikasikannya ke platform musik digital, album yang telah dirilis dapat didengar langsung oleh jutaan pendengar di seluruh dunia.
Masih memiliki pasar
Namun, meskipun peminat album fisik berkurang, masih ada beberapa penikmat musik yang memilih untuk mengoleksi album fisik dari musisi yang mereka sukai. Tidak jarang dari mereka yang rela merogoh kocek besar untuk sebuah album fisik dari musisi tertentu. Seperti album K-Pop yang masih sangat kental dengan tradisi merilis album fisik dengan cover wajah tiap personil bandnya. Ribuan keping album tersebut laku terjual setiap kali grup band K-Pop merilis materi rilisan baru.
Sebetulnya, jika anda mengamati lebih dalam, kualitas suara yang dihasilkan ketika anda mendengarkan musik dari platform musik digital seperti Spotify, Amazon Music, ataupun YouTube Music, memiliki perbedaan suara dari kepingan fisiknya. Kualitas suara yang dihasilkan oleh CD adalah 44.1 Khz dimana jika dibandingkan dengan format musik yang kita dengarkan di platform musik digital yang biasa memiliki format MP3, AAC, ataupun WAV yang umumnya memiliki kualitas lebih rendah dari 44.1 Khz. Karena alasan inilah masih ada beberapa penikmat musik yang masih setia mendengarkan rilisan album musik dari musisi yang disukainya dengan format fisik. Selain dapat dijadikan sebagai koleksi, hasil suara yang dihasilkan oleh kepingan album fisik pun lebih bagus dibandingkan dengan musik digital.
Berlomba untuk meningkatkan kualitas musik digital
Dengan teknologi yang tidak pernah berhenti berkembang, maka beberapa perusahaan layanan musik streaming pun tidak berhenti untuk tetap berinovasi untuk memberikan kualitas terbaik untuk pengguna setianya. Seperti Apple Music yang telah menghadirkan format musik Lossless dimana mereka menyuguhkan kualitas audio seperti layaknya anda sedang mendengarkannya dari CD. Dan di support juga dengan Dolby Atmos, sebuah system suara yang mengelilingi telinga anda. Ya, sebuah suara yang sering anda rasakan ketika anda sedang menonton film di bioskop.
Apakah anda adalah bagian dari penikmat musik yang hanya mendengarkan musik dari platform streaming atau anda tetap setia dengan album fisik? Atau bahkan menikmati musik dari dua format tersebut? Jika anda sudah lama tidak mendengarkan musik melalui format fisik atau bahkan belum pernah sama sekali melakukannya, ada baiknya anda mencoba untuk mendengarkan lagu melalui format fisik. Selain dapat mendengarkan kualitas suara yang lebih bagus, anda juga dapat membantu pasar agar tetap ada dan tidak sepenuhnya mati dan hilang.