Virus yang menyebabkan COVID-19 terutama ditransmisikan melalui droplet (percikan air liur) yang dihasilkan saat orang yang terinfeksi batuk, bersin, atau mengembuskan nafas. Droplet ini terlalu berat dan tidak bisa bertahan di udara, sehingga dengan cepat jatuh dan menempel pada lantai atau permukaan lainnya.
dan dapat tertular saat menghirup udara yang mengandung virus jika Anda berada terlalu dekat dengan orang yang sudah terinfeksi COVID-19. Anda juga dapat tertular jika menyentuh permukaan benda yang terkontaminasi lalu menyentuh mata, hidung, atau mulut Anda.

Pandemi Covid-19 di Indonesia telah memasuki bulan keenam terhitung sejak munculnya kasus perdana yang diumumkan pada 2 Maret 2020 silam. Selama itu, jumlah kasus Covid-19 terus mengalami peningkatan. Sejumlah berita bohong atau hoaks terkait Covid-19 juga masih bermunculan. Menangani pandemi Covid-19 tak terlepas dari penanganan terhadap hoaks tersebut.
Apalagi, mengingat derasnya arus informasi di tengah era digital seperti saat ini. Bila tak hati-hati, seseorang dapat menjadi korban hoaks. Hoaks terkait vaksin Covid-19 yang beredar misalnya disertai dengan narasi bahwa vaksin justru memicu bahaya atau narasi bahwa vaksin dapat memperparah serangan terhadap orang yang menderita demam berdarah dengue (DBD). Sayangnya, Septiaji nenilai, hoaks terkait vaksin tersebut belum mendapat banyak respons oleh pemerintah. Selain hoaks, isu yang menyebut bahwa pandemi Covid-19 adalah konspirasi juga beredar di ruang publik dan dipercaya oleh segelintir masyarakat. Padahal, 26,52 juta orang di dunia telah terinfeksi virus corona. Data dari laman Johns Hopkins Coronavirus Resource Center  pada Sabtu (5/9/2020) pagi menunjukkan, 873.131 orang di antaranya meninggal dunia. Di Indonesia sendiri, hingga Jumat (4/9/2020), terdapat 187.537 orang dinyatakan positif Covid-19. Sementara, 134.181 orang telah sembuh dan 7.832 orang meninggal.

Berikut adalah cara untuk mengecek dan mencegah penyebaran misinformasi atau berita hoaks terkait COVID-19
1. Kenali berita palsu
Perhatikan tanda-tanda yang dapat membantu untuk memutuskan apakah informasi itu palsu. Misalnya, pesan yang diteruskan tanpa sumber atau tanpa bukti. Foto, video, bahkan rekaman suara dapat direkayasa untuk menyesatkan.
2. Berhenti dan pikirkan lagi sebelum membagi pesan yang diteruskan
Pesan dengan label “Diteruskan” (Forwarded) membantu untuk mengetahui apakah pesan tersebut ditulis oleh teman atau kerabat, atau apakah pesan tersebut sebenarnya berasal dari orang lain.
Ketika pesan diteruskan dari satu pengguna ke pengguna lain lebih dari lima kali, pesan ini akan ditandai dengan ikon ‘panah ganda’ untuk menunjukan bahwa pesan tergolong ‘Banyak Diteruskan’ (Highly Forwarded), dan mungkin berpotensi mengandung hoaks atau misinformasi.
3. Bantu hentikan penyebaran
Jika menyadari bahwa sebuah informasi tidak terlihat benar atau membuat klaim medis tidak resmi, tanyakan kepada pengirim apakah mereka dapat memverifikasi informasi tersebut.
Jangan teruskan pesan hanya karena orang lain meminta Anda untuk melakukannya, meskipun orang tersebut merupakan teman sendiri.
4. Verifikasi dengan sumber lain
Cari faktanya secara online dan periksa situs yang dapat dipercaya seperti WHO, kementerian kesehatan, atau situs berita terpercaya untuk mengetahui dari mana cerita itu berasal.
5. Laporkan pesan atau akun yang terbukti membagikan informasi tidak akurat