Keluarga adalah fondasi awal terbentuknya karakter seorang anak yang akan terus berlanjut seiring pertumbuhan anak dan berpengaruh pada bagaimana anak bersikap dengan orang lain. Hingga saat ini, tidak ada standar/nilai untuk mengasuh anak yang benar atau salah, pada akhirnya seiring perkembangan seorang anak hingga ia dipertemukan dengan situasi dimana ia harus mengambil keputusannya sendiri. Tidak jarang bagaimana ia mengambil keputusan sulit, erat hubungannya dengan pola asuh orang tuanya; terjadi kesalahan keputusan yang diambil sehingga harus berakhir di Lapas khusus anak, hal inilah yang menyebabkan seorang anak dapat kehilangan passion/harapan akan bermasyarakat dan berinovasi, cenderung menutup diri sehingga sering dijumpai orang-orang yang memandang sebelah mata anak yang ‘salah langkah’ ini.

Apa sih passion itu? Kata kekinian yang sering dikatakan anak muda zaman sekarang yang sedang menggebu-gebu mencari jati dirinya. Definisi passion dapat dikatakan sebagai segala hal yang dapat kita korbankan untuk mencapai suatu tujuan. Yup, passion membuat kita seperti dibutakan cinta, tidak memikirkan untung ruginya, yang terpenting adalah hal yang ingin dapat terasa di genggaman tangan. Untuk menemukan passion dalam diri, seperti mencari jarum di setumpuk jerami, perlu perjalanan yang cukup panjang hingga dapat menemukan hal yang benar-benar kita sukai.

Dalam petualangannya, tidak sedikit dari antara anak muda di Indonesia yang masih tidak mengetahui jati dirinya dan mengalami salah langkah yaitu melakukan hal-hal yang melanggar hukum sehingga pembinaan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) harus dijalani dengan mengantongi tujuan untuk mengembalikan mereka yang ‘tersesat’ ke arah yang seharusnya.

Tapi tahukah kamu apa saja yang Anak Didik, sebutan anak yang menjalani pembinaan di (LPKA) lakukan selama sehari-hari menjalani proses hukumannya? Tidak seperti yang sering ditayangkan di film kebanyakan – berkumpul dibalik jeruji besi dengan minim kegiatan apapun hingga waktunya mereka bebas.

Kegiatan sehari-hari Anak Didik sudah ditentukan oleh pihak LPKA, mulai dari pagi hari yang dimulai dengan waktu berdoa, dilanjutkan belajar konvensional seperti sekolah pada umumnya atau kegiatan tambahan jika ada kerjasama dengan pihak eksternal hingga saatnya kembali lagi kedalam ‘kamar’nya dengan siklus yang sama setiap harinya. Kegiatan ini bertujuan agar Anak Didik tetap mendapatkan haknya untuk mendapat pelajaran yang layak dan menjadi pribadi yang lebih baik setelah beresnya masa hukuman. Tetapi tentu saja hal itu kurang pas rasanya tanpa adanya pendidikan non-formal yang diajarkan untuk dapat mengetahui pelajaran kehidupan yang mungkin tidak didapat di sekolah. Di bawah ini adalah 3 bekal penting yang menurut penulis dapat dijadikan materi pendamping yang dapat menciptakan semangat mencari jati diri anak serta karakter yang baik untuk masa depannya.

  1. Mengenali Siapa Dirimu

Bekal terpenting dalam pengajaran kepada Anak Didik adalah pentingnya untuk mengenali diri sendiri dan mengetahui identitas diri dari masing masing anak terlebih dahulu. Untuk lebih sadar akan diri sendiri mengenai apa yang disuka dan tidak suka, belajar alasan mengapa seseorang bisa terlahir di dunia serta tujuannya dari menjalani hidup ini.

Dalam pengajarannya, diharapkan Anak Didik mengantongi pemahaman bahwa setiap orang yang lahir, terlahir sebagai pemenang tanpa pandang bulu & mengenal lebih baik sosok diri sendiri (pemenang) untuk meningkatkan rasa percaya dirinya untuk kembali menemukan passion/jati diri yang selama ini terpendam.

  1. Belajar Menerima & Mencintai Keunikan Diri

Setiap anak mempunyai karakter unik yang mempresentasikan dirinya, namun masih banyak yang menganggapnya sebagai kekurangan yang menjadi aib dalam dirinya, seperti tidak pandai dalam pelajaran matematika, padahal bukan berarti tidak pintar. Dibalik itu ada segudang kelebihan yang dimilikinya apabila dieksplor lebih dalam yang tidak harus sama dengan orang lain.

Setelah mengenal dirimu lebih baik, hal yang selanjutnya dapat diajarkan kepada Anak Didik adalah dorongan untuk menerima dan mencintai akan keunikan dirinya sendiri bahwa terdapat segudang potensi untuk berkembang menjadi lebih baik dan mengeksplor banyak hal yang bisa dilakukan sehingga akan muncul potensi baru yang tak pernah diduga sebelumnya.

  1. Merencanakan Masa Depan

Walaupun banyak orang yang memiliki stigma yang buruk mengenai mantan narapidana, terlebih lagi dengan anak-anak yang dinilai tidak memiliki masa depan, tidak pernah ada kata terlambat untuk melakukan suatu hal yang disukai. Dalam setiap langkah menuju suatu tujuan, tidak akan pernah ada jalan yang mulus, pasti terdapat banyak rintangan didalamnya tetapi harus disadari bahwa bukan mengenai seberapa banyak seseorang terjatuh melainkan seberapa banyak mereka bisa bangkit kembali.

Dalam hal ini, penting menanamkan poin tersebut kepada Anak Didik, bahwa kesalahan langkahnya yang dibuat saat ini tidak akan membuat mereka kehilangan masa depannya melainkan dapat menjadi pelajaran yang sangat berharga dalam hidupnya dan tidak ada kata terlambat untuk memulai sesuatu. Sesi pembelajaran seperti ini dirasa penting sehingga diharapkan dapat merubah pola pikir anak untuk tetap terus berkembang.

Disamping pentingnya peran keluarga dan pendidikan formal, pendidikan informal juga memegang peran penting dalam pembentukkan karakter anak khususnya dalam mencari jati dirinya dan menemukan hal yang ia cita-citakan. Tak terkecuali untuk narapidana anak, pentingnya dapat mempelajari hal-hal pengembangan karakter di tengah keterbatasan dapat membantu menciptakan stigma baru di masyarakat bahwa setiap anak memiliki masa depan yang cerah tanpa pandang bulu serta dapat menjadi individu kompeten sebagai harapan masa depan negara Indonesia.

By: Cindy Erika