Fakta menunjukkan bahwa Indonesia adalah salah satu negara yang rakyatnya masih memiliki kualitas pendidikan yang kurang. Bahkan saat di tahun 2014 Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan menengah turut naik dari 74,26 menjadi 82,84 di tahun 2017. Sementara itu, APK pendidikan menengah meingkat dari 59,35 (2014) menjadi 60,37 (2017). Tidak menutup kemungkinan di tahun 2018 ini masih terbilang cukup banyak yang masih putus sekolah. Jumlah anak yang putus sekolah di jenjang pendidikan sekolah dasar berkurang signifikan. Dari 60.066 pada 2015 menjadi 32.127 di tahun 2018 ini. Memang angka tersebut sudah terbilang turun cukup banyak. Akan tetapi tidak bisa kita katakana sedikit juga, mereka yang masih belom bisa atau putus sekolah.

Banyak faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan di Indonesia. Terutama di faktor ekonomi. Yang membuat para orangtua juga menjadi tidak mampu menyekolahkan anak-anaknya. Padahal Pemerintah sudah memberikan bantuan pendidikan Program Indonesia Pintar (PIP) yang telah diperluas akses pendidikannya dan membantu anak-anak untuk terus mendapatkan pendidikan yang layak, baik formal maupun nonformal. Total anggaran yang telah Pemerintah salurkan sebesar 35,7 triliun.  Sebanyak 70 persen penerima PIP telah menggunakan kartu PIP model baru yang juga berfungsi sebagai ATM. Sehingga kartu tersebut (PIP) dapat digunakan untuk peserta didik bisa mengambil uangnya setiap saat. Dan bisa mengambil sesuai kebutuhan.

Pertanyaannya adalah, mengapa masih banyak Adik-adik kita yang belum mendapatkan pendidikan yang semestinya mereka dapatkan di usianya? Apakah salah pemerintah, atau salah kita? Menurut saya (Kevin Alfarel) secara pribadi, hal tersebut bukan sepenuhnya salah pemerintah. Tanggung jawab adik-adik serta anak dari orangtua di Indonesia adalah tanggung jawab kita bersama. Saya sangat yakin, masih banyak orangtua yang lalai dalam mendidik anak-anaknya, atau mengurus anak-anaknya. Pergaulan yang tidak dibatasi oleh orang tua juga mempengaruhi pertumbuhan karakter si anak. Orang tua terlalu membebaskan anak-anaknya dalam bergaul. Kurangnya pengawasan dan kepedulian orangtualah yang menjadi persoalan utama sekarang ini.

Bukan hanya untuk keluarga yang kurang mampu. Orangtua yang memiliki materi yang cukup atau dapat kita sebut memiliki materi yang banyak juga tidak mendidik anaknya dengan baik. Banyak anak yang umurnya masih sangat kecil, sudah diberikan gadget seperti tablet, dan handphone untuk membuat anak-anaknya tidak berisik. Karena anak kecil akan sangat diam jika mereka sudah memegang gadget dan menonton apa yang mereka lihat, seperti Youtube ataupun video cartoon yang diputar oleh orangtua mereka di gadget yang diberikan. Cara tersebut adalah cara yang salah. Karena di usia mereka yang masih kecil, Otak mereka akan sangat sensitive terhadap apa yang mereka lihat dan dengar. Seketika itu juga, mereka akan mendapatkan pembelajaran dari apa yang mereka lihat. Saat mereka sudah diperhadapkan dengan gadget, mereka enggan untuk melepaskannya, dan mereka akan menangis. Hal itu menunjukkan bahwa mereka sudah kecanduan dengan gadget. JIka hal itu sudah terjadi, orangtua akan lebih memilih untuk membiarkannya. Sehingga pendidikan dari orangtua yang seharusnya orangtua ajarkan kepada mereka, menjadi sedikit, atau bahkan tidak ada sama sekali.

Banyak kasus anak sekolah dasar yang disekolahkan orangtuanya, dan diberikan gadget. Memilih untuk melakukan aktivitasnya dirumah,  dan menghabiskam waktunya di rumah dengan gadget mereka. Alhasil banyak anak yang malas untuk pergi kesekolah dan bahkan banyak juga anak yang bolos sekolah. Membuat mereka mencari kesenangannya sendiri didunia digital. Memberikan sebuah teknologi kepada anak memang baik, tetapi akan ada dampak buruk yang terjadi kepada anak kita, jika kita tidak mengawasi dan membatasi kegiatan mereka. Dan kita juga harus mengajarkan hal-hal yang seharusnya diajarkan kepada mereka. Terutama dalam membentuk karakter si anak.

Kemudian saya ingin bertanya lagi kepada kalian. Apakah kita sebagai remaja atau orang dewasa yang belum memiliki anak tidak memiliki salah terhadap adik-adik kita yang tidak mendapatkan pendidikan? Jawabannya adalah iya, kita memiliki kesalahan yang besar. Mengapa? Karena dengan kita tidak peduli dan acu tak acu dengan permasalahan ini. Berarti kita membiarkan mereka untuk menjadi anak yang bodoh. Karena kita adalah generasi yamg sudah dewasa dibanding mereka, yang seharusnya kita bisa membantu para orangtua yang tidak bisa menyekolahkan anak-anaknya. Dan kita harus ikut berkontribusi dalam mencerdaskan mereka yang tidak mendapakan pendidikan yang baik. Kita harus mengambil peran dalam menegur, menasihati, menjadi contoh yang baik, dan mengajarkan ilmu pengetahuan kepada mereka semampu kita.

Hal yang dapat kita lakukan adalah kita bisa menjadi volunteer dalam mengajar anak-anak yang kurang mampu. Dan kita juga harus memberikan sosialisasi kepada orangtua mereka untuk tetap menjaga mereka dan mendidik anak-anaknya tentang kebaikkan. Kalau kita pikir-pikir, mereka yang masih belum bisa menggunakan Program Indonesia Pintar (PIP) itu dikarenakan mereka tidak mengerti untuk dapat menggunakan program tersebut. Sehingga banyak orangtua yang tidak memanfaatkan program yang telah di berikan pemerintah kepada keluarga yang kurang mampu.

Mengapa kita harus peduli dengan situasi yang sedang kita bahas ini? Bayangkan jika suatu saat nanti kita memiliki generasi penerus yang bodoh dan malas? Apa yang akan terjadi kepada Indonesia? Kemungkinan Indonesia akan menjadi negara yang akan dibodoh-bodohi oleh negara lain. Karena Negara lain akan menjadi negara yang terus maju dan bangkit. Sedangkan kita akan menjadi negara yang bodoh. Hal yang telah dilakukan pemerintah sudah sangat baik dalam menangani persoalan pendidikan. Kita bisa lihat banyak prestasi yang telah dirahi oleh Indonesia. Banyak negara lain yang mengakui Indonesia menjadi negara di Asia yang memiliki prestasi yang baik, dan memiliki orang-orang yang pintar. Banyak Perusahaan juga yang merekrut orang Indonesia dalam meningkatkan kualitas produk yang sedang mereka buat.

Kita bisa menjadi negara yang maju dan kuat, dengan kita para anak muda, dan para orangtua. Membantu pemerintah dalam mencerdaskan bangsa. Kita harus menjadi guru untuk anak-anak dan adik-adik kita. Kita harus menjadi teman dan keluarga bagi mereka. Mulailah dari kita menjadi contoh yang baik. Kemudian kita juga dapat memulainya dari kita mengajar anak-anak kurang mampu yang ada di dekat lingkungan kita. Dan jika kita memiliki materi yang cukup dan berlebih, kita bisa menyekolahkan mereka ke sekolah yang layak. Saya mengharapkan di tahun 2019 dan seterusnya, anak yang belum mendapatkan pendidikan yang baik, dan masih bisa belum bersekolah bisa makin menurun. Agar tidak banyak orang-orang yang nantinya menjadi pengangguran. Supaya perekonomian Indonesia juga bisa menjadi membaik. Saya juga berharap, nantinya Indonesia akan menjadi negara yang maju dan memiliki prestasi yang diakui negara lain, bahkan kalau bisa generasi selanjutnya dapat mengalahkan prestasi dari negara lain. Dan untuk mereka yang pintar dapat membawa harum nama Indonesia dimata dunia. Betapa bahagianya kita nanti ketika kita sudah tua nanti. Dapat melihat mereka tersenyum dan sukses dikemudian hari.

Kevin Alfarel, 2101638241

Reference

Fadhilah, U. N. (2017, may 03). Ini Tujuh Masalah Pendidikan di Indonesia Menurut JPPI. Retrieved January 17, 2019, from Ini Tujuh Masalah Pendidikan di Indonesia Menurut JPPI: https://republika.co.id/berita/pendidikan/eduaction/17/05/03/opchjr354-ini-tujuh-masalah-pendidikan-di-indonesia-menurut-jppi

Putri, T. (2018, January 19). Ada Apa dengan Pendidikan di Indonesia? Retrieved January 17, 2019, from Ada Apa dengan Pendidikan di Indonesia?: https://student.cnnindonesia.com/edukasi/20180103112420-445-266335/ada-apa-dengan-pendidikan-di-indonesia/

Seftiawan, D. (2018, Oktober 25). Jumlah Anak Putus Sekolah Menurun. Retrieved Desember 21, 2018, from Jumlah Anak Putus Sekolah Menurun: https://www.pikiran-rakyat.com/pendidikan/2018/10/25/jumlah-anak-putus-sekolah-menurun-432186 (Dosen, 2016)