Panjangnya Rel Sejarah Per Kereta Api-an Indonesia
Pada awal mula kereta listrik pertam pada tahun 1925 yang melayani jalur tanjung priok sampai meester cornelis (jatinegara) wacana elektrifikasi jalur kereta api sudah di dengungkan sejak 1917. Elektrifikasi di prediksi akan menguntungkan secara ekonomi bagi perusahaan kereta api di Indonesia. Proyek elektrifikasi terus berlanjut yang dimana untuk memperluas rute yang ada, adapun rute tersebut jakrta-bogor pada 1 mei 1927 yang menggunakan lokomotif listrik seri 3000 buatan pabrik SLM-BBC. KRL atau sering disebut kereta komuter line. Kereta yang ada di ibu kota Negara Republik Indonesia, Jakarta ini yang di mana kereta tersebut dapat melayani masyarakat dari tempat satu ke tempat yang lain dengan jarak tempuh yang lumayan jauh. KRL ini di minati oleh masyarakat karena harga yang sangat terjangkau yang dapat di gunakan oleh masyarakat dari kalangan bawah sampai menengah ke atas. KRL di Indonesia booming pada tahun 2013 di mana masyarakat di tuntut untuk menggunakan e-ticketing dan perubahan sistem tariff kereta yang dimana berfungsi untuk mempercepat kegiatan yang ada contohnya seperti di stasiun. Pada tahun 2017 PTKI Commuter JABODETABEK berganti nama menjadi PT. Commuter Indonesia adalah salah satu anak perusahaan di lingkungan PT. Kerta Api Indonesia (Persero) yang mengelola KA Commuter JABODETABEK dan sekitarnya, alasan perubahana nama ini untuk mewadahi penugasan penyelenggaraan kereta api yang lebih luas di seluruh Indonesia. Rute awal sejak era PT. KCI memperkenalkan pola Loopline pada tahun 2011. KRL JABODETABEK memiliki enam jalur dan delapan relasi dan saat ini jumlah rersebut bertambah menjadi enam jalur dan tiga belas relasi. Seiring berjalannya waktu PT. KCI terus memperluas rute yaitu penambahan rute di sektor stasiun serpong sampai rangkas bitung (jalur hijau) selain itu KCI juga memperluas jalur mnggarai sampai cikarang. Masyarakat di ibu kota Jakarta sangat menikmati moda angkutan transportasi ini karena sangat cepat dan mudah untuk berpindah-pindah dari kota satu ke kota lain. Karena semakin banyak nya pengguna PT. KCI bekerja sama dengan JICA dan pemerintah kota Tokyo menghibahkan 72 unit kereta listrik sehingga rangkaian kereta api semakin banyak dan memiliki muatan yang besar untuk mengangkut banyaknya masyarakat.
Kereta api adalah bentuk transportasi rel yang terdiri dari serangkaian kendaraan yang ditarik sepanjang jalur kereta api untuk mengangkut kargo atau penumpang. Gaya gerak disediakan oleh lokomotif yang terpisah atau motor individu dalam beberapa unit. Meskipun propulsi historis mesin uap mendominasi, bentuk-bentuk modern yang paling umum adalah mesin diesel dan listrik lokomotif, yang disediakan oleh kabel overhead atau rel tambahan. Sumber energi lain termasuk kuda, tali atau kawat, gravitasi, pneumatik, baterai, dan turbin gas. Rel kereta api biasanya terdiri dari dua, tiga atau empat rel, dengan sejumlah monorel ada berbagai jenis kereta api yang dirancang untuk tujuan tertentu. Kereta api bisa terdiri dari kombinasi satu atau lebih dari lokomotif dan gerbong kereta terpasang, atau beberapa unit yang digerakkan sendiri (atau kadang-kadang pelatih bertenaga tunggal atau diartikulasikan, disebut sebuah kereta mobil). Kereta pertama dengan bentuk ditarik menggunakan tali, gravitasi bertenaga atau ditarik oleh kuda. Dari awal abad ke-19 hampir semuanya didukung oleh lokomotif uap. Dari tahun 1910-an dan seterusnya lokomotif uap mulai digantikan oleh kurang dan bersih (tetapi lebih kompleks dan mahal) lokomotif diesel dan lokomotif listrik, sementara pada waktu yang sama beberapa kendaraan unit yang digerakkan sendiri baik sistem tenaga menjadi jauh lebih umum dalam pelayanan penumpang. Sejarah perkeretaapian sama seperti sejarah alat transportasi umumnya yang diawali dengan penemuan roda. Mulanya dikenal kereta kuda yang hanya terdiri dari satu kereta (rangkaian), kemudian dibuatlah kereta kuda yang menarik lebih dari satu rangkaian serta berjalan di jalur tertentu yang terbuat dari besi (rel) dan dinamakan sepur. Ini digunakan khususnya di daerah pertambangan tempat terdapat lori yang dirangkaikan dan ditarik dengan tenaga kuda. Setelah James Watt menemukan mesin uap, Nicolas Cugnot membuat kendaraan beroda tiga berbahan bakar uap. Orang-orang menyebut kendaraan itu sebagai kuda besi. Kemudian Richard Trevithick membuat mesin lokomotif yang dirangkaikan dengan kereta dan memanfaatkannya pada pertunjukan di depan masyarakat umum. George Stephenson menyempurnakan lokomotif yang memenangi perlombaan balap lokomotif dan digunakan di jalur Liverpool–Manchester. Waktu itu lokomotif uap yang digunakan berkonstruksi belalang. Penyempurnaan demi penyempurnaan dilakukan untuk mendapatkan lokomotif uap yang lebih efektif, berdaya besar, dan mampu menarik kereta lebih banyak.
Penemuan listrik oleh Michael Faraday membuat beberapa penemuan peralatan listrik yang diikuti penemuan motor listrik. Motor listrik kemudian digunakan untuk membuat trem listrik yang merupakan cikal bakal kereta api listrik. Kemudian Rudolf Dieselmemunculkan kereta api bermesin diesel yang lebih bertenaga dan lebih efisien dibandingkan dengan lokomotif uap. Seiring dengan berkembangnya teknologi kelistrikan dan magnet yang lebih maju, dibuatlah kereta api magnet yang memiliki kecepatan di atas kecepatan kereta api biasa. Jepang dalam waktu dekade 1960-an mengoperasikan KA Super Ekspress Shinkanzen dengan rute Tokyo–Osaka yang akhirnya dikembangkan lagi sehingga menjangkau hampir seluruh Jepang. Kemudian Perancis mengoperasikan kereta api serupa dengan nama TGV. Gambaran keadaan kereta api di Indonesia pada masa djaman doeloe perlu dilestarikan, sehingga generasi mendatang bisa menghayati dan betapa pentingnya pembangunan kereta api. Memang pada masa itu nama kereta api sudah tepat, karena kereta dijalankan dengan api dari pembakaran batu bara atau kayu. Sedangkan sekarang sudah memakai diesel atau listrik, sehingga lebih tepat kalau disebut kereta rel, artinya kereta yang berjalan di atas rel dengan diesel ataupun listrik. Informasi tersebut sangat langka. Setelah Tanam Paksa diberlakukan oleh van den Bosch pada tahun 1825–1830, ide tentang perkeretaapian Indonesia diajukan dengan tujuan untuk mengangkut hasil bumi dari Sistem Tanam Paksa tersebut. Salah satu alasan yang mendukung adalah tidak optimalnya lagi penggunaan jalan raya pada masa itu. Akhirnya, pada 1840, Kolonel J.H.R. Van der Wijck mengajukan proposal pembangunan jalur kereta api di Hindia Belanda.
Kereta api pertama di Indonesia dibangun tahun 1867 di Semarang dengan rute Samarang – Tanggung yang berjarak 26 km dengan lebar jalur 1.435 mm, atas permintaan Raja Willem I untuk keperluan militer di Semarang maupun hasil bumi ke Gudang Semarang. Kemudian dalam melayani kebutuhan akan pengiriman hasil bumi dari Indonesia, maka Pemerintah Kolonial Belanda sejak tahun 1876 telah membangun berbagai jaringan kereta api, dengan muara pada pelabuhan Tanjung Priok Jakarta dan Tanjung Perak Surabaya. Semarang meskipun strategis, tetapi tidak ada pelabuhannya untuk barang, sehingga barang dikirim ke Batavia atau Soerabaja (Jakarta atau Surabaya). Kehadiran kereta api di Indonesia diawali dengan pencangkulan pertama pembangunan jalan kereta api di desa Kemijen, Jumat tanggal 17 Juni 1864, oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Mr. L.A.J Baron Sloet van den Beele. Pembangunan diprakarsai oleh Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij atau yang bisa disingkat dengan kalimat NIS, yang pada masa itu tengah dipimpin oleh Ir. J.P de Bordes dari Kemijen menuju desa Tanggung (26 Km) dengan lebar sepur 1435 mm. Ruas jalan ini dibuka untuk angkutan umum pada hari Sabtu, 10 Agustus 1867. Keberhasilan swasta, NIS membangun jalan KA antara Stasiun Samarang–Tanggung, yang kemudian pada tanggal 10 Februari 1870 dapat menghubungkan kota Semarang – Surakarta (110 Km), akhirnya mendorong minat investor untuk membangun jalan KA di daerah lainnya. Tidak mengherankan, kalau pertumbuhan panjang jalan rel antara 1864 – 1900 tumbuh dengan pesat. Kalau tahun 1867 baru 25 km, tahun 1870 menjadi 110 km, tahun 1880 mencapai 405 km, tahun 1890 menjadi 1.427 km dan pada tahun 1900 menjadi 3.338 km. Selain di Jawa, pembangunan rel KA juga dilakukan di Aceh (1874), Sumatera Utara (1886), Sumatera Barat (1891), Sumatera Selatan (1914), bahkan tahun 1922 di Sulawesi juga telah dibangun jalan KA sepanjang 47 Km antara Makasar–Takalar, yang pengoperasiannya dilakukan tanggal 1 Juli 1923, sisanya Ujungpandang–Maros belum sempat diselesaikan. Sedangkan di Kalimantan, meskipun belum sempat dibangun, studi jalan KA Pontianak – Sambas (220 Km) sudah diselesaikan. Demikian juga di pulau Bali dan Lombok, juga pernah dilakukan studi pembangunan jalan KA. Sampai dengan tahun 1939, panjang jalan KA di Indonesia mencapai 6.811 km. Tetapi, pada tahun 1950 panjangnya berkurang menjadi 5.910 km, kurang lebih 901 km raib, yang diperkirakan karena dibongkar semasa pendudukan Jepang dan diangkut ke Burma untuk pembangunan jalan KA di sana. Jenis jalan rel KA di Indonesia dibedakan dengan lebar sepur 1.067 mm; 750 mm (di Aceh) dan 600 mm di beberapa lintas cabang dan tram kota. Jalan rel yang dibongkar semasa pendudukan Jepang (1942 – 1943) sepanjang 473 km, sedangkan jalan KA yang dibangun semasa pendudukan Jepang adalah 83 km antara Bayah – Cikara dan 220 km antara Muaro – Pekanbaru. Ironisnya, dengan teknologi yang seadanya, jalan KA Muaro – Pekanbaru diprogramkan selesai pembangunannya selama 15 bulan yang memperkerjakan 27.500 orang, 25.000 diantaranya adalah Romusha. Jalan yang melintasi rawa-rawa, perbukitan, serta sungai yang deras arusnya ini, banyak menelan korban yang makamnya bertebaran sepanjang Muaro – Pekanbaru.
Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, perusahaan-perusahaan yang dahulu dimiliki oleh Belanda tidak serta-merta jatuh ke tangan Indonesia. Bahkan tersiar kabar bahwa Belanda berkeinginan agar perusahaan yang kelak disebut Djawatan Kereta Api (DKA) menjadi target pertama yang hendak direbut Sekutu lalu dikembalikan ke Staatsspoorwegen (SS). Bahkan, Menteri Perhubungan saat itu, Abikoesno Tjokrosoejoso, justru setuju apabila DKA dikembalikan ke tangan Belanda. Pada tanggal 2 September 1945, Angkatan Pemoeda Indonesia (API) menyelenggarakan pertemuan dengan grup revolusioner dari buruh DKA. Pertemuan dilangsungkan di Gedung Menteng 31, Jakarta. API, organisasi revolusioner Indonesia, dipimpin oleh Wikana, sedangkan buruh kereta yang hadir dipimpin oleh Legiman Harjono. Kesepakatannya adalah merebut DKA. Untuk melaksanakan hal tersebut, tenaga revolusioner dari API diperbantukan di DKA untuk menyiapkan aksi perebutan. Pada pukul 23.00, pertemuan lanjutan dilakukan di rumah dinas kepala Stasiun Manggarai dan menghadirkan pegawai-pegawai DKA. Kesepakatannya adalah merebut stasiun DKA dari tangan Jepang. Keesokan harinya, pada 3 September 1945 pada pukul 09.30 hingga 12.00 kaum buruh DKA melakukan aksi perebutan tersebut. Perebutan dilakukan di stasiun-stasiun di Jakarta. Pada akhirnya, stasiun Jatinegara dan Manggarai berhasil direbut oleh kaum buruh, menyusul kemudian Gambir, Tanjung Priok, Pasar Senen, Jakarta Kota, dan lain-lain. Kantor DKA, bengkel, dan dipo lokomotif berhasil direbut. Di Stasiun Jakarta Kota, sempat terjadi aksi bentrok dengan tentara Jepang. Begitu selesai melakukan aksi, kaum buruh membentuk “Dewan Buruh” di perusahaan dan membentuk Serikat Buruh Kereta Api (SBKA). Sementara itu, karyawan KA yang tergabung dalam Angkatan Moeda Kereta Api(AMKA) juga mengambil alih kekuasaan perkeretaapian dari pihak Jepang. Pada tanggal 14 Oktober hingga 19 Oktober meletus lah pertempuran di Kota Semarang. Perang ini sebenarnya meletus pada 15 Oktober, namun pada 14 Oktober situasi sudah memanas. Salah satu tujuannya adalah merebut Lawang Sewu. Banyak tokoh AMKA yang gugur dalam pertempuran ini. Keberhasilan kaum buruh dan pemuda segera diikuti oleh perusahaan lainnya. Kaum buruh pun membentuk beberapa serikat-serikat buruh. Peristiwa bersejarah yang terjadi pada tanggal 28 September 1945, pembacaan pernyataan sikap oleh Ismangil dan sejumlah anggota AMKA lainnya, menegaskan bahwa mulai tanggal 28 September 1945 kekuasaan perkeretaapian berada ditangan bangsa Indonesia. Orang Jepang tidak diperkenankan lagi campur tangan dengan urusan perkeretaapian di Indonesia. Inilah yang melandasi ditetapkannya 28 September 1945 sebagai Hari Kereta Api di Indonesia, serta dibentuknya Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI).
Sebagai salah satu model transportasi massal yang dipakai oleh jutaan masyarakat, perkembangan perkeretaapian di Indonesia tak lepas dari sorotan dan kelemahan. Faktor yang sering menjadi perhatian saat ini adalah tingkat kecelakaan yang masih relatif tinggi baik gerbong yang anjlok, tabrakan antara kereta api dengan kereta api, tabrakan antara kereta api dengan kendaraan lain, adanya banjir/longsor dan masalah lain yang sering dihadapi oleh pengguna Kereta Api. Penyebab utama dari problematika ini dapat dilihat pada sarana dan pemeliharaan rel yang tidak merata sehingga mengakibatkan berbagai masalah. Pada tahun 2009, tercatat 255 orang menjadi korban kecelakaan kereta api baik luka ataupun tewas. Sekitar 60 % kecelakaan kereta api terjadi di perlintasan kereta api, yang umumnya tak memiliki palang pintu bahkan tak berpenjaga. Sebanyak 2.923 palang pintu perlintasan kereta api yang tersebar di pulau Jawa, tercatat sekitar 1.192 tidak dijaga petugas. Artinya 40% perlintasan luput dari pengawasan pihak PT KAI yang bertanggung jawab penuh menjamin keamanan dan keselamatan lalu lintas sebagaimana tercantum dalam UU Nomor 23 Tahun 2007 pasal 31, pasal 32, pasal 33, pasal 34 dan pasal 124 yang telah disahkan oleh legislatif. Sejak tahun 2015, pemerintah berencana untuk meningkatkan infrastruktur perkeretaapian di Indonesia dengan menambah jalur baru, reaktifasi jalur non aktif dan juga membuat jalur ganda, tidak hanya di koridor pulau Jawa, tapi juga di koridor-koridor lainnya seperti Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua.
Sebelum perkembangan pesat inilah Indonesia bisa membangun infrastruktur dalam sektor Kereta Api, karena memang transportasi inilah yang diinginkan masyarakat Indonesia khususnya kalangan menengah bawah, namun bukan berarti Kereta Api bukan untuk kalangan menengah keatas, justru kalangan menengah ke atas inilah yang juga harus menggunakan transportasi ini guna mengurangi penggunaan mobil pribadi atau motor pribadi yang menyebabkan polusi, sehingga dengan menggunakan Kereta Api Listrik untuk mendukung pengurangan polusi di Indonesia.
Syifa Azzahra
Comments :