Jakarta, kota yang di identik dengan kemacetannya yang luar biasa ini juga menuai berbagai problematika di berbagai bidang. Penjualan kendaraan bermotor yang sangat pesat pertumbuhannya, semakin membuat Jakarta terasa sangat penuh. Sampai ruang untuk para pejalan kaki pun nyaris tak tersisa.

Dilansir dari laman Tempo.Co, bahwa penjualan kendaraan bermotor bertipe skutik pada bulan Juli 2018 sudah menyentuh angka 504.580 unit. Penjualan tersebut naik sekitar 16% dari tahun 2017 yang hanya menjual 434.293 unit saja. Seiring dengan meningkatnya penggunaan kendaraan bermotor di kota Jakarta ini, tentu angka kecelakaan lalu lintas akan merangkak naik pula. Seperti apa yang dikatakan oleh Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Budiyanto yang dimuat pada detik.com, bahwa kecelakaan lalu lintas pada periode  Januari sampai Mei 2018 mengalami kenaikan. Pada Tahun 2017 berjumlah 2.230 kasus dan 2018 berjumlah 2.387 kasus

Tercatat sebagian besar dari kecelakaan yang terjadi di Jakarta  dikarenakan kecerobohan atau kesalahan manusia itu sendiri. Salah satu contohnya adalah bermain handphone saat sedang mengemudi. Hal ini sangatlah ditentang untuk para pengguna kendaraan saat sedang mengendarai sebuah kendaraan dijalan. Ini dapat menabrak kendaraan yang berada di depannya ataupun menabrak objek lainnya yang berada di pinggir jalan. Hal lain yang paling lazim ditemukan bagi pengendara motor yang tidak taat aturan adalah tidak menggunakan helm. Tentu peristiwa seperti ini sangat sering kita temui. Tidak hanya di jalan-jalan gang kecil, bahkan sampai ke jalan raya besar pun masih ada yang nekat melakukan hal tersebut. Saat kejadian tersebut terjaring oleh razia dari Kepolisian, mereka selalu menjawab “deket ko pak”. Pernyataan tersebut sangat tidak dapat dibenarkan. Sebagaimana yang telah disebutkan dalam Undang-Undang pada UU No.22 Tahun 2009 Pasal 106 Ayat (8) yang berbunyi “Setiap orang yang mengemudikan sepeda motor dan penumpang sepeda motor, wajib mengenakan helm yang memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).

Dari peristiwa tersebut, kita dapat melihat bahwa kesadaran masyarakat akan keselamatan lalu lintas masih sangatlah rendah. Ini lah yang mendorong angka kecelakaan tiap tahunnya terus meningkat. Mereka masih berfikir bahwa helm hanyalah alat untuk menghindari polisi. Jadi saat dia berpergian dengan sepeda motor dengan jarak dekat, dia tidak menggunakan helm. Ini adalah mind set buruk bagi seluruh masyarakat yang tinggal di Jakarta. Karena sebuah kecelakaan tidak memandang seberapa jauh kita menggunakan sepeda motor.

Kita harus menjadikan sebuah alat keselamatan itu adalah hal wajib yang harus dikenakan saat ingin memulai mengendarai sepeda motor. Tentu helm yang digunakan juga bukanlah helm sembarangan. Helm tersebut harus memiliki sertifikasi SNI atau Standar Nasional Indonesia. Dimana helm tersebut dibentuk untuk siap menerima benturan kuat dan tentunya sudah diperhitungkan dengan baik agar kepala kita tetap terlindung dari benturan keras dari luar helm tersebut. Bisa dibayangkan apabila kita tidak mengenakan helm, lalu kecelakaan pun terjadi. Tentu akan sangat mengerikan.

Selain tidak mengenakan helm, sebuah pertanda dari masyarakat yang menggambarkan rendahnya kesadaran akan keselamatan berlalu lintas adalah melawan arus. Ini adalah hal yang paling menyebalkan bagi sebagian orang apabila bertemu dengan orang yang membawa motor dengan melawan arus yang sebenarnya. Biasanya hal ini dapat terjadi dengan beberapa sebab. Bisa menghindari razia polisi didepan ataupun agar tidak memutar cukup jauh. Terkadang sifat tersebut terbilang egois, dimana ia tidak memikirkan orang lain dan hanya peduli dirinya sendiri. Dan sering apabila kita menegur mereka, mereka justru lebih galak dari kita. Dan merasa dirinya yang paling benar. Tentu hal ini tidak bisa dibenarkan dan kadang berujung kepada keributan di pinggir jalan. Sangat menyebalkan bukan, apabila kita terpaksa berkelahi dengan orang seperti itu?.

Pelanggaran lalu lintas lainnya yang umum ditemukan dijalan adalah bonceng tiga atau lebih. Pelanggaran ini biasa dilakukan oleh anak-anak dibawah 17 tahun seperti SD dan SMP. Mereka berbonceng tiga di motor. Dan hal itu sangat membahayakan karena motor hanya di desain untuk dua orang. Ditambah lagi tidak memiliki SIM dan tidak menggunakan helm. Anak tersebut setidaknya sudah melakukan tiga pelanggaran yang sudah tercantum dalam undang-undang. Antara lain Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Pasal 14 ayat (1) huruf b dan Undang-Undang No.22 Tahun 2009 serta Undang-Undang Pasal 106 Ayat 9. Apabila anak tersebut terjaring razia kepolisian, tentu hal yang akan dilakukan adalah menelfon orang tua nya dan akan diberikan penyuluhan ditempat.

Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa metode penyuluhan ditempat tidak berjalan efektif. Anak tersebut mungkin akan menangis saat ditegur oleh kepolisian dihadapan orang tua nya. Tapi dikemudian hari, anak tersebut akan melakukan kesalahan yang sama. DAlam kasus ini, peran orang tua sangatlah besar. Tentu apabila orang tua akan melarang keras anaknya membawa kendaraan bermotor saat masih dibawah 17 tahun, anak tersebut pun pasti akan enggan untuk melakukannya. Dan sebagai orang tua juga harus bisa cerdik dengan menyembunyikan kunci motor tersebut. Dengan begitu, anak tidak bisa membawanya.

Mengizinkan anak dibawah umur untuk membawa kendaraan bermotor tidak bisa dibenarkan apa pun alasannya. Karena menurut pakar psikologi, anak dibawah 17 tahun, masih memiliki emosi yang tidak stabil dibandingkan dengan orang dewasa. Jadi, mudah terprovokasi saat sedang berada dijalan. Entah dengan kebut-kebutan dijalan atau hal lainnya yang mungkin bisa berdampak buruk juga bagi orang lain yang berada di sekitarnya. Kebijakan orang tua untuk menangani hal seperti ini sangatlah diperlukan. Penggunaan supir mungkin adalah pilihan terbaik daripada membiarkan anak tersebut membawa kendaraan. Memang akan ada pengeluaran lebih untuk hal tersebut. Namun jika dibandingkan dengan nyawa anak sendiri, apakah sebanding? Tentu saja tidak. Pasti akan lebih aman jika menggunakan jasa supir.

Berbagai cara sudah dilakukan olek pihak kepolisian kepada masyarakat untuk selalu bisa mengutamakan keselamatan dalam berkendara di jalan raya. Namun, tetap saja masih banyak masyarakat yang menganggap remeh & baru akan tersadar apabila kecelakaan sudah menimpanya. Sangatlah syukur apabila orang tersebut masih hidup pasca kecelakaan, apabila sampai meninggal? Tidak ada lagi yang bisa disesali.

Taatilah peraturan lalu lintas dan tertib dengan rambu-rambu yang berlaku. Jangan melanggar rambu karna selain membahayakan diri sendiri, juga membahayakan orang lain. Kita tidak perlu dorong-dorong an untuk bisa bersikap tertib dan taat.

Mulai lah dari diri kita sendiri. Tidak perlu melihat apakah orang lain tertib juga atau tidak. Setidaknya kita sudah taat aturan berlalu lintas, membawa surat-surat kendaraan dan mengenakan helm. Dengan begitu, kita juga turut serta untuk mengurangi angka kecelakaan di jalan.

 

FAIZ-LD51 MARCOMM