Blind Side of The Self sebagai Hambatan Komunikasi Efektif
Setiap manusia memiliki karakter dan kepribadian yang berbeda-beda. Past experience, biological make-up dan cultural background adalah faktor-faktor yang membuat karakter dan kepribadian seseorang unik dari yang lainnya. Keunikan tersebut akan dibawa seseorang ke dalam interaksi sosialnya. Pada interaksi sosial tersebut setiap orang akan berhadapan dengan keunikan orang-orang yang ada di sekelilingnya. Pada saat itulah seseorang akan mempersepsi orang lain berdasarkan faktor-faktor yang sama yang membuat dirinya unik dari yang lain yaitu, past experience, biological make-up dan cultural background.
Inti dari komunikasi adalah persepsi, dan inti dari persepsi adalah interpretasi. Ketika hasil interpretasi seseorang terhadap orang lain tidak tepat, hal ini akan menyebabkan kesalahan persepsi. Kesalahan persepsi dapat disebabkan oleh hal-hal seperti stereotype, hallo effect, prejudice, culture shock, primary effect, dan lain sebagainya. Jika hal ini terjadi, maka potensi terjadinya konflik antara partisipan komunikasi yang terlibat cenderung besar.
Konflik yang terjadi antara orang yang satu dengan yang lainnya tidak hanya disebabkan oleh kesalahan persepsi seseorang terhadap orang lain. Tetapi, dapat juga disebabkan oleh kegagalan seseorang di dalam mempersepsi dirinya sendiri. Teori Johari Window menyebutkan istilah blind side pada salah satu dimensi tentang diri (self). Blind side adalah situasi ketika seseorang tidak menyadari beberapa karakter dan kepriadiannya dan hanya orang lain yang menyadari hal tersebut. Misalnya, para karyawan menyadari bahwa manajernya memiliki karakter yang otoriter dan keras kepala sehingga mempengaruhi kinerja karyawan. Sebagai bawahan, karyawan pada umumnya tidak memiliki keberanian untuk memberitahukan hal tersebut kepada atasannya dan hanya mampu membicarakan karakter atasannya tersebut dengan karyawan lainnya saja. Situasi ini dapat menyebabkan komunikasi menjadi tidak efektif dan cenderung menimbulkan konflik.
Selain perbedaan status sosial yang menyebabkan seseorang tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkan blind side seseorang. Latar belakang budaya pun dapat menentukan keberanian seseorang dalam mengungkapkan hal tersebut. Orang-orang dari high-context culture, cenderung lebih akomodatif terhadap situasi seperti ini. Karena mengungkapkan blind side seseorang tampak seperti mengkritik perilakunya, dan biasanya orang kurang senang jika diberikan kritikan, maka dengan cara akomodatif, konflik dapat terhindarkan. Sedangkan orang-orang dari low-context culture cenderung kompetitif, mereka lebih memiliki keberanian untuk to the point mengungkapkan blind side dari seseorang.
Setiap orang pasti memiliki blind side dari karakter dan kepribadiannya. Memang, blind side tersebut dapat berupa hal-hal yang positif dan negatif. Blind side positif dapat menjadi kebaikan baik bagi diri kita sendiri maupun orang lain. Sedangkan blind side negatif adalah sebaliknya. Oleh karena itu, terlepas dari apapun status sosial dan latar belakang budaya yang kita miliki, sebaiknya kita dapat terbuka terhadap kritik dan saran orang lain yang menyadari sisi blind side dari karakter dan kepribadian kita. Dengan begitu, komunikasi yang efektif akan tercapai dan iklim komunikasi yang baik pun akan tercipta. (FAS)
Comments :