PERTUKARAN PELAJAR BINUS-ISTC PRANCIS, SIAPA TAKUT ?
Saya (kiri depan) berfoto bersama mahasiswa ISTC, Lille, Prancis
Sejak bulan Januari 2015, pengalaman saya dalam dunia pendidikan semakin bertambah. Saya menjalani sebuah program pertukaran pelajar demi memenuhi syarat kelulusan program magang saya di Universitas Bina Nusantara (Binus). Saya melakukan program pertukaran pelajar ke ISTC (Institut des Stratègies et Techniques de Communication) yang terletak di kota Lille, bagian utara negara Prancis. Ini adalah pertama kalinya saya pergi ke luar negeri yang jarak destinasinya sangat jauh dengan tujuan akademis tanpa ditemani orang tua. Saya merupakan satu-satunya perwakilan mahasiswa broadcasting Binus dari 6 mahasiswa marcomm Binus yang mempunyai kesempatan ini.
Sebelum berangkat ke Prancis, ketua jurusan Marketing Communication dan pengurus mahasiswa internasional di ISTC sudah melakukan mapping course, yaitu proses pencocokan mata kuliah sehingga mahasiswa tetap mendapatkan materi kuliah yang sama baik di universitas asal maupun universitas tujuan. Selain itu, proses transfer nilainya pun akan sesuai dengan materi mata kuliah yang diambil. Selama menjalani semester enam disana, atau orang luar menyebutnya spring semester karena dilakukan di musim semi, saya mengambil enam mata kuliah di ISTC. Keenam mata kuliah tersebut antara lain Business News, History of Press Media, Communication and Sustainable Development, Challenge Marketing, English Lecture dan French. Namun, untuk mata kuliah English dan French, nilainya tidak akan ditransfer ke Binus karena tidak sesuai dengan materi kuliah semester enam di Binus.
Awalnya, saya sempat ragu dalam melakukan proses pertukaran pelajar ini karena takut tidak dapat mengikuti pelajaran dengan baik. Hal ini disebabkan oleh kemampuan bahasa saya yang terbatas. Saya sama sekali belum pernah belajar bahasa Prancis. Walaupun semua mata kuliah yang saya ambil berbasis bahasa Inggris, tapi untuk melakukan percakapan dengan mahasiswa lokal ataupun dengan dosen disana setidaknya saya harus bisa menggunakan bahasa Prancis. Walaupun terkadang sulit untuk melakukan percakapan dengan mahasiswa-mahasiswi lokal disana karena adanya perbedaan bahasa, ternyata proses belajar mengajar dapat saya ikuti dengan baik. Hal ini dikarenakan oleh adanya perbedaan gaya mengajar di Prancis dan di Indonesia, serta ada beberapa materi yang telah dipelajari sebelumnya selama melakukan aktivitas kuliah di Binus.
Bedanya cara mengajar di Prancis dan di Indonesia adalah strategi pembelajaran dimana mahasiswanya dituntut untuk berperan sangat aktif dalam perkuliahan, sedangkan di Indonesia rata-rata dosennya yang kebanyakan berbicara di depan kelas sehingga membuat mahasiswanya berperan pasif. Contohnya dalam mata kuliah Business News yang saya ambil, biasanya topik yang dibicarakan di setiap pertemuan berbeda-beda. Setiap pertemuannya, sang dosen selalu mengajak diskusi para mahasiswa agar masing-masing dari kami mengekspresikan pendapat masing-masing. Disini setiap mahasiswa dapat melihat adanya perbedaan cara pandang tiap anak dalam menanggapi suatu isu tertentu. Terkadang juga diadakan debat antar mahasiswa, jadi mau tidak mau masing-masing dari mahasiswa harus bisa mengekspresikan pandangannya di hadapan mahasiswa lain. Strategi pembelajaran seperti ini sebenarnya lebih baik daripada hanya sang dosen yang berbicara di depan kelas, karena akan membuat anak-anaknya memahami topik yang diangkat dengan baik, dan akan terlihat pula mana yang benar-benar aktif dan paham, serta mana yang kurang memahami topik di kelas. Strategi seperti itu pula lah yang akan membangkitkan semangat belajar para mahasiswa.
Dosen hanya mendorong mahasiswa untuk berperan aktif di kelas
Selain strategi pembelajaran yang membuat mahasiswanya menjadi aktif, hal yang membuat saya dapat menjalani program pembelajaran disana dengan baik adalah materinya. Materi yang diberikan di ISTC, ternyata pada dasarnya telah saya pelajari di Binus, sehingga membuat saya lebih mudah untuk memahami apa yang diajarkan. Contohnya yaitu pada mata kuliah Challenge Marketing. Mata kuliah tersebut menuntut saya untuk berbaur dengan mahasiswa lokal karena ditugaskan untuk membuat produk atau jasa secara berkelompok yang kemudian nantinya akan dipresentasikan di depan kelas pada pertemuan terakhir dan dijadikan penilaian untuk ujian akhir semester. Disini, materi yang digunakan adalah mengenai strategi-strategi Marketing yang sebelumnya telah saya pelajari pada mata kuliah Integrated Marketing Communication di Binus. Untuk itu, saya merasa familiar dengan materi yang diberikan dan tidak merasakan adanya kesulitan, sehingga saya hanya tinggal menerapkan kembali materi Marketing yang sebelumnya telah saya pelajari di Binus di mata kuliah Challenge Marketing.
Mata kuliah-mata kuliah di Prancis ternyata mengambil materi dari sudut pandang dunia. Jika di Indonesia biasanya hanya membicarakan isu-isu beredar yang terjadi di Indonesia, Prancis melihat isu-isu penting yang terjadi di dunia untuk kemudian diangkat menjadi topik pembicaraan di dalam kelas. Hal inilah yang membuat saya lebih open-minded dan semakin menambah wawasan saya tentang perkembangan dunia. Selain itu, yang menjadi pusat pandangan biasanya dilakukan terhadap negara-negara maju seperti Amerika Serikat atau negara-negara Uni Eropa. Beberapa contoh topik yang diangkat misalnya, perkembangan media massa di Prancis dan AS, perbandingan harga minyak dunia tiap harinya yang selalu naik turun, dan perkembangan nilai tukar mata uang asing di seluruh dunia yang juga sering ditanyakan secara tiba-tiba.
Bekerja kelompok menjadi cara belajar yang menyenangkan
Untuk tugas-tugas kelompok, tiap dosen pun biasanya tidak akan membiarkan mahasiswa Prancis membentuk kelompok yang beranggotakan mahasiswa lokal saja, setidaknya mereka harus memiliki 1-2 mahasiswa internasional di dalamnya. Hal itu dilakukan agar kami semua yang memiliki latar belakang berbeda, dapat bertukar pikiran dari sudut pandang dunia yang berbeda pula. Selain itu juga kami dapat menambah wawasan satu sama lain tentang apa yang kami ketahui dengan negara asal masing-masing. Disinilah yang membuat gaya belajar mengajar di Prancis terasa mudah dan menyenangkan (Siti Meidina, mahasiswa pertukaran pelajar Binus-ISTC, Lille, Prancis)
Comments :