(Artikel ini dipublish di Kompasiana. Dia buat artikel lafi dengan judul:

“Siap Bersaing di Tengah Hiruk Pikuk K-Pop, Westlife Reunian di Tahun 2019!” dipublish di Hiswee, link di bawah)

Bagi sebagian orang, musik adalah pelipur lara yang murah dan mudah untuk didapatkan. Mengapa demikian? Karena baik secara legal maupun ilegal, berbayar maupun gratis, dari yang muda sampai yang tua, semua bisa mengonsumsi musik.

Setelah seharian lelah beraktivitas, hanya dengan menyalakan musik atau lagu favorit yang energik, dapat membuat pendengarnya bersemangat kembali. Musik memiliki pengaruh yang cukup besar dalam mengontrol mood atau suasana hati seseorang. Musik dapat membuat pendengarnya bahagia, marah, tertawa, bahkan menangis.

Industri musik terus mengalami perubahan seiring berjalannya waktu, terutama di Indonesia. Dahulu, musik dijual dan dikonsumsi melalui medium piringan hitam atau record. Lalu berubah menjadi bentuk kaset. Kemudian berbentuk Compact Disc atau CD.

Memasuki era 2010-an, ketika internet lebih mudah dijangkau, musik dapat diakses menggunakan internet melalui berbagai jenis platform, baik platform musik yang legal maupun ilegal. Dan seiring berkembangnya zaman, konsumsi masyarakat terhadap album fisik mulai berkurang bahkan berhenti dikarenakan munculnya platform musik online. Dengan bantuan internet, kapan dan dimana saja, kita dapat mengakses musik hanya dengan sentuhan jari.

Secara kualitas, industri musik Indonesia mengalami kemajuan. Lagu-lagu milik Agnezmo, Anggun, Rossa, Afgan, Raisa, Isyana, hingga Via Vallen berhasil mencuri perhatian tidak hanya masyarakat Indonesia, melainkan juga masyarakat Asia Tenggara, bahkan hingga Amerika dan Eropa. Semua itu bisa terjadi berkat bantuan internet. Musik mereka dapat diakses dan dinikmati juga di luar Indonesia.

Tetapi secara kuantitas, terutama penjualan album fisik mengalami kemunduran. Dahulu, penjualan album fisik adalah salah satu pemasukan utama bagi para musisi.

Namun, semenjak album fisik tidak lagi digemari, para musisi yang menggantungkan hidupnya dengan bermusik harus memutar otak bagaimana caranya untuk tetap mendapatkan penghasilan atas karya-karyanya selain melalui penjualan album fisik. Bisa dengan menyebarluaskan hasil karyanya ke semua platform musik online yang ada maupun melakukan konser atau acara off-air.

Nampaknya, walaupun di sektor online industri musik Indonesia meningkat pesat—yang dapat dilihat dari jutaan views di YouTube dan jutaan plays di platform musik online, tetapi di sektor lain, yaitu penjualan musik atau album fisik mengalami kemunduran yang sangat drastis, bahkan bisa dibilang mati suri.

Sebelumnya, walaupun maraknya kasus pembajakan musik di Indonesia tidak pernah ditindak dengan tegas, tetapi ada beberapa musisi yang sukses menjual album fisik hingga jutaan kopi. Misalnya band Dewa19 yang pada tahun 2000 dengan album yang bertajuk “Bintang Lima” berhasil menjadi album terlaris sepanjang masa di Indonesia dengan raihan penjualan sekitar 1,7 juta kopi.

Kemudian boyband asal Irlandia—Westlife—berhasil menjual self-titled album debut mereka di Indonesia sekitar 1 juta kopi. Ini   menjadikan mereka satu-satunya musisi luar negeri yang bisa menjual album fisik sebanyak 1 juta kopi di Indonesia.

Sedangkan untuk sekarang, jika penjualan album fisik mencapai 100 ribu kopi saja sudah dianggap top. Terlebih label-label musik di Indonesia juga saat ini tidak terlalu berfokus pada penjualan album fisik, melainkan mengandalkan platformplatform musik onlineseperti SpotifyiTunesYouTubeJoox dan AppleMusic.

Dan kebanyakan musisi sekarang menjual atau mendistribusikan albumnya melalui gerai-gerai makanan cepat saji seperti KFC, CFC dan Texas yang nampaknya cukup efektif karena musisi dapat menjual puluhan hingga ratusan ribu kopi album.

Kemunduran industri musik di Indonesia diawali ketika toko musik paling besar yang menjual album-album fisik, yaitu Disc Tarra, menutup satu persatu gerainya, yang kemudian menutup semua gerainya di seluruh Indonesia. Tidak sampai di situ saja, toko-toko musik lainnya pun banyak yang gulung tikar karena menurunnya permintaan album fisik di Indonesia. Namun beberapa masih ada yang bertahan dan menjual album-album fisik melalui berbagai jenis marketplace online atau website.

Musisi Indonesia seperti di-‘anak-tiri’-kan di negeri sendiri. Bagaimana tidak, ketika di luar negeri masih ada banyak acara musik di televisi sebagai media promosi para musisi, penjualan album fisik yang masih tinggi, sedangkan di Indonesia baik konsumen, media, dan tempat penjualan album fisiknya saja sudah mulai menghilang.

Padahal, beberapa tahun lalu, bisa kita lihat bagaimana menjamurnya acara musik di televisi Indonesia. Mulai dari band, solois, duo, boyband silih berganti tampil di acara musik tiap harinya, dari satu stasiun televisi ke televisi lain. Tapi beberapa tahun belakangan, acara musik di televisi Indonesia perlahan mulai menghilang, yang membuat kurang gaungnya musik-musik Indonesia di kalangan masyarakat Indonesia itu sendiri. Konsumen pun harus secara mandiri mengecek di berbagai platform musik online mengenai musik-musik apa yang baru saja rilis.

Di kala gersangnya industri musik Indonesia, Billboard Indonesia hadir bak udara segar bagi para musisi Indonesia. Pada Jumat, 30 November 2018 silam, muncul sebuah akun twitter yang mengatasnamakan Billboard Indonesia. Akun itu mengunggah sebuah tweet berisikan foto dengan tulisan yang cukup panjang.

 Izinkan kami memperkenalkan diri sebagai Billboard Indonesia. Billboard adalah bidang usaha media terkemuka dunia dari Amerika Serikat yang aktif melansir artikel seputar musik dan dunia hiburan sejak tahun 1894. Billboard juga telah dilisensi ke dalam beragam versi bahasa di 60 (enam puluh) Negara di seluruh dunia sebelum Indonesia.”

Pada awalnya, Billboard ‘hanyalah’ sebuah majalah musik Amerika milik Prometheus Global Media yang bermarkas di New York City, New York. Majalah Billboard pertama kali diterbitkan pada tanggal 1 November 1894 dan termasuk majalah tertua di dunia. Majalah ini awalnya hanya berfokus pada topik pengumuman tagihan dan hiburan luar ruangan sebelum akhirnya pada era 1950-an mengkhususkan pada topik industri musik.

Billboard memiliki beberapa chart (tangga lagu) yang sudah diakui secara internasional yang berfungsi sebagai barometer lagu paling populer yang selalu diperbaharui tiap minggunya. Tangga lagu utamanya adalah Billboard Hot 100 dan Billboard 200, yang menampilkan peringkat lagu dan album secara overall.

Data tangga lagu Billboard dihimpun berdasarkan pada banyaknya unduhan digital, penjualan online, pemutaran radio, serta internet streaming. Semua data yang terkumpul berasal dari rating Nielsen SoundScan, sebuah lembaga survei ternama yang telah digunakan sejak tahun 1991.

“Billboard Indonesia memiliki kanal berita yang hanya dioperasikan melalui medium internet. Billboard Indonesia berusaha untuk menjadi jembatan produktif antara para pelaku musik di Indonesia dengan lanskap musik global. Billboard Indonesia segera mengeksplorasi beragam potensi penting dunia hiburan Indonesia untuk dikabarkan secara luas,” lanjutnya.

Yang menarik, Indonesia akan segera memiliki Billboard Indonesia Hot 100, yang mana akan menumbuhkan kembali kompetisi industri musik Indonesia yang mulai padam.

Untuk meningkatkan beragam titik temu antara pelaku industri musik, Billboard Indonesia akan merilis Billboard Indonesia Hot 100 yaitu tangga lagu mingguan versi Indonesia yang datanya dirangkum oleh AC Nielsen U.S. atas statistik pemutaran lagu yang berasal dari platform musik digital Indonesia. Kehadiran tangga lagu ini amat sangat ditunggu sebagai barometer popularitas yang meningkatkan motivasi atas dunia bisnik musik,” tutupnya.

Billboard dan tangga lagunya adalah barometer musik dunia. Hampir semua musisi bercita-cita untuk bisa masuk ke dalam chart Billboard. Dan baik di dunia maupun di Indonesia sendiri sudah banyak masyarakat awam yang mengetahui eksistensi Billboard dan chart-nya ini.

Diharapkan dengan adanya Billboard ‘cabang’ Indonesia terutama chart-nya, para musisi Indonesia dapat bersaing dengan sehat dan menghidupkan kembali kompetisi industri musik Indonesia yang sempat redup, atau bahkan bisa menembus pasar dunia. Karena ada banyak anak bangsa yang sangat berbakat dan jenius dalam bermusik. Dan kualitas musik musisi Indonesia tidak kalah hebatnya dengan kualitas musik musisi luar negeri.

Mari dukung industri musik Indonesia dengan membeli dan menikmati musik para musisi Indonesia secara legal!

Sierly Amalia Oktaia

Artikel ini telah dipublish di Kompasiana pada 3 Januari 2018 dengan link berikut:

https://www.kompasiana.com/sierlyamalia/5c2e0115c112fe363c30bed7/billboard-buka-cabang-di-indonesia-awal-mula-masa-depan-cerah-industri-musik-indonesia

https://www.hipwee.com/narasi/siap-bersaing-di-tengah-hiruk-pikuk-k-pop-westlife-reunian-di-tahun-2019/