Dalam kehidupan masyarakat modern saat ini, setiap individu atau anggota masyarakat diharapkan untuk dapat bersosialisasi dengan anggota masyarakat lainnya. Namun dalam kehidupan bermasyarakat tunduk pada kaidah-kaidah yang terdapat dalam lingkungannya, baik itu norma hukum, kesopanan, kesusilaan dan agama yang disebut sebagai etika. Etika Publik merupakan refleksi tentang standar/norma yang menentukan baik/buruk, benar/salah perilaku, tindakan dan keputusan untuk mengarahkan kebijakan publik dalam rangka menjalankan tanggung jawab pelayanan public. Kondisi ini menimbulkan konsekuensi berupa penghormatan terhadap nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat (Hartini dkk, 2010:47). Istilah etika berasal dari bahasa Yunani ethos, yang berarti kebiasaan atau watak. Jadi dalam hal ini etika merupakan pola perilaku atau kebiasaan yang baik dan dapat diterima oleh lingkungan pergaulan seseorang atau sesuatu organisasi tertentu (Fernanda, 2003:2). Dengan demikian, tergantung pada situasi dan cara pandangnya, seseorang dapat menilai apakah etika digunakan atau diterapkan itu bersifat baik atau buruk. Dalam konteks organisasi administrasi publik atau pemerintah, pola-pola sikap dan perilaku serta hubungan antar manusia dalam organisasi maupun hubungannya dengan pihak luar organisasi pada umumnya diatur dalam peraturan perundang-undangan. Etika bagi penyelenggara negara merupakan hal penting yang harus dikembangkan karena dengan adanya etika diharapkan mampu untuk membangkitkan kepekaan birokrasi atau pemerintah dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

Berikut merupakan etika menurut para ahli. Menurut Aristoteles, pengertian etika dibagi menjadi dua yaitu terminius technikus dan manner and custom. Terminius technikus adalah etika yang dipelajari sebagai ilmu pengetahuan dengan mempelajari suatu problema tindakan atau perbuatan manusia. Sedangkan manner and custom adalah pembahasan etika yang berhubungan atau berkaitan dengan tata cara serta adat kebiasaan yang melekat pada kodrat manusia yang sangat terkait dengan arti baik dan buruk suatu perilaku, tingkah laku, atau perbuatan manusia. Dalam memberikan pelayanan publik dari pemberi layanan kepada masyarakat harus mengedepankan etika dan prinsip nilai yang menjadi acuan perilaku. Prinsip nilai dibutuhkan sebagai upaya menyesuaikan tatanan nilai masyarakat yang selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Perubahan nilai ini tentunya akan mengubah standar harapan masyarakat dalam pemenuhan kebutuhannya. Perhatian terhadap beberapa aspek ini memberikan jaminan bahwa pelayanan publik yang dilaksanakan merupakan ekspresi kebutuhan sosial masyarakat.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) 1989 mendefinisikan etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk serta tentang hak dan kewajiban moral (akhlaq); kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlaq; nilai mengenai nilai benar dan salah, yang dianut suatu golongan atau masyarakat. (Suseno, 1994) mendefinisikan Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan pelbagai ajaran moral. Sementara itu, (Kattsoff 1986), mengemukakan bahwa, Etika sebenarnya lebih banyak bersangkutan dengan prinsip-prinsip dasar pembenaran dalam hubungan tingkah laku manusia, Istilah etika dalam bahasa Latin disebut ethos atau ethikos. Kata ini merupakan bentuk tunggal, sedangkan dalam bentuk jamak adalah ta etha. Istilah ini juga kadang kadang disebut dengan mores, mos, yang juga berarti “adat istiadat” atau “kebiasaan” yang baik sehingga dari istilah ini lahir penyebutan moralitas atau moral. Etika berkembang menjadi studi tentang berbagai kebiasaan manusia berupa kebiasaan dalam konvensi/kesepakatan, yaitu dalam berbicara, berbusana, bergaul, dan sebagainya. Studi tentang etika lebih menekankan pada perbuatan yang dilandasi oleh tatanan nilai kodrat manusia yang tercermin dalam manifestasi kehendak, bukan kebiasaan semata-mata.

Terdapat beberapa definisi tentang etika, sebagaimana dikemukakan WJS Poerwadarminta (1986) etika adalah ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral). Sedangkan Sonny Keraf (1991) etika adalah sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan terwujud dalam sikap dan pola perilaku hidup manusia, baik secara pribadi maupun kelompok. Dalam konteks profesionalisme, etika memberikan jawaban dan sekaligus pertanggungjawaban tentang ajaran moral, yaitu bagaimana seseorang yang berprofesi harus bersikap, berperilaku dan bertanggungjawab atas perbuatannya.

Menurut Keban (2005:2-3) etika penyelenggaraan pelayanan publik memiliki dua arti yaitu arti sempit dan arti luas. Dalam arti yang sempit pelayanan publik adalah suatu tindakan pemberian barang dan jasa kepada masyarakat oleh pemerintah dalam rangka tanggung jawabnya kepada publik baik diberikan secara langsung maupun melalui kemitraan dengan swasta dan masyarakat berdasarkan jenis dan intensitas kebutuhan masyarakat, kemampuan masyarakat dan pasar. Konsep ini lebih menekankan bagaimana pelayanan publik berhasil diberikan melalui suatu delivery system yang sehat. Pelayanan publik ini dapat dilihat sehari-hari di bidang administrasi, keamanan, kesehatan, pendidikan, perumahan, air bersih, telekomunikasi, transportasi, bank, dan sebagainya. Tujuan pelayanan publik adalah menyediakan barang dan jasa yang terbaik bagi masyarakat. Barang dan jasa yang terbaik adalah memenuhi apa yang dijanjikan atau apa yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Dalam arti yang luas, konsep pelayanan publik (public service) identik dengan public administrasion yaitu berkorban atas nama orang lain dalam mencapai kepentingan publik (JL. Perry, 1989:625 dalam Istiyadi, 2006:62). Dalam konteks ini pelayanan publik lebih dititik beratkan kepada bagaimana elemen-elemen administrasi publik seperti policy making, desain organisasi dan proses manajemen dimanfaatkan untuk menyukseskan penyelenggaraan pelayanan publik, pemerintah merupakan pihak provider yang memberi tanggungjawab.

sumber: Halaman7.com

     Berdasarkan konsep etika dan pelayanan publik di atas maka yang dimaksudkan dengan etika penyelenggaraan pelayanan publik (delivery system) yang didasarkan atas serangkaian tuntutan perilaku (rules of conduct) atau kode etik yang mengatur halhal yang baik dan harus dilakukan atau sebaliknya yang tidak baik agar dihindarkan. Isu tentang etika dalam pelayanan publik di Indonesia kurang dibahas secara luas dan tuntas sebagaimana terdapat di negara maju. Telah disadari oleh berbagai pihak bahwa salah satu kelemahan dasar dalam penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia adalah masalah moralitas. Etika sering dilihat sebagai suatu elemen yang kurang berkaitan dengan dunia pelayanan publik. Pada hal dalam literatur tentang pelayanan publik dan administrasi publik, etika merupakan salah satu elemen yang sangat menentukan kepuasan publik yang dilayani sekaligus keberhasilan organisasi pelayanan publik itu sendiri.

 

PELAYANAN YANG BAGAIMANA ??

Dari bentuk pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis pelayanan, yaitu:

Pertama, Pelayanan Administratif, dimana pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan oleh publik, misalnya status kewarganegaraan, serrtifikat kompetensi, kepemilikan atau penguasaan terhadap suatu barang dan sebagainya. Dokumen-dokumen ini antara lain kartu Tanda Penduduk (KTP), Akte Pernikahan, Akte kelahiran, Akte Kematian, Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Kendaraan Bermotor (STNK), Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Paspor, Sertifikat Kepemilikan/Penguasaan Tanah dan sebagainya.

Kedua, Pelayanan Barang, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk/jenis barang yang digunakan oleh publik, misalnya jaringan telepon, penyediaan tenaga listrik, air bersih, dan sebagainya.

Ketiga, Pelayanan Jasa, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk jasa yang dibutuhkan oleh publik, misalnya pendidikan, pemeliharaan kesehatan, penyelenggaraan transportasi, pos, dan lain sebagainya.

Dari ketiga jenis pelayan publik tersebut diatas, yang harus dipahami sesungguhnya ialah bahwa pelayanan masyarakat (public service) merupakan produk dari organisasi pemerintahan. Pelayanan publik tersebut diberikan untuk memenuhi kebutuhan dan hak masyarakat, artinya kegiatan pelayanan pada dasarnya menyangkut pemenuhan suatu hak, dan melekat pada setiap orang, baik secara pribadi maupun berkelompok (organisasi), yang diberikan oleh penyelenggara pemerintah serta dilakukan secara universal.

PERMASALAHAN ETIKA PELAYANAN PUBLIK

Pada saat ini persoalan mendesak yang dihadapi pemerintah adalah persoalan etika pelayanan publik. Masyarakat mulai tidak sabar dan cemas dengan mutu pelayanan publik yang pada umumnya semakin merosot atau memburuk, bahkan lebih buruk dibandingkan dengan pelayanan yang diberikan oleh sektor swasta. Masyarakat juga mulai mempertanyakan apakah pemerintah mampu menyelenggarakan pelayanan publik yang bermutu kepada masyarakat atau tidak. Selama ini penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintahsaat ini masih dihadapkan pada sistem pemerintahan yang belum efektif dan efisien serta kualitas sumber daya manusia aparatur yang belum memadai. Hal ini terlihat dari masih banyaknya keluhan dan pengaduan dari masyarakat baik secara Iangsung maupun tidak langsung melalui media massa.Hampir setiap hari ada keluhan dari masyarakat terhadap berbagai persoalan pelayanan aparatur penyelenggara/ pelaksana pelayanan publik. Permasalahan etika dalam pelayanan publik dapat berdampak negatif terhadap kepercayaan masyarakat, efektivitas, dan efisiensi pemerintahan. Berikut ini beberapa permasalahan umum yang sering dihadapi dalam etika pelayanan publik:

  1. Korupsi
  • Deskripsi: Penyalahgunaan wewenang untuk keuntungan pribadi atau kelompok.
  • Dampak: Mengurangi kualitas layanan, menimbulkan ketidakadilan, dan merusak kepercayaan masyarakat.

2. Nepotisme dan Kronisme

  • Deskripsi: Memberikan keuntungan atau posisi kepada keluarga atau teman dekat tanpa mempertimbangkan kualifikasi.
  • Dampak: Merusak moral pegawai, mengurangi efisiensi, dan menghambat meritokrasi.

3. Kurangnya Transparansi

  • Deskripsi: Kurangnya keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan dan penyediaan informasi.
  • Dampak: Menimbulkan kecurigaan dan ketidakpercayaan masyarakat.

4. Pelanggaran Privasi

  • Deskripsi: Penyalahgunaan atau kebocoran informasi pribadi yang diperoleh dalam proses pelayanan publik.
  • Dampak: Mengurangi kepercayaan masyarakat dan melanggar hak privasi individu.

5. Diskriminasi

  • Deskripsi: Pelayanan yang tidak adil berdasarkan ras, agama, gender, atau faktor lain.
  • Dampak: Menimbulkan ketidakadilan sosial dan mengurangi akses ke layanan publik.

6. Penyalahgunaan Wewenang

  • Deskripsi: Penggunaan posisi atau kekuasaan untuk tujuan pribadi atau kelompok tertentu.
  • Dampak: Merusak integritas institusi dan mengurangi kualitas pelayanan.

7. Ketidakprofesionalan

  • Deskripsi: Kurangnya kompetensi atau perilaku yang tidak pantas dari pejabat publik.
  • Dampak: Menurunkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik.

8. Ketidakpedulian Terhadap Kepentingan Umum

  • Deskripsi: Mengutamakan kepentingan pribadi atau kelompok di atas kepentingan masyarakat luas.
  • Dampak: Mengurangi kualitas layanan dan merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

Masyarakat masih merasakan bahwa, pelayanan publik masih sulit untuk diakses, prosedur yang berbelit-belit, biaya yang tidak jelas ketika harus mengurus suatu perijinan tertentu serta terjadinya praktek pungutan liar (pungli), dan lain sebagainya. Di samping itu, masih terdapat kecenderungan pelayanan yang kurang merata dan adanya ketidakadilan dalam pelayanan publik di mana masyarakat yang tergolong miskin akan sulit mendapatkan pelayanan. Sebaliknya, bagi mereka yang memiliki “uang”, dengan sangat mudah mendapatkan pelayanan (publik) yang diinginkan. Apabila ketidak merataan dan ketidakadilan ini terus-menerus terjadi, maka pelayanan yang berpihak ini akan memunculkan potensi yang bersifat berbahaya dalam kehidupan berbangsa. Potensi ini antara lain terjadinya disintegrasi bangsa, perbedaan yang lebar antara yang kaya dan miskin dalam konteks pelayanan, peningkatan ekonomi yang lamban, akan dapat menjadi pemicu ledakan ketidak puasan masyarakat yang dapat merugikan bangsa Indonesia secara keseluruhan.

Dengan munculnya berbagai permasalahan tersebut, seharusnya pemerintah segera mengambil langkah-langkah penyelesaian masalah etika pelayanan publik. Terlebih lagi, sesuai dengan kewenangannya, pemerintah memiliki tanggung jawab yang besar untuk merealisasikan pelayanan publik dengan sebaik-baiknya dalam rangka mendorong peningkatan ksejahteraan masyarakat. Melalui pelaksanaan etika pelayanan publik yang berkualitas, akan dapat terwujud pelayanan prima yang didambakan masyarakat.

  • Solusi Masalah Etika Aparatur Pelayanan Publik

Tuntutan masyarakat saat ini terhadap pelayanan publik yang berkualitas akan semakin menguat. Oleh karena itu, kredibilitas pemerintah sangat ditentukan oleh kemampuannya mengatasi berbagai permasalahan yang telah disebutkan di atas sehingga mampu menyediakan pelayanan publik yang memuaskan masyarakat sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Dari sisi mikro, hal-hal yang dapat diajukan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

  1. Penetapan Standar Pelayanan Standar pelayanan memiliki arti yang sangat penting dalam pelayanan publik. Standar pelayanan merupakan suatu komitmen penyelenggara pelayanan untuk menyediakan pelayanan dengan suatu kualitas tertentu yang ditentukan atas dasar perpaduan harapan-harapan masyarakat dan kemampuan penyelenggara pelayanan. Penetapan standar pelayanan yang dilakukan melalui proses identifikasi jenis pelayanan, identifikasi pelanggan, identifikasi harapan pelanggan, perumusan visi dan misi pelayanan, analisis proses dan prosedur, sarana dan prasarana, waktu dan biaya pelayanan. Proses ini tidak hanya akan memberikan informasi mengenai standar pelayanan yang harus ditetapkan, tetapi juga informasi mengenai kelembagaan yang mampu mendukung terselenggaranya proses manajemen yang menghasilkan pelayanan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
  2. Pengembangan Standard Operating Procedures (SOP) Untuk memastikan bahwa proses pelayanan dapat berjalan secara konsisten diperlukan adanya Standard Operating Procedures. Dengan adanya SOP, maka proses pengolahan yang dilakukan secara internal dalam unit pelayanan dapat berjalan sesuai dengan acuan yang jelas, sehingga dapat berjalan secara konsisten.
  3. Pengembangan Survei Kepuasan Pelanggan Untuk menjaga kepuasan masyarakat, maka perlu dikembangkan suatu mekanisme penilaian kepuasan masyarakat atas pelayanan yang telah diberikan oleh penyelenggara pelayanan publik. Dalam konsep manajemen pelayanan, kepuasan pelanggan dapat dicapai apabila produk pelayanan yang diberikan oleh penyedia pelayanan memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat.
  4. Pengembangan Sistem Pengelolaan Pengaduan Pengaduan masyarakat merupakan satu sumber informasi bagi upaya-upaya pihak penyelenggara pelayanan untuk secara konsisten menjaga pelayanan yang dihasilkannya sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Oleh karena itu perlu didisain suatu sistem pengelolaan pengaduan yang secara efektif dan efisien mampu mengolah berbagai pengaduan masyarakat menjadi bahan masukan bagi perbaikan kualitas pelayanan. Sedangkan dari sisi makro, peningkatan kualitas pelayanan publik dapat dilakukan melalui pengembangan model-model pelayanan publik. Dalam halhal tertentu, memang terdapat pelayanan publik yang pengelolaannya dapat dilakukan secara private untuk menghasilkan kualitas yang baik.
  • PERANAN ETIKA PELAYANAN PUBLIK DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE.

Apabila diamati secara seksama pelaksanaan tugas-tugas pelayanan yang dilaksanakan oleh pemerintah dan aparaturnya, khususnya berkaitan dengan etika pelayanan publik, boleh dikata belum terlaksana dengan baik dan belum dapat memenuhi harapan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari indikator masih banyaknya keluhan masyarakat di lapangan terhadap penyelenggaraan pelayanan yang dilaksanakan oleh pemerintah, baik dari sisi tranparansi pelayanan, prosedur pelayanan, hingga sikap aparatur dalam memberikan pelayanan.

Selain itu,masih adanya pelanggaran moral dan etika dimulai dari  proses kebijakan publik (pengusulan program, proyek, dan kegiatan yang tidak didasarkan atas kenyataan), desain organisasi pelayanan publik (pengaturan struktur, formalisasi, diskresi otoritas) yang sangat bias terhadap kepentingan tertentu, proses manajemen pelayanan publik yang penuh rekayasa dan kamuflase (mulai dari perencanaan teknis, pengelolaan keuangan, SDM, informasi, dan sebagainya.), yang semuanya itu nampak dari sifat-sifat tidak transparan, tidak adil, tidak responsif, tidak akuntabel, tidak partisipatif, dan sebagainya. Ini semua menggambarkan bahwa, etika pelayananan publik belum banyak berperan dalam turut menciptakan pelayanan seperti diharapkan masyarakat. Tidak dapat dipungkiri bahwa, semua pelanggaran moral dan etika ini sebagai salah satu penyebab melemahnya pemerintahan. Oleh karena itu, etika pelayanan publik memiliki peran yang sangat penting dalam dalam konstelasi perwujudan Good Governance.

Wujud peranan dari etika pelayanan publik dalam melaksanakan Good Governance adalah melalui pelaksanaan berbagai aturan-aturan ideal yang tertulis maupun tidak tertulis baik yang yang bersumber dari Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, Ketetapan MPR, Undang-undang, peraturan pemerintah dan lain-lain yang terkait dengan etika, khususnya etika pelayanan publik. Diantaranya melalui aplikasi nyata pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai luhur yang hidup dalam kehidupan masyarakat,bangsa dan negara dengan berpegang teguh pada implementasi nyata tentang benar dan salah, baik dan buruk dan estetika, mengenai tentang keindahan dan kejelekan.