Indonesia memiliki banyak sekali destinasi wisata yang menyuguhkan keindahan alam yang begitu memukau. Keberagaman pesona alam yang memukau ini terbentang dari Sabang hingga Merauke yang mengundang decak kagum para turis mancanegara.  Namun keindahan alam yang begitu kaya ini perlahan mengalami kerusakan dan pencemaran yang diakibatkan oleh ulah manusia. Tindakan yang tidak bertanggung jawab seperti membuang sampah plastik sembarangan, mengakibatkan pencemaran lingkungan dan kerusakan ekosistem. Seperti yang telah diketahui, sampah plastik merupakan jenis limbah yang sangat sulit diuraikan.  Dibutuhkan waktu selama 50-100 tahun untuk menguraikan sampah plastik.

Sampah plastik kini telah menjadi suatu amcaman besar bagi keberlangsungan lingkunngan hidup dan ekosistemnya. Oleh karena itu, berbagai upayah untuk menggurangi pengguanaan plastik pun dilakukan diberbagai daerah di Indonesia. Salah satu daerah yang secara resmi memberlakukan Peraturan Daerah tentang laranggan pengunaan plastik yakni, Kabupaten Biak Numfor yang terletak di Provinsi Papua. Sesuai dengan keterangan yang di berikan langsung oleh Bupati Kabupaten Biak Numfor bapak Herry Naap yang dimuat dalam akun resmi Humas Pemerintah Kabupaten Biak Numfor, beliau mengatakan bahwa “seluruh toko modern dan pusat perbelanjaan dilarang untuk menyediakan kantong plastik. Dihimbau kepada seluruh masyarakat agar menyediakan atau bawalah kantong inokson atau noken sendiri. Inokson ini adalah kantong/tas khas Biak yang dibuat oleh para wanita di Papua secara khusus di Biak. Dengan membeli kantong inokson atau noken menjadi bagian dari peran kita untuk mendukung budaya lokal Biak dan memberikan dukungan kepada industri kreatif.”

Guna menyukseskan Peraturan Daerah tersebut, pemerintah daerah Kabupaten Biak Numfor juga memberlakukan sanksi tegas bagi para pengusaha atau wirausahawan yang terdapat melanggar peraturan tersebut. Terdapat tiga sanksi yang diberlakukan yaitu, penghentian usaha sementara selama 3 hari, penerapan uang paksa/denda dan pencabutan ijin usaha. Dalam wawancaranya, bapak Herry Naap menambahkan bahwa “sesuai dengan kewewnangan Pemerintah Daerah, maka akan dilakukan pengawasan pelaksanaan kebijakan pemerintah ini melalui Pol-PP maupun Dinas Perindag, DPTSP dan Dinas Lingkungan Hidup untuk mengawasi peraturan ini sejak diberlakukan pada tanggal 1 juni 2019.”

Penanggulangan sampah plastik ini sungguh-sungguh diterapkan oleh pemerintah maupun masyarakat Biak. Masyarakat tidak lagi menggunakan kantong plastik untuk berbelanja. Saat berkunjung ke daerah tersebut maka anda akan menjumpai masyarakat yang membawa kantong atau tas tradisional yang disebut inokson atau noken untuk mengisi belanjaan mereka. Dengan demikian kebiasaan masyarakat untuk menggunakan plastik pun dapat diubah dan tergantikan oleh pola hidup yang lebih ramah lingkungan. Dengan mengunakan tas tradisional Noken/Inokson sebagai pengganti plastik belanja, masyarakat tidak hanya dilatih untuk melestarikan lingkungan namun juga sekaligus melestarikan budaya setempat.

Perlu kita ingat bahwa bahaya sampah plastik bagi lingkungan serta kehidupan makhluk hidup telah sangat menghawatirkan. Jika kita tidak melakukan tindakan penangganan terhadap penggunaan sampah plastik, bukan tidak mungkin kekayaan alam yang kita miliki saat ini tidak dapat kita warisi kepada anak cucu kita nantinya. Kota kecil yang berada di Provinsi Papua ini dapat menjadi contoh bagi daerah-daerah lainnya yang penggunaan plastiknya belum mendapat perhatian khusus dari pemerintah daerah. Inisiatif untuk menggunakan tas tradisional sebagai pengganiti plastic juga tidak pernah terdengar sebelumnya.

Padahal bukan hanya Papua saja yang memiliki tas tradisional. Dengan menggunakan tas tradisional kita juga sekaligus membantu industri kreatif yaitu para pengrajin tas dan juga membantu melestarikan budaya Indonesia. Kesadaran untuk menghargai lingkungan dan menjaganya agar tetap asri adalah tanggung jawab kita secara individu sebagai warga negara. Agar kekayaan alam yang telah kita miliki ini dapat terus lestari.