Bagi siapa pun yang membaca judul diatas, terutama yang tidak mengikuti bahkan tidak menyukai sepakbola (meskipun terdengar klise karena sepakbola merupakan olahraga favorit sejagat), pasti akan terheran-heran dengan analogi manusia, alien, dan Robot yang disematkan pencinta sepakbola untuk Lionel messi dan Cristiano Ronaldo.

Kata alien sendiri merujuk pada kemampuan seseorang yang dianggap melampaui dari manusia pada umumnya. Di film, alien digambarkan sebagai makhluk asing yang datang dari tempat diluar bumi, memiliki kepintaran diatas manusia. Itulah mengapa banyak orang yang menganggap pemain kelahiran Rosario,Agentina ini adalah jelmaan “alien”, meskipun sebenarnya hal itu hanya sebuah analogi dari sebuah kehebatan seorang pemain sepakbola yang hanya memiliki postur tubuh mungil,kisaran 170 cm.

Lain halnya dengan Messi, julukan “robot” yang disematkan pada Cristiano Ronaldo merujuk pada ketahanan fisik serta tubuhnya yang kekar seperti robot, mengingatkan kita pada sosok Arnold Schwarzenegger, aktor pemeran film serial Terminator. Dalam film itu diceritakan sosok robot berwujud manusia yang datang dari masa depan dan dilengkapi kepintaran dan ketahanan fisik yang luar biasa,mirip dengan Cristiano Ronaldo sekarang. Untuk ukuran atlit sepakbola, Ronaldo adalah atlei yang nyaris sempurna. Memiliki kecepatan lari yang luar biasa, lompatan yang tinggi,dan tendangan yang keras nan akurat. Segala kelengkapan teknik dan olah bola membuat Ronaldo layak mendapat julukan “Robot”

Saya tidak akan membahas lebih lanjut mengenai Messi dan Ronaldo, karena concern saya kali ini adalah modric, seorang manusia yang berjuang melawan dominasi Alien dan Robot dalam perebutan gelar pemain terbaik tahun 2017/2018. Bagi sebagian besar pemain sepakbola, gelar pemain terbaik dunia tahunan  alias FIFA World Player of the Year, merupakan gelar yang sakral. Bagi siapapun yang meraih gelar tersebut hampir dipastikan adalah pemain terbaik tahun itu.

Luca Modric
Luca Modric

Modric melewati perjalanan yang sangat panjang, dan juga berdarah-darah, untuk bisa berada di posisinya sekarang ini, butuh perjuangan dan pengorbanan yang sangat luar biasa.Dia adalah korban perang Serbia, yang harus terusir dari kota kelahirannya sebagai pengungsi. Kakeknya  sendiri terbunuh dalam perang tersebut. Perjalanan Modric selama 22 tahun berkarier di dunia sepakbola terbayarkan tahun 2018 ini. Ia menghapus dominasi Ronaldo – Messi dan berhasil menjadi yang terbaik di dunia pada usianya yang menginjak 33 tahun.

Lahir 9 September 1985 di Zadar, Kroasia, Modric kecil hidup di era yang sangat tidak ramah untuk tumbuh kembang seorang bocah. Dia hidup dimasa perang saudara yang terjadi di Kroasia. Modric banyak menghabiskan waktu bersama kakeknya,Luka Sr, karena kedua orang tuanya, Stipe (Ayah) dan Radojka (Ibu) sibuk bekerja di pabrik perajut dekat tempat tinggalnya.

Cerita pilu seorang Luka Modric dimulai pada saat dia berusia 6 tahun. Hari itu, 9 Desember 1991, Modric kehilangan kakeknya yang dibunuh oleh tentara pemberontak Serbia. Kematian sang kakek menjadi pukulan yang sangat berat untuk Modric, karena kakeknya lah yang merawat dan menjadi sosok yang sangat dekat dengannya. Malang untuk Modric, eskekusi tersebut baru merupakan awal dari penderitaan yang akan menghiasai kehidupan masa kecilnya. Melihat kondisi yang semakin tidak kondusif, Modric sekeluarga sempat melarikan diri dari Serbia untuk kembali ke Zadar. Keluarga Modric terpaksa mengungsi selama beberapa tahun. Di Zadar mereka menetap di Hotel Kolovare selamat tujuh tahun, untuk kemudian pindah ke Hotel Iz.

Pada banyak kesempatan wawancara, Modric tak pernah mau mengingat-ingat masa kecilnya yang kelam itu. Dia lebih suka menceritakan kenangannya bermain sepakbola dan ketika berkumpul bersama keluarga. “Kami hidup di hotel selama bertahun-tahun sekaligus mencari nafkah. Tetapi saya selalu mencintai sepakbola. Saya ingat bantalan tulang kering (shin pads) yang saya kenakan bergambar Ronaldo dari Brazil, dan saya    sangat mengaguminya,” ucap Modric kepada The Sun.

Di masa-masa sulit inilah Modric mulai bermain sepakbola. Di area parkir hotel tempat dia mengungsi Modric dan sahabatnya, Marco Ostric menggiring bola, bermain bersama anak-anak seusianya yang juga jadi korban perang tanpa peduli tempat bermain mereka di lorong dan tempat yang tidak layak untuk bermain bola. Secara kebetulan, seorang pekerja didaerah perumahan pengungsi itu sering menyaksikan kala modric bermain bola dan melihat potensi yang ada di dalam diri Modric. Si pekerja kemudian menghubungi kenalannya yang juga direktur dari NZ Zadar, Josip Baljo, untuk menyaksikan secara langsung talenta muda yang sering ia lihat dikala menjelang sore di tempat pengungsian. Setelah melihat aksinya, Baljo langsung tertarik kepada bakat anak muda ini. Dia tidak ragu untuk menawarkan masuk sekolah dasar dan akademi olahraga setempat.

Namun sial, situasi finansial keluarganya kala itu sedang terpuruk, untuk sekedar makan pun mereka harus berhemat semaksimal mungkin. Beruntung, dia memiliki seorang paman yang memiliki finansial yang cukup. Sehingga beliau langsung memberikan bantuan finansial agar modric bisa mengenyam pendidikan yang bisa membantu mengasah bakatnya. Selama bersekolah sepakbola selama kurang lebih 12 tahun disana, dia terus berkembang dan matang. Hingga pada suatu hari ia mendapat tawaran mengikuti seleksi di sebuah klub bernama Hajduk Split. Betapa senangnya Modric kala itu mendapat tawaran dari klub yang sudah lama ia idam-idamkan untuk bermain disana. Namun nasib berkata lain, karena melihat postur tubuh Modric yang kurus dan kecil untuk anak seusianya membuat pihak klub meninjau ulang keputusan mereka dan mereka akhirnya memutuskan untuk tidak jadi memasukkan Modric kedalam skuad.

Kepala Akademi NZ Zadar, Tomislav Basic menolong Modric dari keterpurukan dan putus asa. Dia terus mendorong Modric agar terus berlatih dan menunjukkan kehebatannya kepada orang-orang yang ragu dengan dirinya. Basic pun berhasil mengembalikan kepercayaan Modric dan dia mulai kembali bermain. Dia terus mengasah kemampuan dan memperbaiki diri. Tidak hanya mengembalikan semangat Modric, Besic juga membujuk petinggi klub Dynamo Zagreb agar mau melirik bakat terpendam Modric ini. Kerja keras pun berbuah hasil. Modric diterima Dynamo Zagreb yang kala itu bermain di liga tertinggi Kroasia. Perjuangan Modric pun masuk ke babak baru dimana ia harus berusaha keras mendapat kepercayaan pelatih Dynamo Zagreb. Semusim berselang ia dipinjamkan pihak manajemen ke klub Bosnia, Zrinjski Mostar. Disana modric benar-benar merasakan kerasnya sebuah liga dan liga Bosnia terkenal dengan supporternya yang beringas dan tak kenal ampun menurunkan mentalitas lawan, tak peduli dengan cara apapun, termasuk dengan cara rasial yang sering Modric dapatkan disana.

Hal tersebut nyatanya tidak melunturkan semangat modric. Bahkan ia semakin kuat mental dan semangat yang membara.setelah dipinjamkan disana, Modric dipinjamkan kembali ke klub di seberang kota Zagreb yang memang disana khusus untuk “memoles” pemain muda sebelum bermain di liga utama Kroasia. Modric membantu klub Inter Zapresic finis di peringkat kedua divisi satu liga Kroasia. Zagreb pun sukses menyekolahkan Modric. Melihat perkembangan yang progresif tersebut membuat Zagreb membawa pulang kembali Modric dari peminjaman dan memberinya kontrak berdurasi 10 tahun,sebuah kontrak yang tidak main-main. Penandatanganan kontrak memulai lembaran baru bagi Modric dimana uang yang ia dapatkan dari kontrak tersebut tidak ia gunakan untuk kepentingan pribadi semata. Pundi-pundi tersebut ia pergunakan untuk membeli rumah dan memboyong semua anggota keluarganya ke tempat yang nyaman dan tentunya hal ini menjadikan status Modric dan keluarganya bukan sebagai pengungsi lagi.

Semakin matang, Modric menunjukkan performa yang mengesankan. Bersama Zagreb, dia membukukan total 21 gol dan 21 asis dari 68 laga yang ia mainkan disemua kompetisi. Hal ini menjadikan nama Modric harum dieropa. Banyak klub-klub besar mulai mencium talenta emasnya. Fakta menyebutkan kalau Modric sempat hampir direkrut oleh klub Raksasa asal Spanyol, FC.Barcelona. Scouting Los Cules  kala itu, Bojan Krkic Sr. ngotot agar Dewan Klub memboyong Modric. Namun mereka menolak usulan Bojan. Arsenal juga sempat memiliki ketertarikan, namun Arsene Wenger mundur dari persaingan. Akhirnya, Modric mendarat di klub London Utara, Tottenham Hotspur yang kala itu dinahkodai oleh Juande Ramos.

Di musim pertamanya berseragam The lily white, Modric dianggap sebagai pembelian yang gagal karena performanya yang kurang maksimal. Hal ini disinyalir karena Pelatih kepala Juande Ramos gagal memaksimalkan potensi Modric. Ia malah menempatkan Modric di sisi sayap kiri yang dimana bukan pos permainan Luka Modric. Di Zagreb, ia lebih sering ditempatkan diposisi gelandang tengah,menngatur ritme dan tempo permainan sedangkan di Tottenham ia dipaksa untuk berlari dan melakukan cutting inside. Tentunya hal tersebut bukan keahlian utama Modric. Performanya melempem dan dianggap sebagai pemberian terburuk tottenham Hotspurs. Selang berlalu, Juande Ramos dipecat dan masuklah pelatih baru, Harry Redknapp. Harry sudah menganalisa kesalahan Ramos di musim sebelumya termasuk memindahkan Modric ke posisi semula, gelandang tengah.

Benar saja, dipindahkan ke posisi tengah membuat performa Modric menjadi semakin menjadi-jadi. Dirinya benar-benar menjadi seorang jenderal lapangan tengah spurs yang menyokong permainan cepat Redknapp. “Dia pemain yang benar-benar luar biasa dan mimpi bagi setiap manajer. Dia berlatih seperti iblis dan tak pernah mengeluh. Dia bekerja dengan dan tanpa bola, pun mampu melewati pemain belakang dengan trik atau passingnya. Pemain ini bisa bergabung dengan tim apapun di empat besar,” puji Redknapp.

Selama berseragam Tottenham, Modric tampil mengesankan. Dari Total 160 laga yang ia jalani, 17 gol ia torehkan selama 4 tahun bermain di White Hart Lane. 27 Agustus 2012, Modric dipinang oleh Real Madrid Dengan Total mahar 30 juta Euro. Musim pertama menjadi musim yang berat baginya. Dirinya harus bersaing dengan kekompakan gelandang Real Madrid, sebut saja Xabi Alonso,Sami Khedira dan Mesut Ozil yang kala itu tampil impresif dibawah asuhan Jose Mourinho. Di Santiago Bernabeu, ia akrab dengan bangku cadangan. Bahkan Laman berita olahraga terkemuka Spanyol, Marca membuat jajak pendapat. Hasilnya diluar dugaan, Modric masuk kedalam jajaran pembelian terburuk. Hal ini tidak menurunkan semangat Modric. Dirinya terus berlatih dan konsisten menjaga performanya. Lewat keteguhan hati dan bersabar, satu persatu pemain andalan Madrid hengkang, ditambah dengan datangnya Carlo Ancelotti yang menggantikan posisi Mourinho yang reuni ke mantan klub yang ia pernah latih di musim 2004/2005, Chelsea. Dibawah komando Don Carlo,sapaan akrab Ancelotti, Modric dipercaya mengisi pos lini tengah yang kosong dari hengkangnya Xabi Alonso ke klub raksasa Jerman, Bayern Munchen dan pindahnya Ozil ke Arsenal.

Berawal dari “pembelian Terburuk”, di musim 2014/2015 Modric menjelma menjadi tulang punggung Real Madrid bersama dengan gelandang jerman, Toni Kroos. Masalah utama Modric di Madrid adalah cedera yang kerap datang. Sejak 2014, ia beberapa kali mengalami cedera. Mulai dari Hamstring, masalah otot, engkel, hingga lutut. Tapi, itu tidak menghalangi dirinya untuk bangkit dan memberikan yang terbaik kembali.

Bahkan diakhir musim, Modric mendapat penghargaan pemain terbaik La Liga dan masuk jajaran Top elit pemain terbaik dunia. Tahun 2018 mungkin menjadi tahunnya Luka Modric. Dia tampil luar biasa sepanjang musim. Dimulai dari memberikan trofi Liga Champions ketiga secara beruntun untuk Madrid, kemudian memimpin Timnas Kroasia tampil hebat di Piala Dunia 2018 dan finis sebagai runner-up, meskipun kalah telak oleh Perancis dengan skor telak. Lewat beberapa pencapaian lainnya bersama Real Madrid dimusim itu, membuat Modric masuk nominasi 3 besar  Best FIFA Men`s Player 2018 bersama Ronaldo dan Mohamed Salah.

Untuk pertama kalinya sejak 2007, ketika Kaka mendapatkan gelar FIFA World Player of the Year, gelar pemain terbaik dunia yang diraih oleh “manusia”, bukan “alien”. Meski gelar tersebut sempat berganti titel menjadi FIFA Ballon d`Or (2010-2015) dan The Best FIFA Men`s Player (sejak 2016). Bukan Lionel Messi. Bukan Cristiano Ronaldo. Gelar The Best FIFA Men`s Player 2018 diraih Luka Modric. Artinya, versi FIFA, pemain terbaik dunia saat ini adalah Modric. Pada malam itu (24 September 2018) , tepatnya di Royal Festival Hall, London.  Modric terpilih sebagai pesepakbola terbaik dunia. FIFA menganugerahkan penghargaan tersebut setelah dirinya mendapatkan suara terbanyak (29.05%), mengalahkan Cristiano Ronaldo (19.8%) dan Mohamed Salah(11.23%) yang jadi kompetitornya sebagai
Luka Modric mengakhiri musim 2017/18 dengan membawa Real Madrid juara Piala Super Spanyol, Piala Super Eropa, Piala Dunia Antarklub, dan Liga Champions. Selain itu, ia juga membawa Timnas Kroasia mencapai babak final Piala Dunia 2018. Dibanding Messi dan Ronaldo, capaian Modric jauh lebih mentereng. Messi “hanya” menjuarai gelar La Liga Spanyol dan Copa. Tak ayal pengumuman pemain terbaik yang jatuh kepada Modric membuat publik kagum dengan dirinya. Perjuangannya selama beberapa musim bersama Real Madrid terbayar dengan penghargaan prestitius tersebut. Rakyat Kroasia menganggap Modric sebagai pahlawan Negara dengan mengharumkan nama bangsa serta membuat citra Kroasia menjadi baik dimata dunia. Kalau kita mundur kembali dimasa-masa sulit yang dialami Modric,rasanya seluruh pencapaian yang sudah ia dapatkan sampai detik ini merupakan buah hasil perjuangan dan kerja kerasnya dari usia 6 tahun sampai sekarang berusia 33 tahun. 27 perjalanan karir sepakbola yang cocok dijadikan panutan untuk anak-anak Kroasia. Mereka selayaknya menjadikan Modric sebagai panutan untuk menjadi manusia yang tidak pernah menaruh kata “menyerah” di amus hidupnya. Modric juga patut dijadikan contoh oleh pesepakbola lain dalam hal etos kerja yang tinggi dan sifat nya yang rendah hati dan bermental baja. Modric menunjukkan kepada kita kalau perjuangan tidak akan pernah mengkhianati hasil. Alvin Elhami Muslim