Standar TikTok di Era Digital: Ancaman Senyap bagi Nilai Diri
Kita semua tahu TikTok sudah jadi bagian dari hidup kita, apalagi buat anak muda. Seru, sih, bisa lihat video lucu, tutorial, atau sekadar scroll hiburan. Tapi, di balik semua keseruannya itu, ada satu hal yang sering kita lupa: standar kecantikan di TikTok itu sering banget enggak realistis dan tanpa sadar bisa bikin kita ngerasa kurang di kehidupan sehari-hari.
Coba deh perhatiin. Di TikTok, kita sering banget lihat orang-orang yang kelihatannya perfect. Kulitnya mulus, badannya ramping, makeup-nya flawless, atau gayanya hidupnya glamor banget. Padahal, banyak dari itu cuma hasil filter, editan, atau memang sengaja dibikin kelihatan sempurna. Realitanya, hidup enggak seindah itu, kan?
Sumber: Kaspersky.com
Nah, masalahnya, tanpa sadar kita mulai membandingkan diri sama “kesempurnaan” palsu ini. Saat lihat orang lain tampil super cakep atau punya barang-barang mewah, kadang kita jadi mikir, “Kok aku enggak kayak gitu ya?” Perasaan enggak pede, enggak cukup cantik, atau kurang berprestasi itu muncul. Ini yang bikin kita gampang banget insecure.
Algoritma TikTok itu bikin kita ketagihan. Makin banyak likes atau komentar, makin seneng kita. Akhirnya, kita jadi terobsesi pengen bikin konten yang “bagus” biar dilihat banyak orang. Ini bisa jadi jebakan, lho.
Kalau kita terus-menerus terpapar sama standar TikTok yang enggak masuk akal, lama-lama kita jadi lupa menghargai diri sendiri dan kehidupan kita apa adanya. Hal-hal sederhana yang sebenarnya bikin kita bahagia, jadi terasa kurang menarik. Pujian di medsos juga enggak akan pernah bisa gantiin dukungan dari teman atau keluarga di dunia nyata.
Pada akhirnya, TikTok hanyalah sebuah alat. Kekuatan untuk menentukan bagaimana ia memengaruhi nilai diri kita ada di tangan kita sendiri. Dengan kesadaran dan batasan yang sehat, kita bisa menikmati manfaat hiburan dan konektivitasnya tanpa mengorbankan harga diri dan kesejahteraan mental kita.
Comments :