Hallyu sebagai Fenomena Komunikasi Global
Hallyu wave atau gelombang budaya Korea telah menjadi fenomena komunikasi global yang merambah berbagai aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Tidak hanya sebatas hiburan, Hallyu berfungsi sebagai alat komunikasi budaya yang memperkenalkan musik, drama, kuliner, hingga nilai-nilai sosial dari Korea Selatan ke seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Sumber: Seoul Music
Dari perspektif komunikasi, Hallyu dapat dikaji melalui berbagai teori dan konsep, seperti komunikasi antarbudaya, komunikasi massa, serta efek media dalam membentuk opini dan tren sosial. Artikel ini akan membahas bagaimana K-Pop, K-Drama, dan kuliner Korea menjadi alat komunikasi budaya yang mempengaruhi masyarakat Indonesia.
K-Pop Sebagai Media Komunikasi Massa dan Identitas Budaya
Musik K-Pop bukan hanya sekadar hiburan, tetapi juga merupakan bentuk komunikasi massa yang sangat efektif dalam menyebarluaskan budaya Korea ke berbagai negara.
- Teori Kultivasi (Cultivation Theory – George Gerbner)
Teori ini menjelaskan bagaimana eksposur media dalam jangka panjang dapat membentuk persepsi dan gaya hidup seseorang. K-Pop, dengan dukungan media sosial dan industri hiburan yang kuat, telah membentuk persepsi global tentang budaya Korea, termasuk dalam gaya hidup, fashion, dan standar kecantikan di kalangan generasi muda Indonesia. - Komunikasi Identitas dalam K-Pop
Idol K-Pop tidak hanya menyampaikan musik tetapi juga menjalin komunikasi dengan penggemarnya melalui media sosial, fan meeting, dan interaksi daring. Fan culture yang berkembang dalam komunitas penggemar seperti ARMY (BTS), EXO-L (EXO), dan BLINK (BLACKPINK) menunjukkan bahwa K-Pop bukan sekadar industri musik, tetapi juga fenomena komunikasi interpersonal dan kelompok. - Efek Spiral Keheningan (Spiral of Silence – Elisabeth Noelle-Neumann)
Dalam konteks K-Pop, teori ini dapat menjelaskan bagaimana kelompok penggemar menciptakan opini dominan di media sosial, sehingga individu yang tidak menyukai K-Pop cenderung diam agar tidak dianggap berbeda.
K-Drama sebagai Alat Komunikasi Naratif dan Diplomasi Budaya
Sumber: Kompas.com
Drama Korea menjadi media yang sangat efektif dalam menyampaikan nilai-nilai budaya, norma sosial, dan kebiasaan masyarakat Korea kepada audiens internasional.
- Teori Komunikasi Naratif (Narrative Paradigm – Walter Fisher)
Teori ini menekankan bahwa manusia memahami dunia melalui cerita. K-Drama menggunakan pendekatan naratif untuk membangun hubungan emosional dengan audiens, membuat mereka lebih mudah memahami dan menerima budaya Korea. - Soft Power dalam Komunikasi Budaya (Joseph Nye)
Soft power adalah cara suatu negara mempengaruhi dunia melalui budaya dan nilai-nilai, bukan dengan kekuatan militer atau politik. K-Drama berperan dalam diplomasi budaya Korea dengan menarik minat penonton terhadap bahasa, gaya hidup, hingga wisata Korea Selatan. - Penyebaran Norma Sosial Melalui K-Drama
K-Drama sering kali menampilkan standar kecantikan, konsep keluarga, dan etika kerja yang menjadi bagian dari komunikasi nilai-nilai sosial Korea. Hal ini mempengaruhi penonton Indonesia dalam cara berpikir dan bertindak.
Kuliner Korea sebagai Komunikasi Simbolik dan Tren Konsumsi
Makanan juga menjadi bagian dari komunikasi budaya. Dalam konteks Hallyu, makanan Korea yang sering muncul di K-Drama atau variety show seperti Mukbang menjadi alat komunikasi yang menggugah rasa ingin tahu audiens global.
- Teori Agenda Setting (Agenda Setting Theory – McCombs & Shaw)
Media memiliki kekuatan untuk mengarahkan perhatian masyarakat pada isu tertentu. Seringnya makanan Korea muncul dalam media menyebabkan peningkatan minat masyarakat Indonesia terhadap kuliner Korea, yang terlihat dari menjamurnya restoran Korea di Indonesia. - Komunikasi Simbolik dalam Makanan
Makanan tidak hanya berfungsi sebagai kebutuhan fisik, tetapi juga memiliki makna sosial dan simbolik. Misalnya, ramyeon dalam drama Korea sering diasosiasikan dengan hubungan romantis, sementara kimchi menjadi simbol identitas nasional Korea. - Globalisasi dan Hybridisasi Budaya
Di Indonesia, makanan Korea telah mengalami adaptasi budaya, seperti bibimbap yang disajikan dengan sambal atau tteokbokki dengan rasa yang disesuaikan dengan lidah lokal. Ini menunjukkan adanya komunikasi antarbudaya dalam dunia kuliner.
Fenomena Hallyu menunjukkan bagaimana komunikasi budaya melalui media hiburan dapat mempengaruhi gaya hidup, pola konsumsi, dan cara berpikir masyarakat global.
Referensi:
https://jurnalpost.com/read/pengaruh-budaya-korea-terhadap-kebudayaan-di-indonesia/759/ https://www.kompasiana.com/bagasaja8802/6524dd79ee794a11295b9142/dampak-masuknya-budaya-korea-ke-indonesia
Comments :