Communication Departement Concern Terhadap Cyberstalking

Jakarta, 18 Maret 2022 — Sebagai bentuk perwujudan dari program terbarunya yaitu Binus Resilience Hub yang diusung oleh Communication Departement Binus University untuk meningkatkan awareness masyarakat khususnya mahasiswa Binus University terhadap isu resilience, Binus Resilience Hub mengadakan sebuah webinar. Webinar yang bertemakan “Cyberstalking: Kamu pelaku atau korban?” dilaksanakan secara online conference melalui aplikasi Zoom. Webinar berlangsung pada hari Jumat, 18 Maret 2022, pukul 14.00-15.00 WIB. Acara online conference ini dipandu oleh Asep Darmini, Ph.D selaku tim Binus Resilience Hub dan mengundang Anggita Pasaribu, S.H, (LLB), M.A selaku Founder of Bullyid App sebagai narasumber. Bullyid App merupakan platform online yang berfungsi sebagai wadah untuk melaporan kasus cyberstalking, cybercrime, dan mental health issue.

Webinar ini bertujuan untuk menginformasikan para Binusian mengenai isu cyberstalking agar lebih aware terhadap korban-korbannya dan mencegah para Binusian untuk melakukan cyberstalking. Webinar dibuka dengan sambutan oleh Ibu Maria Anggia selaku ketua

Communication Departement Binus University, kemudian dilanjutkan dengan pengenalan profile Anggita Pasaribu. Anggita Pasaribu berpengalaman dalam bidang kepemudaan yang berfokus pada UN Sustainable Development Goals, terlibat dalam gerakan yang bersifat global, dan terlibat dalam AI yang dapat mendeteksi tanda-tanda awal pada permasalahan mental.

Dilanjutkan dengan pembahasan mengenai topik dari webinar yang diawali dengan pengenalan cyberstalking. Anggita Pasaribu menjelaskan bahwa cyberstalking merupakan salah satu dari tindakan cybercrime. Dikutip dari Black’s Law Dictionaryl lth Edition, cyberstalking is the act of threatening, harassing, or annoying someone through multiple email messages, as through the internet, esp with the intent of placing the recipient in fear that an illegal act or an injury will be infiicted on the recipient or a member of the recipient’s family or household. Oleh karena itu cyberstalking tidak hanya berfokus pada individu saja, namun juga befokus pada keluarga penerima cyberstalking.

Di Indonesia, terdapat pasal 45B Undang-Undang 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU No. 11/2018 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) mengatur adanya perbuatan yang dapat digolongkan sebagai cyberstalking. Adapun seluruh pengguna internet yang menerima ancaman kekerasan dapat melaporkannya dengan menggunakan UU ITE sehingga pelakunya dapat menerima hukum pidana.

Untuk memperjelas makna dari menerima ancaman kekerasan, Anggita Pasaribu memaparkan case study. Anggita juga tak lupus untuk memperjelas perbedaan dari stalking dan cyberstalking. Stalking merupakan tindakan yang dilakukan secara fisik, sedangkan cyberstalking merupakan tindakan yang dilakukan secara online. Kedua hal tersebut saling berkaitan, seperti yang dikatakan oleh Anggita “Kadang-kadang cyberstalking ini ada roots nya, ini enggak ujuk-ujuk main cyberstalking aja, tapi juga triggernyu terjadi di ranah offiine kemudian dilanjuti cyberstalking.”

Namun Anggita juga menggarisbawahi bahwa unsur mengganggu saja tidak cukup kuat untuk korban mempidanakan pelaku. “Kalau kalian tahu kalian di ikutin, kalian di stalking terus, di like terus, tapi unsur menganggunya tidak ada aspek pengancamannya atau ditakut-takutinya, ini masih belum bisa dikenakan sangsi pidana kepada pelakunya”.

Lebih lanjut, Anggita memaparkan ciri-ciri dari pelaku cyberstalker yaitu membuat akun sosial media anonim, mengirimkan pesan kepada korban, pelaku mengikuti semua informasi yang ditulis oleh korban, pelaku secara berulang-ulang membuat akun anonim yang baru, pelaku bertujuan membuat korbannya mau berinteraksi dengannya, dan pelaku membuat akun yang mengatas namakan korban.

Anggita menyampaikan, bahwa terdapat beberapa langkah-langkah yang dapat dilakukan setelah korban menerima cyberstalking. Langkah pertama yang dapat dilakukan oleh korban adalah dengan melakukan screen shot atau merekam perlakuan yang dilayangkan oleh pelaku, hal ini dapat menjadi barang bukti yang dipergunakan untuk menindak pidana pelaku. Korban seminim mungkin untuk tidak berinteraksi atau menolak permintaan pelaku seperti mengirimkan data diri atau data pribadi untuk mencegah kasusnya semakin memburuk. Sebelum melangkah menuju meja hijau, korban diharapkan untuk memblokir pelaku untuk mencegah pelaku untuk terus berinteraksi. Korban juga diharapkan untuk tidak memendam kasus ini sendirian, ceritakan kepada orang terdekat yang dipercayai untuk membantu menyelesaikan permasalahan. Jika dirasa langkah-langkah tersebut belum membantu, korban dapat mengadukan kasus kepada meja hijau.

Pemaparan materi ditutup dengan kontak-kontak yang dapat dihubungi sebagai Jrs/ aid jika korban mengalami cyberstalking. Anggita mengungkapkan bahwa korban dapat menghubungi beberapa saluran yang memiliki fokusnya tersendiri. Seperti Bareskrim yang memiliki patrolisiber.id, korban dapat melapor kepada pihak kepolisian secara online. Kemudian Kominfo yang memiliki aduankonten.id. Bullyid Indonesia yang memiliki bu1lyid.org yang berfokus pada revenge porn. Revenge porn sendiri merupakan tersebarnya konten-konten intim tanpa consent. Bullyid dapat membantu untuk menghapus konten dari revenge porn.

KemenPPPA yang berfokus pada anak dibawah umur 17 tahun dapat dihubungi melalui saluran telepon dengan nomor 082125751234. Selain bantuan yang berfokus pada pelaporan kasus, Anggita juga memaparkan saluran yang dapat dihubungi oleh korban yang berfokus pada penyembuhan mental korban atau konseling. Korban dapat melakukan konseling dengan Himpunan Psikolog Indonesia melalui himpsi.or.id, atau Ikatan Psikologi Klinis melalui ipkindonesia.or.id. Rangkaian webinar cyberstalking ini ditutup dengan sesi tanya jawab antara audiens dengan Anggita Pasaribu yang dipandu oleh Asep Darmini, Ph.D.

Social media tidak hanya sebagai platform yang memberikan manfaat untuk penggunanya bertukar informasi dan opini, namun sosial media juga dapat menjadi ruang gelap yang dipergunakan oleh oknum-oknum untuk melakukan cyberstalking kepada korbannya. Dengan diselenggarakannya webinar ini, para Binusian diharapkan dapat lebih aware terhadap kasus cyberbullying sehingga dapat menempatkan dirinya sebagai pengguna sosial media yang cerdas agar tidak melakukan tindak kejahatan tersebut, dan mampu mengungkap pengalaman pribadi bagi mereka yang menerima cyberbullying.

 

Penulis : Widya Putri Pangestika