Perkembangan teknologi yang begitu pesat di era industri 4.0 tentunya memberi pengaruh pada tatanan kehidupan sehari-hari manusia, terutama dalam aspek komunikasi. Komunikasi antar individu kini sudah sangat terbantu dengan kehadiran media-media baru yang mana bisa menjadi perantara komunikasi yang terjalin agar menjadi lebih efektif. Selain itu, dengan adanya teknologi ini juga turut melahirkan inovasi-inovasi baru yang dapat mempermudah masyarakat untuk berkomunikasi dan mendapatkan informasi. Begitu juga dengan pemerintah yang mulai menggunakan teknologi dalam meluncurkan inovasi-inovasi baru demi menjalin komunikasi dengan masyarakat luas, yang mana hal ini diwujudkan dengan inovasi penerapan e-government.

Teknologi komunikasi yang berkembang pesat mampu mendorong instansi pemerintahan untuk memaksimalkan penyelenggaraan aktivitas administrasi negara melalui penemuan egovernment. Hal ini telah mengubah paradigma komunikasi dominan yang mana sebelumnya komunikasi antara pemerintah kepada warga negara cenderung satu arah, sedangkan egovernment menawarkan peluang berlangsungnya komunikasi dua arah. (Dhevina, 2018). Secara garis besar, electronic government (e-government) atau pemerintahan elektronik dalam bahasa Indonesia, merupakan layanan yang diberikan pemerintah kepada warga untuk mengomunikasikan informasi dengan mengoptimalkan media digital. Beberapa media digital yang digunakan ialah berupa website resmi, dan media sosial seperti Instagram, Twitter, dan Facebook. Namun, penerapan e-government sebagai inovasi dalam strategi komunikasi di Indonesia belum cukup berhasil untuk meningkatkan kepercayaan publik terhadap kinerja pemerintahan.

Kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah ini terdiri dari berbagai aspek, seperti kepercayaan atas data yang diberikan, kepercayaan atas layanan yang diberikan, serta kepercayaan kepada lembaga pemerintah yang menyediakan layanan itu sendiri. Dari kasuskasus yang sering terjadi, masyarakat enggan untuk menggunakan e-government yang harus memasukkan data diri karena cemas apabila data yang bersifat privasi tersebut nantinya akan bocor dan dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, seperti insiden yang sering terjadi yaitu bocornya nomor KTP yang kemudian digunakan oleh orang tidak bertanggung jawab untuk melakukan transaksi pinjaman online hingga akhirnya merugikan pemilik asli KTP tersebut. Kepercayaan masyarakat atas layanan juga berpengaruh dalam berhasilnya strategi komunikasi pemerintah, karena apabila layanan tersebut dapat memberikan informasi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan memiliki kinerja yang baik, maka masyarakat akan percaya untuk menggunakannya dan memberikan feedback positif pada pemerintah.

Sebagai contoh ialah ketika situs-situs resmi lembaga pemerintahan mampu menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh massa, selain itu juga bisa memberikan respon yang cepat apabila khalayak menyampaikan keluhan, maka pemerintah akan mendapatkan public trust (kepercayaan public). Namun, pada realitanya, situasi yang sering terjadi adalah situs pemerintahan yang menyediakan informasi yang ‘bias’, tidak up-to date dan minim berinteraksi atau merespon komplain massa. Terakhir, kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pemerintah – penyedia layanan – sangat berdampak terhadap keberhasilan e-government, yang mana aspek ini merupakan aspek utama yang kurang dimiliki oleh pemerintah sehingga mau tidak mau masyarakat pun enggan menggunakan layanannya karena sudah tidak percaya terlebih dahulu terhadap instansi pemerintahan.

E-government sebagai wujud dari pengaplikasian teori komunikasi massa terbilang belum berlangsung secara maksimal lantaran masih banyak noise (hambatan) dalam kontinuitas penyampaian informasi. Umumnya dalam kegiatan komunikasi massa, pola komunikasi sekunder menjadi cara dalam proses penyampaian pesan yang mana pesan dikirimkan melalui media kedua. Dengan ini, semakin canggih teknologi yang digunakan, semakin efektif dan efisien proses komunikasi antara masyarakat dengan pemerintah. Oleh sebab itu, kurangnya kepiawaian berteknologi menjadi masalah utama yang dihadapi pemerintah Indonesia, sebagaimana tampilan website pemerintahan masih dianggap terlalu lawas bahkan beberapa massa beranggapan bahwa situs ini lebih tampak seperti situs judi online. Kegagalan dalam pengelolaan akun resmi negara menjadi salah satu alasan dibalik runtuhnya kepercayaan khalayak atas proyek yang ditunggangi pemerintah.

Komunikasi pemerintah di era digital memang sudah sepantasnya mengutamakan kualitas diatas kuantitas. Ciri-ciri komunikasi yang berkualitas ialah rendahnya misinterpretasi karena transmutasi pesan yang sukses. Pada kenyataannya, pemerintah selalu menawarkan layanan daring yang cukup lengkap, dari situs resmi hingga media sosial semua tersedia, namun tetap saja kendalanya berada pada pengelolaan akun. Strategi yang diciptakan untuk membangun komunikasi yang interaktif dan informatif tidak tercerminkan dalam penyelenggaraan e-government, di mana khalayak selalu dipersulit dalam proses administrasi sebelum melakukan layanan. Padahal ada kemungkinan besar terjadi urgensi yang mana individu sangat membutuhkan layanan yang cepat tanggap, namun waktunya harus dihabiskan untuk melakukan registrasi. Problema yang dihadapi sangat tidak selaras dengan program kerja e-KTP.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kekecewaan publik berakar pada implementasi e-government yang tidak sesuai ekspektasi. Padahal, seharusnya e-government dapat mengangkat reputasi pemerintahan sebagai lembaga yang mencermikan good governance yaitu berfokus pada kredibilitas, transparansi, dan akuntabilitas. Dengan mengantongi user experience atau pengalaman pengguna, pemerintah hendaknya mampu memperbaiki tampilan laman agar ringan dan cepat untuk dibuka, kemudian menitik beratkan desain yang interaktif, menu navigasi yang sederhana sehingga seluruh kalangan usia dapat mudah memahami, serta menghindari layar yang penuh dengan informasi dan gambar yang tidak penting. Selanjutnya, perlu ditinjau kembali kinerja tim hubungan masyarakat, untuk menjalankan misi sebagai layanan yang responsif dalam menanggapi aduan masyarakat. Sebab, sejatinya media massa merupakan alat yang efektif untuk merepresentasikan imaji yang positif, maka dari itu strategi komunikasi massa pada e-government perlu dimaksimalkan.

Referensi
Dhevina, I. (2018, April 4). E- Government : Inovasi dalam strategi komunikasi.
https://www.setneg.go.id/baca/index/e_government_inovasi_dalam_strategi_komunika
si