“Kami, putra dan putri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia”, demikianlah bunyi alinea ketiga sumpah pemuda yang telah dirumuskan dan dibacakan oleh para pemuda yang mana telah diikrarkan bahwasanya bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan, dimana bahasa ini digunakan sebagai alat komunikasi yang resmi di wilayah Indonesia.

Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi Republik Indonesia dan juga bahasa persatuan Indonesia yang sudah seharusnya kita semua pertahankan dan terus dilestarikan. Dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung. Begitulan peribahasa yang seringkali dijunjung namun faktanya peribahasa tersebut hanyalah ucapan di bibir saja. Faktanya masih banyak masyarakat Indonesia yang lebih bangga menggunakan bahasa Inggris dibandingkan menggunakan bahasa Indonesia, mulai dari anak-anak, remaja hingga dewasa.

Gengsi dan keinginan untuk terlihat keren kerap membuat masyarakat lebih suka bicara bahasa Inggris dibandingkan dengan Bahasa Indonesia. Bahkan banyak sekali orangtua yang memilih untuk mendidik anaknya dari kecil menggunakan bahasa Inggris dan mirisnya lagi membuat anak-anak tersebut kehilangan eksistensi dari bahasa Indonesia itu sendiri.

Seperti Dimas (8), anak dari Arum (33) yang terbiasa menggunakan bahasa Inggris dalam kehidupan sehari-harinya sejak ia kecil. “Halo, nama aku Dimas, eeem eeem umurku eight years old. Eemm eemm aku tinggal in Sentul with mom and dad. Eeem eemm aku kelas kelas eem,” begitulah yang diucapkan Dimas ketika disuruh untuk memberitahu identitas dirinya menggunakan bahasa Indonesia. Selalu terbata-bata disetiap apa yang ingin diucapkannya. Dimas  mengalami kesulitan dalam menggunakan bahasa Indonesia karena telah dibiasakan menggunakan bahasa Inggris dari kecil, “Jujur aku pribadi sih fine fine aja, toh nantinya juga dia bisa mengikuti (menggunakan bahasa Indonesia), karena itu kan emang bahasa dasar. Tapi untuk bahasa Inggris menurutku harus ditekanin dari kecil untuk bekal dia besar nanti”, jelas Arum.

Sri Tiatri, MSi, Psi, psikolog dan dosen Fakultas Psikologi Universitas Tarumanegara menjelaskan bahwasanya ia lebih setuju bila orangtua Indonesia mengajarkan anak bahasa Indonesia terlebih dahulu. Apabila  bahasa itu sudah benar-benar dipahami dan dikuasai, baru diperkenalkan dengan bahasa asing. Jadi, tidak ada salahnya mengajarkan atau membiasakan anak menggunakan bahasa Inggris, tetapi dengan porsi pengajaran yang sesuai. Ada baiknya anak menguasai bahasa ibunya terlebih dahulu atau bahasa Indonesia.

Hal senada pun terjadi pada kalangan remaja, gengsi dan keinginan untuk terlihat keren kerap membuat remaja cenderung lebih suka menggunakan bahasa Inggris. Baik di media sosial maupun pada kehidupan aslinya. Tidak sedikit remaja yang melakukan bahasa campuran demi terlihat keren atau mengikuti perkembangan zaman yang semakin modern. Fenomena percampuran bahasa ini pun memunculkan istilah baru, yaitu ‘Indonglish’ yang dijelaskan sebagai ‘Indonesian-English’ untuk fenomena bahasa Inggris yang di campur dengan bahasa Indonesia. Hal serupa dirasakan oleh Vanessa (17) dan Keita (17), siswa salah satu SMA di Jakarta, “Jujur awalnya aku gak sadar kalau aku ngomongnya campur-campur, itu kayak udah ngalir gitu aja dari mulutku. Tapi makin kesini makin nyadar kalau ternyata aku dan teman-teman dikelilingku juga ngomongnya sama ada english englishnya gitu”, jelas Vanessa seraya tertawa.

Berbeda dengan Keita, ia menjalaskan bahwasanya bahasa campuran yang sering ia gunakan merupakan kemauannya sendiri agar terlihat keren dan jago berbahasa asing dihadapan orang-orang. Bahkan ia selalu menggunakan bahasa Inggris disetiap unggahannya di sosial media, “aku suka aja pakai bahasa Inggris, keliatan dan kedengerannya lebih catchy gitu,” jelasnya.

Memang kenyataannya perkembangan zaman dan era globalisasi ini tidak dapat di hindari. Hal ini membuat bangsa Indonesia seperti terhipnotis dengan adanya perkembangan tersebut. Bahasa Indonesia cenderung dianggap tidak dapat mengikuti perkembangan zaman, sehingga masyarakat yang menggunakan bahasa Indonesia sesuai kaidah yang diterapkan (EYD) tidaklah banyak.

Bahkan pada saat ini bahasa Inggris dianggap sebagai penunjang di dalam pekerjaan. Memiliki kemampuan berbicara bahasa Inggris yang fasih bisa menjadi nilai tambah tersendiri bagi para pekerja. Tidak hanya dalam perusahaan luar negeri namun juga dalam perusahaan dalam negeri.

Memang kenyataanya semakin banyak perusahaan lokal Indonesia yang masuk ke pasar dunia dan juga semakin banyak perusahaan internasional yang masuk ke pasar lokal, sehingga penggunaan bahasa Inggris makin dirasakan sebagai suatu keharusan. Akan tetapi karena terbiasa dengan bahasa Inggris tak jarang masyarakat yang melupakan bahasa Indonesia. Seperti Dina (27) karyawan pada sebuh perusahaan yang mengharuskannya menggunakan bahasa Inggris pada kehidupan sehari-hari, “Mungkin karena aku terbiasa bicara Inggris di kantor ya, jadi sekarang bicara sama orang-orang secara sadar atau engga pakai bahasa Inggris terus. Bahkan sering banget malah lupa sama kosakata Indonesia,” jelasnya sambil tertawa.

Hal seperti ini tentu saja tidak bisa terus dibiarkan. Karena akan membuat bahasa Indonesia tidak terlestarikan atau terluapakan. Oleh karena itu, sebagai warga Indonesia sudah seharusnya kita terus melestarikan dan menjunjung tinggi bahasa persatuan kita yaitu bahasa Indonesia. Dengan lebih bangga menggunakan bahasa Indonesia akan sangat membantu dalam melestarikan bahasa Indonesia.