Sebuah layar kecil dengan bentuk persegi panjang memiliki kemampuan dan ketertarikan tanpa batas. Dari pagi sampai pagi lagi benda ini selalu bersama kita. Benda kecil tersebut adalah smartphone yang sedang ada di genggaman kita saat ini. Aneh ya, mengapa bisa begitu tertebak?

Jika mau dikatakan karena smartphone sudah menjadi kebutuhan sebagai sumber mencari nafkah, maka kita telah sukses menjadi smart people untuk smartphone. Atau malah smartphone tidak lagi membuat kita menjadi cerdas? Karena, sering kali berujung masalah besar dari hal sepele. Penyebaran berita-berita hoax yang membuat image buruk hanya untuk mencari sensansi. Orang dewasa yang akhirnya selingkuh diawali oleh chatting menggunakan smartphone. Orang dewasa karirnya hancur karena menggunakan smartphone buat merekam aktivitas “lendir” yang malah tersebar luas. Remaja SMP yang ikut-ikutan dengan mengkonsumsi aktivitas seksual melalui smartphone. Kecelakaan yang terjadi karena sibuk merekam diri sambil mengendarai sepeda motor. Hingga beberapa waktu lalu dikabarkan ada ABG yang meregang nyawa akibat tabrakan di jalan karena tidak waspada karena  naik motor sambil menjawab chatting bbm di perangkat androidnya. Remaja yang sampai lupa waktu dan asyik sendiri gara-gara sibuk menggunakan smartphone. Tugas dan aktivitas positif jadi terbengkalai. Yang harusnya hari ini bisa mengenal dan mendapat wawasan baru dari teman di sampingnya, malah asyik menundukkan kepala sambil menatap layar kecil yang telah menjadi “nafsu”.

Perkembangan teknologi komunikasi mengalami perkembangan seolah mengikuti tuntutan kebutuhan manusia dengan masuknya era mobile. Dari sinilah fungsi dasar telepon mulai bergeser dan kebanyakan pengguna tidak menyadarinya. Cara manusia berkomunikasi tidak lagi hanya sebatas percakapan, pesan singkat maupun gambar, tetapi mulai merambah kepada sesuatu yang lain dimana teknologi baru tersebut dirasakan dapat menembus segala keterbatasan dari semua teknologi yang ada sebelumnya. Kemampuan teknologi baru dalam mengakomodir segala keinginan manusia yang sangat tidak terbatas untuk mendapatkan maupun berbagi informasi dirasakan semakin penting. Berselancar di dunia internet jauh lebih nyaman jika menggunakan smartphone daripada hp biasa yang belum dilengkapi dengan teknologi yang canggih. Berselancar di dunia maya akan terasa lebih cepat dengan smartphone yang menggunakan koneksi internet tanpa kabel generasi terbaru seperti 3G, 3,5G, 4G, 4,5G, 5G, dan seterusnya.  Ditambah lagi dengan web browser terbaru yang dapat menerjemahkan bahasa html dan bahasa permograman web serta teknologi terbaru lainnya. Begitu luar biasanya manfaat dari smartphone.

Ada juga orang yang memanfaatkan smartphone untuk menunjang penampilan sehari-hari. Orang yang memiliki gengsi yang tinggi akan berusaha sekuat tenaga untuk menggunakan smartphone yang dipandang orang keren dan canggih. Saat ini smartphone telah menjadi gaya hidup. Sedetik pun benda kecil itu nyaris tidak bisa lepas. Hal ini perlu mendapat perhatian lebih. Jika terlalu berlebihan akan membuat kita jadi salah memanfaatkan benda smart tersebut. Kita tahu bahwasanya kita adalah tuan yang mengendalikan benda tersebut, bukan sebaliknya. Namun perlu juga dilihat batasan dalam menggunakan benda itu. Jangan sampai kita terbawa arus yang tanpa disadari membuat kita dikendalikan.

Seharusnya smartphone tidak hanya berisi fitur-fitur yang cerdas, tetapi juga membantu penggunanya menjadi lebih cerdas. Sayang,  jadinya bukan tambah cerdas, tapi malah menjadi “budak teknologi” yang bodoh. Teknologi diciptakan untuk mempermudah kehidupan manusia, bukan untuk memperbudak manusia. Pada dasarnya setiap perkembangan dalam dunia teknologi bertujuan untuk kemanusiaan, meskipun pada prakteknya seiring dengan berjalannya waktu banyak juga teknologi yang justru memperbudak manusia.

Kasus-kasus di atas adalah segelintir contohnya. Sayangnya tidak ada satu pun upaya yang sudah dilakukan untuk meminimalisir efek buruknya. Melihat anak-anak gemar memainkan smartphone membuat kita miris. Terutama bila melihat anak yang masih belia sudah menggunakan smartphone dan tidak peduli dengan lingkungan sekitar. Data menunjukkan anak dengan usia 5 – 8 tahun memiliki persentase sebesar 52%, lalu diikuti oleh anak berusia 2 – 4 tahun yang berjumlah 39%, dan terakhir usia 1 tahun sebanyak 10% yang menggunakan gadget. Saya sangat setuju dengan adanya larangan penggunaan smartphone di lingkungan sekolah. Seharusnya mereka sibuk berinteraksi dan bersosialisasi dengan warga sekolah, bukan malah sibuk men-download atau main game terbaru. Namun masih saja ada banyak murid yang melanggar aturan sekolah tersebut. Mereka memanfaatkan kesempatan saat guru pergi ke toilet atau mereka izin ke toilet saat pembelajaran dimulai hanya untuk diam-diam memainkan smartphone yang mereka bawa.

Hal-hal seperti ini sering terlupa dipikirkan  oleh pemegang kebijakan. Sementara masyarakat melakukan pembiaran dan sebagian hanya bisa melarang dan melarang tanpa memberi bekal informasi yang cukup. Percuma hanya melarang tanpa ada alasan dan masukan yang berguna. Apalagi melihat sifat manusia yang dilarang malah makin menjadi-jadi. Mestinya bukan sekadar melarang. Motivasi, ajakan, arahan yang positif, juga harus semakin ditegaskan agar smartphone bisa membuat penggunanya menjadi lebih cerdas, karena mencontoh sesuatu yang baik dan sudah berhasil adalah sebuah perbuatan baik.

Wina Theresia