Saat melakukan perjalanan liburan ke Yogyakarta tepatnya di daerah Malioboro, ada banyak hal yang dapat kita temui disana. Di sepanjang jalan Malioboro terdapat banyak pedagang – pedagang yang menjual berbagai bentuk kerajinan tangan. Misalnya seperti tas kain bertuliskan “Jogja”, sandal, perhiasan, makanan, dan lain sebagainya. Semua produksi itu dihasilkan oleh pekerja rumahan.

Menurut Konvensi ILO No.177 tahun 1996 tentang Kerja Rumahan, kerja rumahan merupakan pekerjaan yang dikerjakan oleh seseorang di dalam rumahnya atau di tempat lain selain tempat kerja pemberi kerja untuk mendapatkan upah. Ada penelitian yang mengatakan bahwa pekerjaan rumahan sudah ada sejak tahun 1928 di Industri Tekstil. Pekerja rumahan sebagian besar dilakukan oleh perempuan yang dilakukan secara turun temurun, mulai dari sang nenek yang kemudian diwariskan sampai kepada anak dan cucu nya.

Pekerja rumahan bergerak dalam berbagai bidang, seperti mode, kerajinan, dan jasa. Hasilnya berupa produk atau jasa sesuai dengan ketentuan dari pemberi kerja. Pada dasarnya, tidak semua orang ingin menjadi pekerja rumahan. Namun, ada beberapa faktor yang mendorong seseorang untuk menjadi pekerja rumahan atau yang seringkali juga disebut dengan istilah ‘pekerja sub-kontrak’.

Salah satu alasan mengapa orang memilih menjadi pekerja rumahan adalah karena latar belakang pendidikan rendah. Hal itu membuat seseorang sulit atau tidak dapat akses untuk menjadi pekerja formal atau pekerja kantor. Tingkat kemiskinan juga menjadi faktor lain bagi seseorang untuk melakukan pekerjaan rumahan. Karena tinggi-nya biaya hidup, membuat seseorang tidak mempunyai pilihan lain selain melakukan pekerjaan tersebut.

Awalnya, pekerjaan rumahan dilakukan agar bisa mendapatkan penghasilan tambahan. Tetapi, tanpa disadari pekerjaan ini sudah menjadi sumber pendapatan utama bagi sebagian orang. Pekerja rumahan dibayar berdasarkan besaran per-satuan dari hasil kerja mereka, bukan berdasarkan intensitas lamanya waktu pengerjaan.

Produk yang dihasillkan oleh pekerja rumahan, di hasilkan sendiri tanpa menggunakan mesin dan di kerjakan di ruang yang terbatas. Menggunakan bahan baku yang di cari dengan usaha sendiri, tanpa biaya tambahan dari perusahaan atau pemberi kerja. Pekerja rumahan bekerja tanpa jam kerja yang  pasti, mereka bekerja melebihi jam kerja pada umumnya yaitu 8 jam per-hari, dengan upah yang sangat minim 20-40% di bawah UMR (Upah Minimum Regional). Meskipun sudah ada sejak lama, namun sebagian besar pekerja rumahan belum terlihat dan belum mendapat pengertian.

Pekerja rumahan merupakan tenaga kerja informal, karena itu sampai saat ini para pekerja rumahan belum di akui sebagai tenaga kerja kerja dan juga belum mendapatkan perlindungan di bawah payung hukum Undang-Undang Ketenagakerjaan No.13 tahun 2013. Oleh sebab itu, [1]mereka sangat rentan terhadap praktik pelanggaran HAM.

Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan No.13 tahun 2013 dikatakan bahwa ‘Tenaga kerja adalah orang yang mampu menghasilkan suatu barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan hidupnya’. Dilihat dari arti pekerja rumahan yang sebenarnya, yaitu mereka yang melakukan pekerjaan dirumah untuk mendapatkan upah, maka seharusnya pekerja rumahan juga termasuk kedalam kategori tenaga kerja. Namun pada umumnya kita tahu bahwa pekerja rumahan bekerja dalam sektor informal, sehingga kedudukannya sulit dijangkau oleh peraturan per Undang-Undang an tersebut. Keadaan mereka yang belum di-akui dan di-lindungi oleh hukum, maka secara otomatis pekerja rumahan tidak memiliki perlindungan atas hak-hak nya sebagai tenaga kerja, serta tidak mendapatkan jaminan sosial dan kesehatan. Padahal seharusnya mereka juga berhak mendapat perlindungan dan jaminan yang sama dengan tenaga kerja yang bekerja di sektor formal, seperti yang tertera pada Undang-Undang Ketenagakerjaan No.13 tahun 2003, Bab X mengenai ‘Perlindungan, Pengupahan, dan Kesejahteraan’.

Meninjau dari beberapa hal diatas, menurut saya pemerintah perlu hadir dan memberi pengakuan terhadap keberadaan pekerja rumahan sebagai tenaga kerja. Pekerja rumahan berhak dan layak untuk mendapatkan pengakuan dan kedudukan yang sama di depan hukum agar mereka juga bisa mendapatkan fasilitas yang sama dengan pekerja formal. Selain itu, pemerintah perlu memberikan jaminan sosial kepada para pekerja rumahan seperti asuransi kesehatan. Seorang pekerja rumahan sangat rentan terhadap kecelakaan dalam bekerja, karena mereka bekerja sendiri tanpa menggunakan alat-alat yang canggih atau menggunakan alat bantu seadanya.

Pekerja rumahan tidak hanya membutuhkan pengakuan secara hukum, mereka juga membutuhkan dukungan dari warga sekitarnya. Selain itu, kita sendiri sebagai warga masyarakat juga perlu peka, apakah di lingkungan tempat tinggal kita ada seorang atau sekelompok pekerja rumahan. Apabila mereka ada dalam lingkungan kita, maka kita perlu menghargai dan memotivasi mereka agar dapat bekerja dengan baik dan mendahulukan kemanan diri mereka dalam bekerja.

Meninjau dari tulisan pada paragraf – paragraf diatas, pemerintah serta warga negara sendiri seharusnya mendukung pekerja rumahan agar keberadaan mereka bisa diakui. Dan mendapat posisi yang setara dengan pekerja formal untuk mendapatkan hak-hak yang sama, khususnya untuk jaminan kesehatan bagi mereka, juga keamanan mereka dalam bekerja. Pengakuan terhadap kehadiran pekerja rumahan perlu diatur dalam regulasi secara detail termasuk hak-hak mereka sebagai tenaga kerja. Karena, mereka juga termasuk bagian dari warga Negara Indonesia yang perlu mendapatkan hak dan perlindungan yang sama sebagai pekerja formal.

Karena keterbatasan fasilitas yang dimiliki oleh pekerja rumahan, perlu  diadakan bimbingan teknis kerja, untuk menambah ilmu dan wawasan mereka. Pekerja rumahan memiliki kemampuan dan potensi yang sudah jelas, serta meraka juga ikut  berkontribusi terhadap perekonomian negara. Perlu dilakukan pemeriksaan kesehatan yang berkala, sebagai salah satu pewujudan dari upaya untuk melindungi para pekerja rumahan.

Pekerja rumahan perlu di isi dengan berbagai informasi yang berkaitan mengenai lapangan kerja mereka, agar mereka juga paham tentang siapa diri mereka sendiri dan mengapa mereka harus memperjuangkan hak mereka. Jika tidak di bekali dengan informasi tersebut, mereka akan terus melakukan pekerjaan mereka tanpa mengetahui keberadaan mereka dan apa saja yang pantas mereka dapatkan.

Pengakuan dan perlindungan sangat perlu di berikan kepada setiap pekerja rumahan, karena mereka juga memiliki peranan dalam pertumbuhan ekonomi negara. Oleh sebab itu, mereka perlu dilihat dan dilindungi oleh negara sebagai pekerja formal, sehingga mereka bisa mendapatkan hak dan kedudukan yang sama dengan pekerja dalam sektor formal lainnya di depan hukum. Dan juga, kita sebagai warga masyarakat sangat perlu untuk membantu mereka dalam memperjuangkan hak mereka, bukan sebalik nya dengan melakukan pengecualian terhadap pekerja rumahan dan berpura-pura tidak tahu dengan keberadaan mereka. Jadi, jika pemerintah dapat menjamin kehidupan rakyat nya sampai kepada pekerja rumahan, yang keberadaan nya tidak terlihat, maka tentu saja pemerintah juga pasti dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi negaranya.

(Chatarina Tracy Tnunay Monteiro/LA51 – 2001583576)