Debat Publik Pemilihan Kepala Daerah 2018 yang mulai dilaksanakan Bulan April lalu, berjalan biasa-biasa saja tanpa gejolak. Walaupun berbagai TV Nasional ikut menyiarkan debat pilkada tersebut, namun tensi politik belum ada yang bisa menyamai Pilgub DKI Jakarta tahun lalu.

Namun 14 Mei lalu, “ketenangan” Pilkada 2018 terusik setelah terjadi kekisruhan pada Debat Kedua Pilgub Jabar yang dilaksanakan di Balairung Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat. Debat sebenarnya berjalan mulus hingga menjelang akhir. Saat pernyataan penutup, Pasangan Calon Nomor Urut 3 Sudrajat dan Achmad Saikhu mengucapkan kata-kata kontroversial. Cagub yang diusung Pratai Gerindra, PKS dan PAN itu mengatakan “Kalau Asyik menang, insya Allah 2019 kita mengganti presiden,” dibarengi Syaikhu yang mengeluarkan kaus bertuliskan 2018 Asyik Menang 2019 Ganti Presiden.

Sontak hal tersebut menuai kericuhan. Pendukung Paslon lainnya terutama pendukung TB Hasanuddin-Anton Charliyan yang diusung PDI Perjuangan tidak terima. Kata-kata dan tindakan Sudrajat-Saikhu sudah dianggap “offside” karena membawa masalah Pilpres dalam Pilkada.

Menarik dicermati mengapa pasangan “Asik” berani mengambil resiko untuk tindakan offside tersebut. Mereka siap diganjar hukuman dengan asumsi tidak didiskualifikasi. Lantas, apakah benar ini sudah dipersiapkan secara matang ?

Jika kita mengikuti perkembangan Pilgub Jabar, sebenarnya apa yang dilakukan Sudrajat dan Saikhu adalah sebuah strategi pemasaran. Pilgub Jabar 2018 sebagaimana kita ketahui diikuti 4 Paslon yakni Ridwan Kamil-Uu’ Ruzhanul Ulum (Rindu), TB Hasanuddin-Anton Charliyan (Hasanah), Sudrajat Ahmad Saikhu (Asik) dan Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi (2DM). Dalam beberapa survei terakhir, pasangan Deddy-Dedi dan Ridwan-Uu secara bergantian memimpin jauh mengungguli pasangan Hasan-Anton serta Sudrajat-Saikhu.

Survei elektabilitas yang dilakukan Centre for Strategic and International Studies (CSIS) pada 13 Mei lalu, memperlihatkan pasangan Deddy-Dedi berada di urutan pertama dengan elektabilitas 41,4 persen. Sementara itu pada posisi kedua ditempati Ridwan-Uu dengan elektabilitas 33,5 persen. Sudrajat-Syaikhu berada di urutan ketiga dengan elektabilitas 6,9 persen sedangkan elektabilitas Hasanuddin-Anton 2,4 persen.

Sebelumnya pada Bulan April Indo Barometer merilis pasangan Rindu unggul 36,7 persen, disusul pasangan 2DM dengan 31,3 persen, sedangkan pasangan Asik 5,4 persen dan Hasanah hanya 3,4 persen.

Dengan elektabilitas yang lebih rendah dari Rindu dan 2DM, maka wajar jika pasangan Asik harus berbuat sesuatu agar lebih dikenal dan meningkatkan tingkat keterpilihannya. Dalam rangka itu

Pasangan Sudrajat-Saikhu membuat langkah “jitu” tapi sedikit berisiko mendapat hukuman. Dengan waktu tersisa satu setengah bulan, pilihan tersebut mungkin sah-sah saja jika ditinjau dari ilmu marketing politik. Langkah pasangan Asik tersebut bisa kita telaah melalui strategi pemasaran STP (Segmenting, Targeting and Positioning) yang diperkenalkan pakar marketing modern asal Amerika Serikat Philip Kotler.

Pasangan Asik yang didukung Partai Gerindra, PKS dan PAN pasti sudah memahami bahwa Jawa Barat merupakan provinsi yang paling strategis karena memiliki jumlah pemilih terbanyak dengan 31,7 juta suara. Tim sukses Asik juga sudah memetakan atau melakukan segmentasi bahwa PKS memiliki pemilih yang militan di Jabar, ditambah kekuatan Gerindra dan PAN membuat mereka semakin percaya diri. Segmenting juga dibuat berdasarkan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 bahwa Pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa mengungguli Pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla di Jabar dengan suara hampir 60 persen.

Langkah Sudrajat-Ahmad Saikhu memperkenalkan kata-kata “Asik menang, 2019 ganti presiden” adalah dalam rangka membidik pendukung Prabowo pada 2014 lalu. Inilah Targeting yang dibuat pasangan Asik ini. Mereka berharap bisa meraih simpati pendukung Prabowo pada Pilpres 2014 yang mencapai lebih dari 14 juta suara di Jawa Barat. Apalagi kampanye #2019gantipresiden sudah dimulai digaungkan di dunia maya sejak awal tahun 2018. Walaupun hal tersebut tidak linier, namun langkah kontroversi tersebut diharapkan bisa mendongkrak elektabilitas pasangan kader Gerindra dan PKS tersebut.

Dengan langkah Segmenting dan Targeting di atas, Pasangan Asik memposisikan dirinya sebagai pasangan calon dari partai oposisi yang “melawan” pemerintah. Positioning mereka adalah sebagai penjelmaan Prabowo Subianto di Jawa Barat saat ini. Dengan penegasan posisi ini, Pasangan Asik berharap bisa menampung suara yang memilih Prabowo pada Pilpres 2014 karena mantan Panglima Kostrad dan Danjen Kopassus itu juga didukung partai yang sama plus Golkar dan PPP pada Pilpres lalu.

Berhasilkah strategi marketing Pasangan Asik pada Debat Pilgub Jabar itu? Jawaban pastinya ada pada Pilkada serentak 27 Juni mendatang.

Oleh: Medo Maulianza*

*jurnalis dan pengajar ilmu komunikasi