Siapapun membutuhkan disiplin pemasaran, terkecuali di tempat di mana kompetisi tidak dibiarkan tumbuh. Panorama umum disiplin pemasaran dalam konteks panggung politik diyakini dapat menghidupkan panggung politik dengan konsep dan strategi yang sama diberlakukan di dunia pemasaran.

Sudah barang tentu, kondisi diatas hanya dapat diaplikasikan pada panggung politik dengan nuansa demokratis yang sesungguhnya – di mana setiap segmen pemilih yang di dalam pemasaran di labelkan sebagai khalayak bebas menentukan pilihan dan setiap pihak memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan institusi atau produk politik.

Di dunia pemasaran, demokratis analog dengan kompetisi atau persaingan. Setiap produsen memiliki kesempatan yang sama untuk mengambil kue yang disediakan oleh pasar.

Sebagai marketer bebas memproduksi produk yang akan dipasarkan, sebagaimana khalayak atau konsumer bebas menentukan pilihan produk mana yang akan dijadikan pilihan.

Pada perjalanannya kemudian terdapat raja-raja besar di dunia pemasaran (market leader), bukan sebuah keniscayaan bahwa itu terjadi karena keberhasilan mereka menerapkan konsep-konsep marketing, yang memungkinkan mereka unggul dalam persaingan memenuhi kebutuhan, keinginan dan harapan konsumennya.

Peter Drucker (dalam Cravens, 1994) mengatakan, sebuah organisasi dapat memenuhi karakteristik organisasi pemasaran bila mengerti kebutuhan dan keinginan pembeli, dan secara efektif mengkombinasikan dan mengatur keahlian serta sumber daya yang ada dalam penciptaan kepuasaan tertinggi bagi konsumen.

Dalam teknik pelaksanaannya pemasaran secara otomatis terintegrasi dengan kegiatan-kegiatan lainnya di dalam organisasi tersebut seperti riset dan pengembangan, teknologi, inovasi, produksi dan keuangan. Lebih dari sekedar fungsi khusus, pemasaran dalam organisasi adalah praktik bisnis untuk mendapatkan keuntungan dari konsumen.

Tugas pemasaran terlalu penting untuk di serahkan kepada hanya satu bagian organisasi. Ideal nya seluruh elemen organisasi tersebut berperan sebagai pemasar.

Mengutip sebuah pepatah di sebuah Majalah Marketing di Indonesia, bahwasanya Marketer yang sukses umumnya adalah Marketer yang bisa mengkombinasikan antara kemampuan intelijensia dan imajinasi.

Seringkali orang memisahkan individu-individu dengan mereka yang berkemampuan dengan otak kanan dan mereka yang berkemampuan dengan otak kiri. Otak kiri bekerja dengan sifat yang analistis dan konseptual, sementara otak kanan bekerja dengan lebih kreatif dan emosional. Adalah merupakan kesempurnaan apabila seorang Marketer mampu melihat dua sisi dari masing-masing kelebihan ini dalam mengkreasi sebuah produk yang disuguhkan kepada konsumennya.

Peter Fisk pengagas Marketing Genius menyatakan bahwa ”world great marketers”  seperti Bill Gates, Waltz Disney dll, adalah para individu yang mampu membangun jiwa marketer jenius di dalam diri mereka.

Ini jika kita melihat kesuksesan sebuah produk dari sisi marketer yang menjual produk tersebut. Lain hal lagi apabila kita menengok dari sisi desain program dan kampanye.

Berkaitan dengan program dan kampanye pemasaran, prinsip marketing ini belakangan meluas ke segala lini kehidupan sosial, termasuk dalam panggung politik. Marketing melahirkan cabang ilmu baru yaitu Political Marketing.

Sebagai subyek akademis cabang ini masih dapat dikatakan dalam tataran embrionik (Baines et al, 1999), sungguh pun para ahli sudah mencoba mengutak-atik konsep ini sejak tahub 1950-an (Rhenald Kasali, 1997).

Konsep ini baru berkembang pada 1980-an, ketika televisi memegang peranan sangat penting dalam menyampaikan pesan komersial kepada pasar.

Implementasi konsep political marketing yang dianggap sebagai tonggak penting sejarah tercermin pada saat Bill Clinton ikut dalam persaingan menjadi Presiden Amerika Serikat.

Secara epistemologis artikel ini bertujuan memahami peran elemen 9P pada studi political marketing – dalam memasarkan ide-ide politik sebagai produk politik, yang mampu memberikan nilai, baik secara etika dan estetika pada pemahaman studi political marketing.

Pendiri Marketing for Building Center Adman Nursal menyebut sembilan elemen Model 9P untuk membentuk makna politis.

Positioning yang menjadi strategi memasuki jendela pikiran pemilih. Melalui strategi ini, hubungan asosiasi diharapkan mampu menancapkan keunggulan seorang kandidat di benak pemilih.

Penentuan positioning dilakukan dengan pertimbangan faktor internal, eksternal dan segmen pemilih yang menjadi sasaran.

Elemen positioning sendiri dijabarkan dalam produk politik 4P; policy, person, party dan presentation.

Policy menggambarkan tawaran program jika kelak kandidat terpilih. Program merupakan solusi atas permasalahan yang dihadapi masyarakat.

Person merefleksikan sosok kandidat yang di citrakan sebagai seorang personal yang berkualitas dan mumpuni dalam kepemimpinan.

Person Marketing adalah aktivitas-aktivitas yang dilakukan untuk menciptakan, memelihara, atau mengubah sikap atau perilaku orang-orang tertentu (Kotler & Amstrong,1994).

Person Marketing merujuk pada sistematika dimana seorang politisi memasarkan dirinya, untuk memperoleh suara dan mencari dukungan. Dalam person marketing hampir sama dengan memasarkan produk konsumsi.

Di awali dengan riset dan analisi untuk menemukan kebutuhan konsumen dan segmen pasar. Tentu saja yang dimaksud dengan konsumen di sini adalah publik pemilih yang diharapkan mengubah pendirian, penilaian, sikap dan perilaku terhdap figur yang ditawarkan.

Hasil analisis kebutuhan konsumen dan peta segmen pasar itu kemudian menjadi acuan penting mengembangkan ”produk” atau ”figur” yang bersangkutan.

Pengembangan produk ini dimulai dengan menilai citra dan kualitas pribadi yang bersangkutan pada saat ini dan mentransformasikannya untuk memenuhi kebutuhan dan harapan publik dengan lebih baik.

Seorang kandidat yang berkualitas sejatinya harus di dukung oleh presentasi (presentation)yang apik terencana. Presentation menjadi hal yang cukup krusial dalam penyampaian pesan sarat harapan bagi pemilih yang tersegmentasi dengan jelas tadi. Bagaimana pesan tersebut sungguhlah dimaknai dengan benar oleh para pemilih. Makna sebagai akibat adanya stimulus politik yang pada gilirannya akan mempengaruhi sikap, aspirasi, dan perilaku politik, termasuk pilihan politik.

Hal terakhir yang menjadi perhatian elemen party (partai) sebagai salah satu produk politik yang memegang peranan penting. Sebuah mesin politik yang solid dengan kantong-kantong suara yang jelas. Yang berperan aktif dalam mempresentasikan produk politik yang diusungnya kepada khalayak pemilih. (Oriza Devi Salam /d5525/2015)